oleh: Joko Pinurbo
Malin Kundang pulang menemui ibunya
yang terbaring sakit di ranjang.
Ia perempuan renta, hidupnya tinggal
menunggu matahari angslup ke cakrawala.
“Malin, mana isterimu?”
“Jangankan isteri, Bu. Baju satu saja robek di badan.”
Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu
seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.
“Benar engkau Malin?”
“Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.”
“Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering
dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar
bahwa Malin, anakku, akan datang
dengan isteri yang bagus dan pangkat yang besar.”
“Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.”
“Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”
Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya:
Friday, December 20, 2013
Thursday, December 19, 2013
Cerita Hari Ini
oleh: Herlangga
Hari ini, ia bertemu dengan volt
"Kenapa dunia begitu sunyi" dalam hatinya
Padahal temannya tengah mengobrol
Tapi ia bisu kala itu, tiba-tiba
"Hari ini," katanya
"Begitu menegangkan seperti biasanya" dalam hati
(Matanya terjebak dalam voltase)
2013
Hari ini, ia bertemu dengan volt
"Kenapa dunia begitu sunyi" dalam hatinya
Padahal temannya tengah mengobrol
Tapi ia bisu kala itu, tiba-tiba
"Hari ini," katanya
"Begitu menegangkan seperti biasanya" dalam hati
(Matanya terjebak dalam voltase)
2013
Wednesday, December 18, 2013
Abad yang Berlari
oleh: Afrizal Malna
palu. waktu tak mau berhenti, palu. waktu tak mau berhenti.
seribu jam menunjuk waktu yang bedaberbeda. semua ber-
jalan sendiri-sendiri, palu.
orang-orang nonton televisi, palu. nonton kematian yang di-
buka di jalan-jalan, telah bernyanyi bangku-bangku sekolah,
telah bernyanyi di pasar-pasar, anak-anak kematian yang
mau merubah sorga. manusia sunyi yang disimpan waktu.
palu. peta lari berlarian dari kota datang dari kota pergi,
mengejar waktu, palu, dari tanah kerja dari laut kerja dari
mesin kerja. kematian yang bekerja di jalan-jalan, palu. ke-
matian yang bekerja di jalan-jalan.
dada yang bekerja di dalam waktu.
dunia berlari. dunia berlari
seribu manusia dipacu tak habis mengejar.
1984
*dari antologi puisi "abad yang berlari"
palu. waktu tak mau berhenti, palu. waktu tak mau berhenti.
seribu jam menunjuk waktu yang bedaberbeda. semua ber-
jalan sendiri-sendiri, palu.
orang-orang nonton televisi, palu. nonton kematian yang di-
buka di jalan-jalan, telah bernyanyi bangku-bangku sekolah,
telah bernyanyi di pasar-pasar, anak-anak kematian yang
mau merubah sorga. manusia sunyi yang disimpan waktu.
palu. peta lari berlarian dari kota datang dari kota pergi,
mengejar waktu, palu, dari tanah kerja dari laut kerja dari
mesin kerja. kematian yang bekerja di jalan-jalan, palu. ke-
matian yang bekerja di jalan-jalan.
dada yang bekerja di dalam waktu.
dunia berlari. dunia berlari
seribu manusia dipacu tak habis mengejar.
1984
*dari antologi puisi "abad yang berlari"
Monday, December 16, 2013
Nisan
oleh: Chairil Anwar
Untuk nenekanda
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta.
Oktober, 1942
Untuk nenekanda
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta.
Oktober, 1942
Sunday, December 15, 2013
Arsitektur Hotel
oleh: Afrizal Malna
Hotel sepi. Hotel mati. Seekor burung dari kamar ke kamar,
menyileti cermin. Dan batu-batu membuat bangku, dan
batu-batu membuat pintu, dan batu-batu membuat tamu.
Dada. Telur-telur mengisi hotel. Beri aku orang.
Hotel mengubah orang-orang datang jadi orang-orang
pergi, menyetir mobil, menyetel radio sendiri, me-
manggil burung-burung terbang, menghias sunyi di setiap
telur. Maka, Dada, kupu-kupu bersarang jadi pohon mati,
burung-burung terbang jadi bukit mati. Ia bangun manusia
pecah.
Ini jam hotel. Dada. Waktu sedang membuat sarang, mem-
buat telur. Setelah semua janji dianggap tidak suci, angin
itu jadi hotel, semangka itu jadi hotel, sapi itu jadi hotel.
Maka jendela-jendela hotel, Dada, menunggu semua yang
pergi, menunggu semua yang lari, menunggu semua yang
tak setuju.
Biarkan tamu-tamu datang. Dada. Memecahkan telur dari
kamar ke kamar. Memecahkan telur dari kamar ke kamar.
1984
*dari antologi "Abad yang Berlari"
Hotel sepi. Hotel mati. Seekor burung dari kamar ke kamar,
menyileti cermin. Dan batu-batu membuat bangku, dan
batu-batu membuat pintu, dan batu-batu membuat tamu.
Dada. Telur-telur mengisi hotel. Beri aku orang.
Hotel mengubah orang-orang datang jadi orang-orang
pergi, menyetir mobil, menyetel radio sendiri, me-
manggil burung-burung terbang, menghias sunyi di setiap
telur. Maka, Dada, kupu-kupu bersarang jadi pohon mati,
burung-burung terbang jadi bukit mati. Ia bangun manusia
pecah.
Ini jam hotel. Dada. Waktu sedang membuat sarang, mem-
buat telur. Setelah semua janji dianggap tidak suci, angin
itu jadi hotel, semangka itu jadi hotel, sapi itu jadi hotel.
Maka jendela-jendela hotel, Dada, menunggu semua yang
pergi, menunggu semua yang lari, menunggu semua yang
tak setuju.
Biarkan tamu-tamu datang. Dada. Memecahkan telur dari
kamar ke kamar. Memecahkan telur dari kamar ke kamar.
1984
*dari antologi "Abad yang Berlari"
Saturday, December 14, 2013
Ke-ada-an Warna
oleh: Herlangga
ada yang merindukan warna
pada cahaya ia menepis gelap
gerbong-gerbong masih bergerak
mengikuti lokomotiv masa
lalu apa artinya kebisuan?
kesunyian yang memecah gerbong
hanyalah jeda antara ketiadaan
dari dalam tasnya ia megambil ada
seperti lampu neon bercahaya
untuk melenyapkan tiada
bukankah warna berawal dari cahaya?
lalu apa warna dari ada?
ia masih merindukan warna yang telah habis masanya
2013
ada yang merindukan warna
pada cahaya ia menepis gelap
gerbong-gerbong masih bergerak
mengikuti lokomotiv masa
lalu apa artinya kebisuan?
kesunyian yang memecah gerbong
hanyalah jeda antara ketiadaan
dari dalam tasnya ia megambil ada
seperti lampu neon bercahaya
untuk melenyapkan tiada
bukankah warna berawal dari cahaya?
lalu apa warna dari ada?
ia masih merindukan warna yang telah habis masanya
2013
Friday, December 13, 2013
Kami Telah Merdeka , Bung!
Terkisahkan dalam kata-kata
Pada langit Nagasaki dan Hiroshima
Sebuah uranium telah melebur di udara
Hingga hilang lebur kota
Sebulan kemudian, aku melihat mereka mendatangi
Di Surabaya, bendera telah berkibar,
Pada langit Nagasaki dan Hiroshima
Sebuah uranium telah melebur di udara
Hingga hilang lebur kota
Sebulan kemudian, aku melihat mereka mendatangi
Di Surabaya, bendera telah berkibar,
tetapi bukan bendera kami
Merah, putih dan biru mengambang di udara
Seakan-akan menginjak harga diri bangsa
Rakyat pemberani memanjat merayapi udara menuju bendera
Ia robek warna biru. Ia proklamirkan,
“Indonesia telah merdeka, Bung!”
Amarah telah di puncak, langit mengelam
Merah, putih dan biru mengambang di udara
Seakan-akan menginjak harga diri bangsa
Rakyat pemberani memanjat merayapi udara menuju bendera
Ia robek warna biru. Ia proklamirkan,
“Indonesia telah merdeka, Bung!”
Amarah telah di puncak, langit mengelam
Thursday, December 12, 2013
Kenangan
Oleh: Herlangga
Rokok yang kuhisap di ujung senja
sungguh mengingatkanku padamu. Abu-abu
berterbangan ditiup angin kemarau. Dan ketika kemarin
kita berada di pucak gunung itu.
Kau melihat samudra yang indah di sudut pagi,
ada pula sisasisa purnama di atasnya.
Sugguh kau mencintai itu. Seperti aku
mencintai setiap partikel cahaya yang meluncur ke hadapanku
serupa dirimu. Kenangan memang indah seperti
tiktok jam dinding yang mengaduk sepi
di sekelilingku. Dan ketika itu, aku melupakanmu.
Karena pedang telah mengkilat
di ujung leherku.
2012
Rokok yang kuhisap di ujung senja
sungguh mengingatkanku padamu. Abu-abu
berterbangan ditiup angin kemarau. Dan ketika kemarin
kita berada di pucak gunung itu.
Kau melihat samudra yang indah di sudut pagi,
ada pula sisasisa purnama di atasnya.
Sugguh kau mencintai itu. Seperti aku
mencintai setiap partikel cahaya yang meluncur ke hadapanku
serupa dirimu. Kenangan memang indah seperti
tiktok jam dinding yang mengaduk sepi
di sekelilingku. Dan ketika itu, aku melupakanmu.
Karena pedang telah mengkilat
di ujung leherku.
2012
Tuesday, December 10, 2013
Sehalaman Komik Hitam
oleh: Hasan Asphani
Hingga setengah pertunjukan, kita masih
memainkan adegan tanpa perbincangan.
Di balon percakapanmu kau mengatur
sejumlah konsonan. Seperti tak faham,
aku telah lama tak tahu apa mau dikatakan.
Lalu halaman cuma hitam. Cahaya karam.
Kau tahu, tak? Ada yang terkekeh Membaca,
kita yang terjebak adegan. Tanpa perbincangan.
*dari antologi "Telimpuh"
Hingga setengah pertunjukan, kita masih
memainkan adegan tanpa perbincangan.
Di balon percakapanmu kau mengatur
sejumlah konsonan. Seperti tak faham,
aku telah lama tak tahu apa mau dikatakan.
Lalu halaman cuma hitam. Cahaya karam.
Kau tahu, tak? Ada yang terkekeh Membaca,
kita yang terjebak adegan. Tanpa perbincangan.
*dari antologi "Telimpuh"
Saturday, December 7, 2013
Analogi Anak-anak
oleh: Herlangga Juniarko
Marah hanyalah beberapa anak kecil yang lepas dari pandangan ibunya di pembaringan
Sedangkan anak-anak itu pasti akan kembali ke pangkuan ibunya ketika malam telah tergenang di langit
Jadi tak perlulah ikut berkeliaran dan melepaskan dirii dari pandangan sang ibu
Karena kesabaran adalah ibu yang rela melepaskan anaknya hilang dari pandangan dan mennunggunya hingga purnama membentang
Dan pertikaian kita kini hanyalah pertemuan senja dan malam yang sedari dulu selalu di perbincangkan oleh anak dan ibunya ketika berjumpa
2012
Marah hanyalah beberapa anak kecil yang lepas dari pandangan ibunya di pembaringan
Sedangkan anak-anak itu pasti akan kembali ke pangkuan ibunya ketika malam telah tergenang di langit
Jadi tak perlulah ikut berkeliaran dan melepaskan dirii dari pandangan sang ibu
Karena kesabaran adalah ibu yang rela melepaskan anaknya hilang dari pandangan dan mennunggunya hingga purnama membentang
Dan pertikaian kita kini hanyalah pertemuan senja dan malam yang sedari dulu selalu di perbincangkan oleh anak dan ibunya ketika berjumpa
2012
Friday, December 6, 2013
Jati Diri Sastra dalam Masyarakat
oleh: Herlangga Juniarko
Sastra
merupakan salah satu bentuk seni yang berupa bahasa. Dalam masyarakat, bahasa
merupakan bagian penting dari kehidupan. Bahasa menjadi alat komunikasi
masyarakat secara keseluruhan, sehingga sastra pun menjadi bagian penting yang
membangun perkembangan bahasa. Dengan
begitu, sastra tidak akan terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Perkambangan
sastra berbanding lurus dengan kehidupan berbahasa manusia. Sastra yang dapat
berfungsi sebagai hiburan mampu dengan mudah diterima masyarakat. Hal itu
terjadi karena manusia pada dasarnya menyukai keindahan dan sastra merupakan
keindahan berbahasa.
Dalam
masyarakat, sastra memiliki beberapa fungi tersendiri. Pertama, sastra yang
tercipta pada masyarakat akan memperlihatkan kehidupan masyarakat berfungsi
untuk menilai masyarakat tersebut. Kedua, sastra dapat menggerakkan masyarakat
untuk melakukan suatu hal menurut keinginan si pembuat sastra. Ketiga, sastra
dapat memperlihatkan masa depan dari suatu masyarakat.
Sastra yang
tercipta pada suatu masyarakat merupakan cerminan dari masyarakat tersebut pada
saat itu. Sebagai contoh, jika suatu masyarakat merupakan masyarakat yang
melankolis, maka sastra yang terbentuk pun akan menjadi melankolis. Begitu juga, jika suatu masyarakat merupakan masyarakat yang bebas, maka
sastra yang terbentuk pun akan penuh dengan gebrakan kreatif.
Wednesday, December 4, 2013
Volt
oleh: Herlangga Juniarko
Lelaki itu telah menemukan voltnya
Ketika senja ia selalu terkenang dan menyesal bertemu dengannya
Karena tak ada kata-kata hangat terhampar
Atau barisan puisi yang menghantar
“Esok, aku ingin sekedar menanyakan kabarnya” katanya
Kala senja masih terisi kenangan dan sesalan
Tapi esok,
Ketika tanggal telah luluh dan di hadapannya volt
Bibirnya seakan terkunci sunyi
Dan waktu benar-benar sepi
“Selamat tinggal” volt berlalu
“Semoga kita bertemu lagi esok” jawabnya dalam hati
Meraka (mungkin) akan bertemu lagi esok
“Aku ingin sekedar menanyakan kabarnya esok” katanya (lagi) dalam hati
Selalu ketika senja hanya berisi kenangan dan sesalan
2013
Lelaki itu telah menemukan voltnya
Ketika senja ia selalu terkenang dan menyesal bertemu dengannya
Karena tak ada kata-kata hangat terhampar
Atau barisan puisi yang menghantar
“Esok, aku ingin sekedar menanyakan kabarnya” katanya
Kala senja masih terisi kenangan dan sesalan
Tapi esok,
Ketika tanggal telah luluh dan di hadapannya volt
Bibirnya seakan terkunci sunyi
Dan waktu benar-benar sepi
“Selamat tinggal” volt berlalu
“Semoga kita bertemu lagi esok” jawabnya dalam hati
Meraka (mungkin) akan bertemu lagi esok
“Aku ingin sekedar menanyakan kabarnya esok” katanya (lagi) dalam hati
Selalu ketika senja hanya berisi kenangan dan sesalan
2013
Friday, November 29, 2013
Gerimis Putih
oleh: Taufik Ismail
Malam Oktober yang panjang, dan turun pelahan
Merisik dedahanan telanjang serta deru tertahan
Dada bumilah yang putih dan terlembut
Di pucuk-pucuk ranting keristal sama berpagut
Malam Oktober yang pucat, pergi perlahan
Pagi basah mengambang biru pipi danau
Bumi yang terlentang malas, pesolek berpupur salju
Lidah logam berdentangan jauh lonceng gereja
Dan lengkunglangit mengucurkan gerimis putih
Perbukitan tepekur, di lerengnya deretan pohon pina
Tiupan angin tak lagi tajam tapi lembut menyuara
Seperti Emilie tak akan pergi. Seperti dada tak akan pedih
Lengkung langit yang mengucurkan gerimis putih
977 East Circle Drive, 1956
Malam Oktober yang panjang, dan turun pelahan
Merisik dedahanan telanjang serta deru tertahan
Dada bumilah yang putih dan terlembut
Di pucuk-pucuk ranting keristal sama berpagut
Malam Oktober yang pucat, pergi perlahan
Pagi basah mengambang biru pipi danau
Bumi yang terlentang malas, pesolek berpupur salju
Lidah logam berdentangan jauh lonceng gereja
Dan lengkunglangit mengucurkan gerimis putih
Perbukitan tepekur, di lerengnya deretan pohon pina
Tiupan angin tak lagi tajam tapi lembut menyuara
Seperti Emilie tak akan pergi. Seperti dada tak akan pedih
Lengkung langit yang mengucurkan gerimis putih
977 East Circle Drive, 1956
Tuesday, November 19, 2013
Titik Nadir
oleh: Herlangga Juniarko
Ia berkata bahwa kini ia berada di titik nadir
Lalu kenapa? tanyaku
Pada hening ia menjawab bahwa segalanya menjadi asing
Lalu kenapa? tanyaku lagi
Ia masih menjawab bahwa hening adalah wilayah yang asing
Bagiku titik nadir adalah lanskapku
Di sana aku hidup dalam keheningan abadi
Pada wilayah yang tak terjamah aku berlindung
Meski hanya menjadi alas kaki atau lebih rendah
Karena keheningan adalah aku yang telah terbuang dari bumi
2013
Ia berkata bahwa kini ia berada di titik nadir
Lalu kenapa? tanyaku
Pada hening ia menjawab bahwa segalanya menjadi asing
Lalu kenapa? tanyaku lagi
Ia masih menjawab bahwa hening adalah wilayah yang asing
Bagiku titik nadir adalah lanskapku
Di sana aku hidup dalam keheningan abadi
Pada wilayah yang tak terjamah aku berlindung
Meski hanya menjadi alas kaki atau lebih rendah
Karena keheningan adalah aku yang telah terbuang dari bumi
2013
Monday, November 18, 2013
Yen ing Tawang Ono Lintang (Jika di Langit Ada Bintang)
Ciptaan: Andjar Any
Dipopulerkan oleh: Waldjinah
yen ing tawang ono lintang, cah ayu
aku ngenteni tekamu
marang mego ing angkasa, nimas
sun takokke pawartamu
janji-janji aku eling, cah ayu
sumedhot rasaning ati
lintang-lintang ngiwi-iwi, nimas
tresnaku sundul wiyati
dek semono janjiku disekseni mego kartiko
kairing roso tresno asih
yen ing tawang ono lintang, cah ayu
rungokno tangis ing ati
pinarung swara ning ratri, nimas
ngenteni mbulan ndadari
Terjemahan:
Jika dilangit ada bintang, anak manis
aku menanti kehadiranmu
Dipopulerkan oleh: Waldjinah
yen ing tawang ono lintang, cah ayu
aku ngenteni tekamu
marang mego ing angkasa, nimas
sun takokke pawartamu
janji-janji aku eling, cah ayu
sumedhot rasaning ati
lintang-lintang ngiwi-iwi, nimas
tresnaku sundul wiyati
dek semono janjiku disekseni mego kartiko
kairing roso tresno asih
yen ing tawang ono lintang, cah ayu
rungokno tangis ing ati
pinarung swara ning ratri, nimas
ngenteni mbulan ndadari
Terjemahan:
Jika dilangit ada bintang, anak manis
aku menanti kehadiranmu
Wednesday, October 23, 2013
Catatan Kuliah: Hari Pertama
Hari
pertama kuliah. Terasa cukup aneh bagi saya yang telah terbiasa berseragam
bertahun-tahun. Tidak ada seragam, hanya berpakaian serapihnya saja. Pergi ke
kampus UPI menggunakan kereta subuh sekitar jam 5 pagi.
Karena
hari pertama maka masih semangat, maka hari itu saya memakai parfum untuk
pertama kalinya setelah bertahun-tahun, maka saya menyisir rambut pula untuk
pertama kalinya setalah bertahun-tahun, maka saya mandi karena itu masih perlu
bagi saya, dan maka-maka yang lainnya yang saya lakukan. Maklum masih hari
pertama harus jaga imej.
Namun
naas! Pagi itu saya lupa satu hal. Pagi itu saya menggunkan kereta ekonomi
pertama yang berisi penuh sumpek oleh para pedagang, dari pedagang lap, tahu,
minuman dan makanan umum lainnya. Adapula yang membawa barang bawaan, dari
anak, sepeda, dan yang paling sial ada yang bawa kambing di ujung gerbong sana.
Maka semua “maka” saya tadi pun akhirnya tumpas sudah dihantam badai peluh
dalam kereta.
Sesampainya
di Bandung, saya telah bagaikan orang yang tidak pernah mandi selama seminggu
penuh (meskipun ini memang sering terjadi jika sedang malas). Tetapi semangat
kuliah hari pertama untungnya yang benar-benar untung masih ada. Jadi saya
pergi dengan berjalan kaki bukan sampai UPI melainkan hanya sampai depan
stasiun karena berjalan kaki sampai UPI itu akan sangat melelahkan dan sangat
lama pastinya (pada akhirnya saya tahu jalan kaki dapat ditempuh dalam waktu
1,5 jam). Jadi yang sejadi-jadinya saya pun naik angkot ST HALL-Lembang.
Monday, October 14, 2013
Tangis Rahwana
oleh: Soni Farid Maulana
terpisah dari tangkai cintamu
mengapa jiwaku
seperti damar padam
di tengah malam buta?
lebih subur dari sehampar rumputan
yang tumbuh di tegalan;
Sita, belahan hidupku, rahmat atau kutukkah
benih cinta yang rimbun menghijau di dada?
jika kehandak Dewata
mengapa pertemuan dan perpisahan
sungguh duri di hati? O, Hanoman,
duta agung Sri Rama
apa kuasamu menghukum diriku
seperti ini? Sungguh sedikit pun
tidak aku takuti kematian datang menjelang
selain sesal yang dalam; mengapa aku
harus berpisah dengan mawar cintaku
malam alangkah dingin
hingga ke tulang
1986
*diambil dari antologi puisi "Sehampar Kabut"
terpisah dari tangkai cintamu
mengapa jiwaku
seperti damar padam
di tengah malam buta?
lebih subur dari sehampar rumputan
yang tumbuh di tegalan;
Sita, belahan hidupku, rahmat atau kutukkah
benih cinta yang rimbun menghijau di dada?
jika kehandak Dewata
mengapa pertemuan dan perpisahan
sungguh duri di hati? O, Hanoman,
duta agung Sri Rama
apa kuasamu menghukum diriku
seperti ini? Sungguh sedikit pun
tidak aku takuti kematian datang menjelang
selain sesal yang dalam; mengapa aku
harus berpisah dengan mawar cintaku
malam alangkah dingin
hingga ke tulang
1986
*diambil dari antologi puisi "Sehampar Kabut"
Friday, October 11, 2013
Analisis Puisi "Kupu-kupu" Karya Acep Zamzam Noor
oleh: Acep Zamzam Noor
Selembar daun kering
Jatuh sudah. Dan taman tersenyum
Bunga-bunga mengangguk di sekitarnya
Sebutir embun (mungkin air mata)
Di punggung daun yang jatuh
Menjadi doa. Kupu-kupu terbang entah ke mana
*diambil dari Antologi puisi "Tulisan pada Tembok, 2011"
Analisa
Aspek Sintaksis
Judul puisi “Kupu-kupu” ini terdiri dari satu kata. “Kupu-kupu” yang menjadi judul dari puisi ini merupakan
simbol utama dalam terbentuknya puisi ini.
Monday, September 30, 2013
Makna Tarian Sufi
oleh: Herlangga
Gerakan tarian sufi cukup sederhana.
Penari berputar melawan arah jarum jam. Kaki kiri sebagai poros putaran dan
kaki kanan yang melakukan putarannya. Sedangkan gerakan tangan hanya
mengarahkan telapak tangan kanan ke atas dan tangan kiri menghadap ke bawah.
Pada dasarnya, tarian sufi memiliki
gerakan yang lebih sederhana dibandingkan dengan gerakan tarian pada umumnya.
Gerakan tarian sufi hanyalah gerakan memutar di tempat ke arah yang berlawanan
dengan arah jarum jam. Dalam berputar, penari tidak memiliki patokan waktu
tentang “berapa lama ia harus berputar” atau “seberapa cepat putarannya”,
tetapi penari dituntut terus berputar hingga ia kehilangan emosi dan
menyerahkan diri sepenuhnya pada yang maha kuasa.
Gerakan berputar melawan arah jarum
jam itu sendiri dalam tarian sufi memiliki arti bahwa pada dasarnya segala hal
berputar. Segala yang ada memiliki kondisi dasar berputar, tidak ada beda atau
satu makhluk pun yang tidak berputar. Keadaan seperti itu terjadi karena
elektron, proton dan neutron yang merupakan inti penyusun semua makhluk dan
benda berputar. Semua putaran yang terjadi bergerak melawan arah jarum jam.
Putaran juga sama terjadi pada
kehidupan manusia. Manusia berawal dari tidak ada, kemudian menjadi ada, dan
pada akhirnya kembali tiada. Juga semua makhluk dan benda yang ada mengalami
perputaran kehidupan yang sama. Tetapi dari perputaran tersebut tidak ada satu
pun yang melenceng dari porosnya. Semua yang berputar terus mengikuti aturan
yang ada dan bergerak pada satu poros yang telah diciptakan oleh Allah.
Gerakan tangan pun memiliki makna
yang sangat dalam.
Saturday, July 27, 2013
Hujan
oleh: Herlangga
Hujan telah meredam luka
Nyatanya hujan pulalah yang telah memisahkan
Tapi tak ada hujan yang abadi
Bahkan luka pun tertutup kala hujan ini
Seperti
Kata-kata yang terpahat di tebing
Akar-akar, fosil, tulang dan beberapa batu
Telah bersembunyi di balik kata
Mereka di kekalkan hujan deras
Adapula
Puntung rokok, sampah plastik, bangkai pabrik
Dan panah eros serta busurnya
Tertimbun lebih dalam dari hati
Ketika hujan telah meredam luka
2012
Friday, July 26, 2013
Nostalgia Akibat Hari Anak....
oke berhubung hari anak masih deket, jadi saya kembali bernostalgia tentang masa kecil saya yang dahulu masih membahagiakan
sedikit cerita waktu saya masih kecil dulu dan perbandingan dengan zaman sekarang,
kerjaan saya tiap hari minggu adalah nongkrong di depan tipi nonton film anak anak yang masih bejibun hampir di semua stasiun tipi, kalo sekarang kalian mungkin udah tau sendirilah...
anak-anak zaman sekarang nongkrongnya udah ga di depan tipi lagi, tapi udah di depan hape
kalo zaman saya anak kecil pegang hape itu udah waw banget, tapi kalo hape-hapean sih banyak yang bunyinya tit tit tit...(anggap aja ini suara lagu barat lagi populer saat itu)
sedikit cerita waktu saya masih kecil dulu dan perbandingan dengan zaman sekarang,
kerjaan saya tiap hari minggu adalah nongkrong di depan tipi nonton film anak anak yang masih bejibun hampir di semua stasiun tipi, kalo sekarang kalian mungkin udah tau sendirilah...
anak-anak zaman sekarang nongkrongnya udah ga di depan tipi lagi, tapi udah di depan hape
kalo zaman saya anak kecil pegang hape itu udah waw banget, tapi kalo hape-hapean sih banyak yang bunyinya tit tit tit...(anggap aja ini suara lagu barat lagi populer saat itu)
Thursday, July 25, 2013
Perempuan Itu Adalah Ibuku
oleh: Arifin C. Noer
Perempuan yang bernama kesabaran
pabila malam menutup pintu-pintu rumah
masih saja ia duduk menjaga
anak-anak yang sedang gelisah dalam tidurnya
Perempuan itu adalah ibuku
Perempuan yang menangguhkan segalanya
bagi impian-impian mendatang. Telah memaafkan
setiap dosa dan kenakalan
anak-anak sepanjang jaman
Perempuan itu adalah ibuku
Bagi siapa Tuhan menerbitkan
matahari surga. Bagi siapa Tuhan memberikan
singgasanaNya. Dan dengan segala ketulusan
ia membasuh setiap niat busuk anak-anaknya
Dia adalah ibuku
1969
*diambil dari Antologi "Tonggak 3"
Wednesday, July 24, 2013
Mesin Kawin
oleh: Sutardji Calzoum Bachrie
burung membuat sarang di luar bunga menjadi buah di taman dua seksolog membikin mesinkawin dari kotakkotakkotak daging di atas ranjang baut itu telungkup seksolog saling memasukkan per mulai berdenyut dan busi mengerang tujuh enam lima empat tiga dua satu zero wau! motor menderam roda menggelindingkan daging di atas daging di atas pelamin di atas daging seksolog senyum laju bahtera laju tiktaktiktaktiktak cecak dan aku tersipu seksolog senyum mau kau mencoba mesinkawin? tiktaktiktaktiktaktiktaktiktak no no no no no no no no no no no mulut menjemput mulut daging menjemput daging sekrup baut menangkup hati dan kelamin tiktaktiktaktiktaktiktak seksolog senyum laju bahtera laju mau kau mencoba mesinkawin? tiktaktiktaktiktak aku tak mau di kotak tak mau di sekrup aku mau daging di padang aku mau burung terbang aku mau buah yang lapang tiktaktiktaktiktaktiktak seksolog senyum laju bahtera laju mau kau memaki mesin kawin stainless steel tahan goyang ditanggung sedap menggeliat sendiri bebas dari penat? tiktaktiktaktiktaktiktaktiktaktiktak no no no no no no no no no no no zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzz no
1970
*diambil dari Antologi "O, amuk, kapak"
burung membuat sarang di luar bunga menjadi buah di taman dua seksolog membikin mesinkawin dari kotakkotakkotak daging di atas ranjang baut itu telungkup seksolog saling memasukkan per mulai berdenyut dan busi mengerang tujuh enam lima empat tiga dua satu zero wau! motor menderam roda menggelindingkan daging di atas daging di atas pelamin di atas daging seksolog senyum laju bahtera laju tiktaktiktaktiktak cecak dan aku tersipu seksolog senyum mau kau mencoba mesinkawin? tiktaktiktaktiktaktiktaktiktak no no no no no no no no no no no mulut menjemput mulut daging menjemput daging sekrup baut menangkup hati dan kelamin tiktaktiktaktiktaktiktak seksolog senyum laju bahtera laju mau kau mencoba mesinkawin? tiktaktiktaktiktak aku tak mau di kotak tak mau di sekrup aku mau daging di padang aku mau burung terbang aku mau buah yang lapang tiktaktiktaktiktaktiktak seksolog senyum laju bahtera laju mau kau memaki mesin kawin stainless steel tahan goyang ditanggung sedap menggeliat sendiri bebas dari penat? tiktaktiktaktiktaktiktaktiktaktiktak no no no no no no no no no no no zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzz no
1970
*diambil dari Antologi "O, amuk, kapak"
Monday, July 22, 2013
Menunggu
oleh: Herlangga Juniarko
Seribu puisi kupahatkan di beranda rumahmu
Tapi kau tak kunjung keluar menyahuti smsku
Hanya angin malam dan redup lampu saja yang menemuiku kala ini
Hingga pada akhirnya hanya tiangtiang dan sunyi hujan
Menemaniku mengobrol tentang seseorang yang mati
Karena terlalu lama menunggu katanya
Lonceng malam dan deru motor geng sudah tak terdengar
Apakah kau masih di dalam rumah?
2012
Seribu puisi kupahatkan di beranda rumahmu
Tapi kau tak kunjung keluar menyahuti smsku
Hanya angin malam dan redup lampu saja yang menemuiku kala ini
Hingga pada akhirnya hanya tiangtiang dan sunyi hujan
Menemaniku mengobrol tentang seseorang yang mati
Karena terlalu lama menunggu katanya
Lonceng malam dan deru motor geng sudah tak terdengar
Apakah kau masih di dalam rumah?
2012
Sunday, July 21, 2013
Telepon Tengah Malam
oleh: Joko Pinurbo
Telepon berkali-kali berdering, kubiarkan saja
Sudah sering aku terima telepon dan bertanya
"Siapa ini?", jawabnya cuma "Ini siapa?"
Ada dering telepon, panjang dan keras,
dalam rongga dadaku.
"Ini siapa, tengah malam telepon?
Mengganggu saja."
"Ini Ibu, Nak. Apa kabar?"
"Ibu, Ibu di mana?"
"Di dalam"
"Di dalam telepon?"
"Di dalam sakitmu."
Ah, malam ini tidurku akan nyenyak.
Malam ini sakitku akan nyenyak tidurnya.
2004
*diambil dari antologi puisi "Baju Bulan"
Telepon berkali-kali berdering, kubiarkan saja
Sudah sering aku terima telepon dan bertanya
"Siapa ini?", jawabnya cuma "Ini siapa?"
Ada dering telepon, panjang dan keras,
dalam rongga dadaku.
"Ini siapa, tengah malam telepon?
Mengganggu saja."
"Ini Ibu, Nak. Apa kabar?"
"Ibu, Ibu di mana?"
"Di dalam"
"Di dalam telepon?"
"Di dalam sakitmu."
Ah, malam ini tidurku akan nyenyak.
Malam ini sakitku akan nyenyak tidurnya.
2004
*diambil dari antologi puisi "Baju Bulan"
Saturday, July 20, 2013
Di Kulkas: Namamu
oleh: Joko Pinurbo
Di kulkas masih ada
gumpalan-gumpalan batukmu
mengendap pada kaleng-kaleng susu
Di kulkas masih ada
engahan-engahan nafasmu
meresap dalam anggur-anggur beku
Di kulkas masih ada
sisa-sisa sakitmu
membekas pada daging-daging layu
Di kulkas masih ada
bisikan-bisikan rahasiamu
tersimpan dalam botol-botol waktu
1991
*diambil dari antologi puisi "Baju Bulan"
Di kulkas masih ada
gumpalan-gumpalan batukmu
mengendap pada kaleng-kaleng susu
Di kulkas masih ada
engahan-engahan nafasmu
meresap dalam anggur-anggur beku
Di kulkas masih ada
sisa-sisa sakitmu
membekas pada daging-daging layu
Di kulkas masih ada
bisikan-bisikan rahasiamu
tersimpan dalam botol-botol waktu
1991
*diambil dari antologi puisi "Baju Bulan"
Thursday, July 18, 2013
Puisi Pertama, Rin
oleh: Herlangga Juniarko
Rinjani, mungkin ini adalah puisi pertamaku untukmu
coretan-coretan kasar yang mengotori kertas takdirmu
namun coretan itu adalah darahku, Rin
Rambut hitam panjangmu yang membarai udara tersibak angin
menyemaikan cinta sepanjang jarak kita
tapi cintaku seperti pula rambutmu, terus bersemi tanpa lelah
bahkan keringat dan pakaian yang selalu menyusuri lekuk tubuhmu
tak sedikit pun mampu menyentuh ruang sucimu, ruang hati
yang terus menghangat setiap jantung kita berdegub
kau tahu Rinjani, mereka yang kejam
adalah mereka yang memisahkan sepasang kekasih yang saling mencinta
yaitu: ruang dan jarak (selalu seperti itu)
2013
Rinjani, mungkin ini adalah puisi pertamaku untukmu
coretan-coretan kasar yang mengotori kertas takdirmu
namun coretan itu adalah darahku, Rin
Rambut hitam panjangmu yang membarai udara tersibak angin
menyemaikan cinta sepanjang jarak kita
tapi cintaku seperti pula rambutmu, terus bersemi tanpa lelah
bahkan keringat dan pakaian yang selalu menyusuri lekuk tubuhmu
tak sedikit pun mampu menyentuh ruang sucimu, ruang hati
yang terus menghangat setiap jantung kita berdegub
kau tahu Rinjani, mereka yang kejam
adalah mereka yang memisahkan sepasang kekasih yang saling mencinta
yaitu: ruang dan jarak (selalu seperti itu)
2013
Wednesday, July 17, 2013
Semantik
oleh: Herlangga Juniarko
I
Apa maksudmu?
Ia lebih bermakna dari makna!
II
Apa maknanya?
Ia tidak punya maksud apapun!
III
Jadi bagaimana, Makna?
(K)ita (a)dalah se(t)iap (a)ku.
2013
I
Apa maksudmu?
Ia lebih bermakna dari makna!
II
Apa maknanya?
Ia tidak punya maksud apapun!
III
Jadi bagaimana, Makna?
(K)ita (a)dalah se(t)iap (a)ku.
2013
Tuesday, July 16, 2013
Setiamu
Adalah pentul korek yang tak diaku,
Pun, aku menganggapmu begitu,
Tuan lugu yang selalu bersua tentang aku,
Terus menjamah kerudungku dengan rindumu,
Aku adalah adalah potongan tulang rusukmu, itu katamu
Dan aku bersua, sungguh lucu!
Siapa kamu?
Berani-beraninya selalu mengeja namaku!
Aku takkan bisa kaurindu dalam diammu, Tuan!
Coba katakan!
Kamu akan menungguku sampai langit tak berseliput awan?
Kamu mau menyisakan sehimpit ruang sampai burung-burung gereja tak lagi berdatangan?
Kamu mau merinduku sampai kemarau tak lagi menyesap sepiku?
Kamu mau menjadi udaraku yang bisa setiap saat kuhirup?
Aku yakin kau takkan mau, Tuan.
Sesak, aku merasa udara menyesakkan dadaku
Ketika kamu, dengan segaris senyuman mengangguk mau
Lagi, kamu mau mengisi ruang dalam jelaga hatiku
Aku membisu, aku malu
Aku tak punya lagi peluru untuk menyerangmu
Karena setiamu telah mencumbuku
Sekarang, kamu bukan pentul korek lagi, Tuan
Doa-doa dalam diammu mematahkan lengan egoku
Sajakmu telah merobohkan tembok keangkuhanku
Aku terbius pada setiap lema yang kautulis
Seakan di setiap lemanya mengendap cintamu
Mengembun, menunggu digapai olehku
Dan sekarang, pun aku mau menerimamu
Monday, July 15, 2013
Diam
: Dhika Zakaria
oleh: Faisal Febriyanto
Barangkali diam
adalah hal yang menyelamatkan
Mungkin tidak selalu
Karena itu terlalu kaku
Kau mampu
untuk tidak begitu
agar waktu tidak membeku
berlalu meninggalkanmu
FPBS, 2012
oleh: Faisal Febriyanto
Barangkali diam
adalah hal yang menyelamatkan
Mungkin tidak selalu
Karena itu terlalu kaku
Kau mampu
untuk tidak begitu
agar waktu tidak membeku
berlalu meninggalkanmu
FPBS, 2012
Saturday, July 13, 2013
Di Musim Semi
oleh: Sungging Raga
pada lukisan terakhir
gadis itu telah kehilangan
seratus koloni kata cinta
yang seharusnya ia dengar
dari lelaki di sebelahnya
“nyatakah engkau ini?”
ia merasa lelaki itu kini hanya prasasti
di lorong bunga
tempat anak-anak muda bercanda
dalam kencan herbivora
“aku ke toilet dulu ya, lima menit.”
ucap gadis itu dengan sedih
—lima menit yang terasa kekal
di dalam hatinya
maka di depan sebuah keramik china
diam-diam ia catat kesedihannya
serupa angin lembut
beraroma terpentin,
“kami pernah di sini.” bisiknya
pada foto seorang kaisar tua
dan saat lelaki itu mengajaknya
pergi dari museum
gadis itu masih menggenggam erat
dua lembar sobekan tiket
yang tak mungkin lagi
diulangi perjalanannya.
Lampung Post, 7 April 2013
pada lukisan terakhir
gadis itu telah kehilangan
seratus koloni kata cinta
yang seharusnya ia dengar
dari lelaki di sebelahnya
“nyatakah engkau ini?”
ia merasa lelaki itu kini hanya prasasti
di lorong bunga
tempat anak-anak muda bercanda
dalam kencan herbivora
“aku ke toilet dulu ya, lima menit.”
ucap gadis itu dengan sedih
—lima menit yang terasa kekal
di dalam hatinya
maka di depan sebuah keramik china
diam-diam ia catat kesedihannya
serupa angin lembut
beraroma terpentin,
“kami pernah di sini.” bisiknya
pada foto seorang kaisar tua
dan saat lelaki itu mengajaknya
pergi dari museum
gadis itu masih menggenggam erat
dua lembar sobekan tiket
yang tak mungkin lagi
diulangi perjalanannya.
Lampung Post, 7 April 2013
Friday, July 12, 2013
Pintu
Malam menyanyikan sepi, juga cahaya rembulan
Namamu adalah lirik yang selalu dinantikan malam untuk dinyanyikan
Lalu bagaimana kabar pintu yang selama ini kau tutup?
Apa ia sudah terbuka seperti angin yang menghempaskan kerikil
Atau ia masih tertutup serupa cadas yang ditumbuk kayu
Kau tahu, aku masih di depan pintu tersebut
Bernyanyi bersama malam
Terus menyanyikan sepi, juga cahaya rembulan
Disini,
Kadang dingin mencekam
Kadang bidadari melenggang
2013
Herlangga Juniarko
Thursday, July 11, 2013
Ada yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni
: SDD
oleh: Agus Noor
Ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, ialah ia, yang terus mencintaimu, meski kau tak pernah menyadari, dan selalu berjaga dalam kesedihan dan kebahagiaanmu
Ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, ialah ia, yang terus mencintaimu, meski kau tak pernah menyadari, dan selalu berjaga dalam kesedihan dan kebahagiaanmu
Ialah yang menggeletar dalam doa-doamu, tanpa pernah kau menyadari, dan kau pun tentram karena merasa ada yang selalu menjagamu
Tanpa pernah kau menyadari, ia diam-diam menjelma bayanganmu, hingga bahkan pun dalam sunyi kau tak lagi merasa sendiri.
Ia, yang sungguh lebih tabah dari hujan
bulan Juni, selalu berbisik lembut di telingamu, meski kau tak pernah
menyadari, dan seluruh kenanganmu menjadi hangat dalam ingatan
Saat kau terisak menahan tangis, ia yang
lebih bijak dari bulan Juni, merasuk ke dalam dadamu yang disesaki duka,
hingga kau semakin memahami: betapa airmata mencintai orang yang paling
dicintainya dengan cara menjatuhkan diri
Ia jugalah yang menyelusup ke
paru-parumu, tanpa sekali pun pernah kau menyadari, ketika kau mendadak
tersengal oleh entah apa, dan segalanya tiba-tiba saja menjadi terasa
lega
Ketika senja, ia yang lebih arif dari
bulan Juni, tanpa pernah kau menyadari, meruapkan hangat ke dalam teh
yang tengah kau nikmati pelan-pelan, hinga kau merasakan sore begitu
damai dan menentramkan
Ia jualah yang terus duduk di sampingmu,
tanpa pernah kau menyadari, menemanimu dengan sabar memandangi cahaya
senja yang perlahan memudar, dan kau bersyukur pada segala yang sebentar
Dan ketika kau tidur, ia yang lebih arif
dari bulan Juni, tak lelah berjaga: dihapusnya debu kecemasan yang
berguguran dalam mimpimu
Ada yang jauh lebih tabah dari hujan
bulan Juni, lebih bijak, dan lebih arif, tetapi kau tak pernah
menyadari, meski selalu ada di kesedihan dan kebahagiaanmu, karena ia
tak henti-henti mencintaimu
2010
Wednesday, July 10, 2013
Sebelum Hujan Bulan Juni
:sdd
oleh: Aan Mansyur
Bulan-bulan yang sarat air itu telah surut
langit kini hanya punya apa, kecuali api?
Maka menangislah kita sepuas kemampuan,
sebuas kemauan, agar hangus segala rawan
menjadi gumpal jelaga di gempal wajah awan.
Kelak ketika hitam wajah awan yang embun
dari duri dahan mata kita itu kembali mencair,
kita hanya butuh tabah jika seorang penyair
menamainya sesuatu semisal hujan bulan juni.
2009
*diambil dari http://hurufkecil.wordpress.com/2009/11/02/sebelum-hujan-bulan-juni/
oleh: Aan Mansyur
Bulan-bulan yang sarat air itu telah surut
langit kini hanya punya apa, kecuali api?
Maka menangislah kita sepuas kemampuan,
sebuas kemauan, agar hangus segala rawan
menjadi gumpal jelaga di gempal wajah awan.
Kelak ketika hitam wajah awan yang embun
dari duri dahan mata kita itu kembali mencair,
kita hanya butuh tabah jika seorang penyair
menamainya sesuatu semisal hujan bulan juni.
2009
*diambil dari http://hurufkecil.wordpress.com/2009/11/02/sebelum-hujan-bulan-juni/
Tuesday, July 9, 2013
Yang Terluka Pada Entahnya
oleh: Herlangga Juniarko
Mawar redam meredamkan kemelut jingga jiwa
Mawar redam meredamkan kemelut jingga jiwa
Pada mata tertanam duriduriduriduri
tipis
Tiga belas ekor gagak menerkam
kejam sekerat daging
Pada tubuh terlepas rohrohrohroh
naas
Putri Andromeda, wahai putri
Jangan berikan seikat mawar padaku
Karena duriduriduriduri tipis
Sungguh merobek menancap tertanam
dalam
Wahai bidadari di ufuk utara gunung
surga
Serahkanlah gagak yang sedari itu
kau piara
Biar dibawanya rohrohrohroh naas
Sungguh neraka begitu panas meski
tanpa rindu
2012
Monday, July 8, 2013
Nokturno
oleh: Acep Zamzam Noor
Untukmu kunyanyikan lagu rinduku malam ini
Dengan musik yang tenang kulayari gelombang pasang
Kau tahu, betapa hening bunyi yang diciptakannya
Berdenting, mengetuk-ngetuk lantai dan dinding
Betapa nyaring! Betapa runcing percik-percik airnya
Untukmu kunyanyikan lagu rinduku malam ini
Dengan penuh kekhusukan kudaki nada-nada tinggi
Lalu menukik ke dalam semadi, menyelam ke lubuk sepi
Kau tahu, kekasihku, rindu ialah napas syair-syairku
Ialah gitar yang kugaruki sepanjang waktu
Ialah musik improvisasi, yang iramanya berasal dari lubuk hatiku
Ialah samudera luas yang ikan-ikan serta camar-camarnya liar
Ialah deru angin sakal, yang menghantam layar dan buritan
Ialah gemuruh biru, yang gemanya bersahutan dalam dadaku
Yang menggedor-gedor dinding beku. Aku cinta padamu
*diambil dari Antologi puisi "Tulisan Pada Tembok"
Untukmu kunyanyikan lagu rinduku malam ini
Dengan musik yang tenang kulayari gelombang pasang
Kau tahu, betapa hening bunyi yang diciptakannya
Berdenting, mengetuk-ngetuk lantai dan dinding
Betapa nyaring! Betapa runcing percik-percik airnya
Untukmu kunyanyikan lagu rinduku malam ini
Dengan penuh kekhusukan kudaki nada-nada tinggi
Lalu menukik ke dalam semadi, menyelam ke lubuk sepi
Kau tahu, kekasihku, rindu ialah napas syair-syairku
Ialah gitar yang kugaruki sepanjang waktu
Ialah musik improvisasi, yang iramanya berasal dari lubuk hatiku
Ialah samudera luas yang ikan-ikan serta camar-camarnya liar
Ialah deru angin sakal, yang menghantam layar dan buritan
Ialah gemuruh biru, yang gemanya bersahutan dalam dadaku
Yang menggedor-gedor dinding beku. Aku cinta padamu
*diambil dari Antologi puisi "Tulisan Pada Tembok"
Sunday, July 7, 2013
Menggambar Hujan
oleh: Sabiq Carebesth
Melaju di antara lampu warna senja
Perempuan di tepi jendela warna jingga
Menggambar hujan di atas kota
Deru kereta membawa serta cerita
pilu senantiasa di antara nasib dan cinta
Ia ingin menari ria denganmu
Di malam hujan warna cahaya dan laju kereta
Seperti musik di malam diam
Suaramu menggantikan sunyi
Menjadi kelam dalam bayangan muram
Aku berjalan pada sepanjang jalan
Aku tahu pilu pada yang kehilangan
"jangan kemana-mana..."
jakarta, Mei 2011
*diambil dari antologi puisi "Memoar Kehilangan"
Melaju di antara lampu warna senja
Perempuan di tepi jendela warna jingga
Menggambar hujan di atas kota
Deru kereta membawa serta cerita
pilu senantiasa di antara nasib dan cinta
Ia ingin menari ria denganmu
Di malam hujan warna cahaya dan laju kereta
Seperti musik di malam diam
Suaramu menggantikan sunyi
Menjadi kelam dalam bayangan muram
Aku berjalan pada sepanjang jalan
Aku tahu pilu pada yang kehilangan
"jangan kemana-mana..."
jakarta, Mei 2011
*diambil dari antologi puisi "Memoar Kehilangan"
Saturday, July 6, 2013
Mantra: Dunia Sudah Menjadi Seperti Ini
: demokrasi
oleh : Herlangga Juniarko
itam ipat pudih. taykar nakenem utab
......... anerak
Indonesia, 2013
oleh : Herlangga Juniarko
itam ipat pudih. taykar nakenem utab
......... anerak
Indonesia, 2013
Friday, July 5, 2013
Kau Adalah Horison Tak Kasatmataku
oleh: Herlangga Juniarko
mungkin aku telah terkena Chuunibyou
karena tak ada beda antara nyata dan ilusi
"Banishment This World"
kau melayang serupa bintang dalam tata surya
bercahaya dengan anggun dikejauhan
pada angkasa kau serupa berlian diantara kegelapan dan kehampaan
:seperti hatiku
horison yang tak pernah mampu kulihat
inilah ruang yang tak pernah mampu kusentuh
:seperti hatimu
2013
*Chuunibyou adalah penyakit sosial yang membuat seseorang hidup dalam ilusinya sendiri
**puisi ini terinspirasi dari anime "Chuunibyou demo koi ga shitai!"
mungkin aku telah terkena Chuunibyou
karena tak ada beda antara nyata dan ilusi
"Banishment This World"
kau melayang serupa bintang dalam tata surya
bercahaya dengan anggun dikejauhan
pada angkasa kau serupa berlian diantara kegelapan dan kehampaan
:seperti hatiku
horison yang tak pernah mampu kulihat
inilah ruang yang tak pernah mampu kusentuh
:seperti hatimu
2013
*Chuunibyou adalah penyakit sosial yang membuat seseorang hidup dalam ilusinya sendiri
**puisi ini terinspirasi dari anime "Chuunibyou demo koi ga shitai!"
Thursday, July 4, 2013
Angkutan Kota
oleh: Herlangga Juniarko
Dalam angkutan kota
Orang-orang berbicara sekenanya
Adapula yang merenung berpikir
Tentang demokrasi?
Ah, demokrasi hanya mitos purbakala
Sedangkan ego adalah kesalahan yang nyata
Dalam angkutan kota
Kita hanya mendengar dunia mereka
Yang masih terjebak dalam dunia kebohongan
Ladang yang disuguhkankan oleh para kuasa
Sedang kita tetap saja bersama
Selama satu jam menjadi pendengar
Membayar dan kemudian dihempaskan
2012
Dalam angkutan kota
Orang-orang berbicara sekenanya
Adapula yang merenung berpikir
Tentang demokrasi?
Ah, demokrasi hanya mitos purbakala
Sedangkan ego adalah kesalahan yang nyata
Dalam angkutan kota
Kita hanya mendengar dunia mereka
Yang masih terjebak dalam dunia kebohongan
Ladang yang disuguhkankan oleh para kuasa
Sedang kita tetap saja bersama
Selama satu jam menjadi pendengar
Membayar dan kemudian dihempaskan
2012
Wednesday, July 3, 2013
“Kutinggalkan Rembulan padamu, Kanda”
oleh: Herlangga Juniarko
“Kanda, aku akan meninggalkan
rembulan untukmu”
Siluet senja pun menusuk lubang
hatiku
Burung-burung berterbangan pula
seakan tak percaya
“Dinda, sungguh aku mencintaimu”
Ombak terasa tenang kini
Ketika rembulan telah kugenggam
penuh
Cahaya pun menciut di langit malam
ini
Sungguh tak ada yang lebih kelam, Dinda.
Selain
Perpisahan yang telah kita duga,
seperti nisan
Yang tegak di tanah pekuburan
“Kita pasti akan menyempurnakan
sinar rembulan itu, Kanda
Seperti dulu kita menyatukan
perbedaan hitam dan putih”
Itulah katamu dahulu, meskipun
bayang-bayang
Sempurna benar kelamnya menyobek
hatiku seperti siluet senja
Yang menikami awan
“Apakah pisau itu telah kau
kirimkan pula, Dinda
Ke dalam jantungku yang tengah
retak ini”
“Aku telah mengirimkannya, Kanda.
Bersama seribu mawar
Yang telah kau berikan padaku
dahulu”
(Hujan badai datang bersama ajal)
Dan rembulan itu kugenggam erat
meskipun rusak
2012
Tuesday, July 2, 2013
Kepada Perempuan Berkerudung Senja
oleh: Herlangga Juniarko
Langkahlangkah bukanlah langkah benar
Langkahlangkah bukanlah langkah benar
Dulu itu tak tahu siapa yang
mencengkeram pagi
Tibatiba matahari sudah di atas
kepala
Siang pun menjadi biasa, entah
bagaimana
Angin membawa air dari langit
Hingga teduh tempat ini, karena
dibawanya pula awan
Rasanya senja tak usah datang
Biar kunikmati sejenak air yang
menetes dari kerudungmu
Juga bibir yang kerap menertawakaku
kala panas menderai
Tapi memang tak pernah ada yang
bertanggungjawab pada
Pagi yang entah dicengkeram oleh
siapa (mungkin olehku)
Malam luluh di kakimu, juga aku dan
rembulan yang sengaja kuseret padamu
Sepertinya aku terlalu lama
mencumbumu
Maka pulanglah sebelum kerudungmu
terbang bersama angin malam
Dan kau benar pulang kembali ke
utara
Setelah kau mencuci tangan bekas
percumbuan kita
Kala siang tadi
2012
Monday, July 1, 2013
MMK
oleh: Putu Wijaya
SEORANG anak bertanya kepada
neneknya:”Nenek,… itu apa?”Perempuan tua itu ternganga. Sebelum dia sempat
membuka mulut, pertanyaan itu berkembang.
”Nenek punya … tidak?”Orang tua itu
kontan shock. Tetapi cucunya terus juga bertanya.
”Sekarang Nenek punya berapa
…?”Karena tak kuat menahan kekurangajaran itu, nenek itu langsung pergi
meninggalkan cucunya. Ia mengungsi ke rumah tetangga. Ketika anak dan
menantunya pulang, ia langsung melapor sambil menangis.
”Anakmu kurang ajar.
Pengaruh film, televisi, pergaulan bebas, dan narkoba sudah membuat dia bejat.
Ajari anakmu moral, jangan hanya dikasih duit! Mau jadi apa dia nanti kalau
sudah besar? Setan?”Menantu nenek, ibu anak itu langsung mencari anaknya. Tanpa
bertanya lagi anak itu langsung diberinya hukuman.
”Kamu sudah kurang ajar
kepada nenek, mulai sekarang duit uang makan kamu dikurangi, sampai moral kamu
lebih baik. Kamu harus belajar menghormati orang tua. Orang tua itu adalah asal
muasal dan cikal bakal kamu, kamu sama sekali tidak boleh membuat orang tua
marah. Sekali lagi kamu kurang ajar, ibu kirim kamu ke desa! Tidak usah membela
diri!”Anak itu tidak berani menjawab. Tetapi ketika keadaan menjadi lebih
tenang, dia menghampiri bapaknya, lalu kembali menanyakan pertanyaan yang belum
terjawab itu.
”Pak, — itu apa?”Bapak anak itu terkejut. Cangklong yang sedang
diisapnya sampai terlepas. Tetapi ia mencoba tenang, lalu menjawab dengan
taktis diplomatis:
”Rambut adalah mahkota semua manusia. …. itu adalah mahkota
wanita.
Friday, June 28, 2013
Mestikah Kuiris Telingaku Seperti Van Gogh?
oleh: Seno Gumira Ajidarma
“Lihatlah bagaimana aku
mencintaimu kekasihku. sudah begitu lama kita berpisah, tapi aku ingin
mengawinimu. Telah kuraih gelar MBA dari harvard. Telah kududuki jabatan
manajer perusahaan multinasional. Telah kukumpulkan harta benda
berlimpah-limpah. Kawinlah denganku. Kuangkat kamu dari lembah hitam. Marilah
jadi istriku. Jadi orang baik-baik, terhormat dan kaya. Ayo pergi dari sini,
kita kawin sekarang juga.”
Ia tersenyum, masih seperti dulu. Ada kerutan di ujung
matanya, tapi masih menatap dengan jalang. Dan setiap kali aku menatap mata
itu, dadaku rasanya bagai tersirap.
”Ayolah kekasihku, cepat, kita
pergi dari sini. Lihatlah Baby Benz yang menunggumu. Akan kumanjakan kamu
seperti ratu. Pergilah dari tempat busuk ini. Jauhilah lagu dangdut. Jauhilah
bir hitam, marilah memasuki dunia yang elit dan canggih. Kuperkenalkan kamu
nanti dengan dunia Mercantile Club, dunia para pedagang dan para manajer
internasional. Kuajari kamu main polo, kuajari kamu naik kuda, kuajari kamu
bicara Prancis, sambil sedikit-sedikit mengutip Simone De Beauvoir. kujadikan
kamu seorang wanita diantara wanita. Berparfum Poison keluaran Christian Dior,
berbaju rancangan Lacroix, bercelana dalam Wacoal. Cepat kekasihku, pergi
bersama aku. Waktu melesat seperti anak panah. Jangan sampai kamu jadi tua
disini. Menjadi kecoa yang tidak berguna.”
Ia tersenyum lagi. Matanya jalang
sekali. Rambutnya keriting dan panjang.
”Ayo cepat kekasihku. Cepat. Jangan
sampai dunia berubah. Tak ada yang kekal didunia ini. Tak ada yang setia. Ayo
cepat. Tunggu apa lagi?”
Thursday, June 27, 2013
Hawa Dingin
oleh: Sapardi Djoko Damono
dingin malam memang tak pernah mau
dingin malam memang tak pernah mau
menegurmu, dan membiarkanmu telanjang;
berdiri saja ia di sudut itu
dan membentakku, “Ia hanya bayang-bayang!”
“Bukan, ia tulang rusukku,” sahutku
sambil menyaksikannya mendadak menyebar
ke seluruh kamar — yang tersisa tinggal abu
sesudah kita berdua habis terbakar.
berdiri saja ia di sudut itu
dan membentakku, “Ia hanya bayang-bayang!”
“Bukan, ia tulang rusukku,” sahutku
sambil menyaksikannya mendadak menyebar
ke seluruh kamar — yang tersisa tinggal abu
sesudah kita berdua habis terbakar.
*diambil dari antologi puisi "Ayat-ayat Api"
Wednesday, June 26, 2013
Ayat-ayat Tokyo
oleh: Sapardi Djoko Damono
/1/
angin memahatkan tiga patah kata
di kelopak sakura —
ada yang diam-diam membacanya
/2/
ada kuntum melayang jatuh
air tergelincir dari payung itu;
“kita bergegas,” katanya
/3/
kita pandang daun bermunculan
kita pandang bunga berguguran
kita diam: berpandangan
/4/
kemarin tak berpangkal, besok tak berujung —
tak tahu mesti ke mana
angin menyambar bunga gugur itu
/5/
lengking sakura —
tapi angin tuli
dan langit buta
/6/
menjelma burung gereja
menghirup langit dalam-dalam —
angin musim semi
angin memahatkan tiga patah kata
di kelopak sakura —
ada yang diam-diam membacanya
/2/
ada kuntum melayang jatuh
air tergelincir dari payung itu;
“kita bergegas,” katanya
/3/
kita pandang daun bermunculan
kita pandang bunga berguguran
kita diam: berpandangan
/4/
kemarin tak berpangkal, besok tak berujung —
tak tahu mesti ke mana
angin menyambar bunga gugur itu
/5/
lengking sakura —
tapi angin tuli
dan langit buta
/6/
menjelma burung gereja
menghirup langit dalam-dalam —
angin musim semi
*diambil dari antologi puisi "Ayat-ayat Api" karya Sapardi Djoko Damono
Sunday, June 23, 2013
Kisah Putih Abu
agan- agan sekalin mungkin udah pernah merasakan masa SMA yang katanya masa terindah ya kan? oh atau ada yang masih di SMA atau masih menunggu waktu supaya naik tingkat ke SMA, tapi percayalah! saat SMA nanti pasti akan menjadi waktu terbaik yang kalian punya.
kenapa?
ya karena yang pertama, kalian pasti masih muda dan masih segar (kalo muda sih pasti)
jadi kalian dapat melakukan kegiatan yang pastinya menyenangkan (menyenangkan itu subjektif bro)
lalu yang lainnya mungkin kalian akan mendapatkan banyak teman dengan keterkaitan yang sangat erat satu sama lain.
kalo gue sih udah keluar dari SMA sejak lama (xixixi T_T berasa tua gue) dan ada satu hal yang pasti selalu mengingatkan gue pada temen-teman SMA gue, yaitu saat hendak perpisahan kita (sekelompok orang dalam kelas yang saya juga termasuk) membuat sebuah lagu! dan inilah
Kisah Putih Abu
artist: Mhaxsyat Corp. (nama kelas gue)
tak lama lagi kita kan menuju masa depan
yang kita impikan
selama ini semua yang pernah kita lakukan
tinggalah kenangan yang tak terlupakan
Saturday, June 22, 2013
Sepenggal Surat Dariku
Untuk Rapiah*
oleh: Herlangga Juniarko
Engkau telah mencintainya, aku tahu itu
Sedang dengan sengaja ayahmu memberi padanya
Namun malang terhampar dihadapanmu
Sebagai nista dalam gadismu
“Kegadisan hanya datang sekali” katamu
Dan aku melihat perangai lelaki itu,
Begitu buruk padamu
Tapi tak pernah mampu mengusutkan jubah iman
Yang sedari dulu kau genggam
Adapun surat yang kukirim untukmu
Untuk bersegera melakukan penceraian dengannya
Agar aman tentram hidupmu dan hidupnya
Dan aku akan datang padamu dengan cinta
Yang tak perlu kau khawatirkan lagi
Dengan senyum manis kau menjawab,
“Aku tak sengaja mencintainya,
Dan aku akan terus bertahan dengan itu”
Sesekali kulihat dari jauh wajah jernihmu
Dihantam sebagai babu oleh lelaki itu
Lelaki yang tak sengaja kau cintai
Aku hanya mampu mengubur saja mimpiku
Memperistri engkau bagaikan memecah cadas dengan kayu
Tak pernah sampailah maksud hatiku
Bertumpuklah rasa ini setiap memandang lelakimu itu
Sesungguhnya beruntunglah ia
Tapi kulihat dalam hematku
Ia tak pernah berpikir beruntung
Engkau bagaikan nista yang tak sengaja menempel di
tubuhnya
Dan mendaging bersamanya
Namun kau masih berwajah jernih
Dan mampu bersenyum padanya
Aku tak pernah mengerti bagaimanakah mungkin
Engkau dapat mencinta lelaki yang menyia-nyiakanmu
2012
*salah satu tokoh dalam
novel "Salah Asuhan" karya Abdul Muis
Subscribe to:
Posts (Atom)