Friday, December 20, 2013

Malin Kundang

oleh: Joko Pinurbo

Malin Kundang pulang menemui ibunya
yang terbaring sakit di ranjang.
Ia perempuan renta, hidupnya tinggal
menunggu matahari angslup ke cakrawala.

“Malin, mana isterimu?”
“Jangankan isteri, Bu. Baju satu saja robek di badan.”

Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu
seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.

“Benar engkau Malin?”
“Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.”
“Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering
dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar
bahwa Malin, anakku, akan datang
dengan isteri yang bagus dan pangkat yang besar.”
“Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.”
“Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”

Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya:

Thursday, December 19, 2013

Cerita Hari Ini

oleh: Herlangga

Hari ini, ia bertemu dengan volt
"Kenapa dunia begitu sunyi" dalam hatinya
Padahal temannya tengah mengobrol
Tapi ia bisu kala itu, tiba-tiba

"Hari ini," katanya
"Begitu menegangkan seperti biasanya" dalam hati
(Matanya terjebak dalam voltase)


2013

Wednesday, December 18, 2013

Abad yang Berlari

oleh: Afrizal Malna

palu. waktu tak mau berhenti, palu. waktu tak mau berhenti.
seribu jam menunjuk waktu yang bedaberbeda. semua ber-
jalan sendiri-sendiri, palu.

orang-orang nonton televisi, palu. nonton kematian yang di-
buka di jalan-jalan, telah bernyanyi bangku-bangku sekolah,
telah bernyanyi di pasar-pasar, anak-anak kematian yang
mau merubah sorga. manusia sunyi yang disimpan waktu.

palu. peta lari berlarian dari kota datang dari kota pergi,
mengejar waktu, palu, dari tanah kerja dari laut kerja dari
mesin kerja. kematian yang bekerja di jalan-jalan, palu. ke-
matian yang bekerja di jalan-jalan.

dada yang bekerja di dalam waktu.

dunia berlari. dunia berlari
seribu manusia dipacu tak habis mengejar.

1984

*dari antologi puisi "abad yang berlari"

Monday, December 16, 2013

Nisan

oleh: Chairil Anwar

Untuk nenekanda

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta.


Oktober, 1942

Sunday, December 15, 2013

Arsitektur Hotel

oleh: Afrizal Malna

Hotel sepi. Hotel mati. Seekor burung dari kamar ke kamar,
menyileti cermin. Dan batu-batu membuat bangku, dan
batu-batu membuat pintu, dan batu-batu membuat tamu.
Dada. Telur-telur mengisi hotel. Beri aku orang.

Hotel mengubah orang-orang datang jadi orang-orang
pergi, menyetir mobil, menyetel radio sendiri, me-
manggil burung-burung terbang, menghias sunyi di setiap
telur. Maka, Dada, kupu-kupu bersarang jadi pohon mati,
burung-burung terbang jadi bukit mati. Ia bangun manusia
pecah.

Ini jam hotel. Dada. Waktu sedang membuat sarang, mem-
buat telur. Setelah semua janji dianggap tidak suci, angin
itu jadi hotel, semangka itu jadi hotel, sapi itu jadi hotel.
Maka jendela-jendela hotel, Dada, menunggu semua yang
pergi, menunggu semua yang lari, menunggu semua yang
tak setuju.

Biarkan tamu-tamu datang. Dada. Memecahkan telur dari
kamar ke kamar. Memecahkan telur dari kamar ke kamar.

1984


*dari antologi "Abad yang Berlari"

Saturday, December 14, 2013

Ke-ada-an Warna

oleh: Herlangga

ada yang merindukan warna
pada cahaya ia menepis gelap
gerbong-gerbong masih bergerak
mengikuti lokomotiv masa

lalu apa artinya kebisuan?
kesunyian yang memecah gerbong
hanyalah jeda antara ketiadaan

dari dalam tasnya ia megambil ada
seperti lampu neon bercahaya
untuk melenyapkan tiada

bukankah warna berawal dari cahaya?
lalu apa warna dari ada?
ia masih merindukan warna yang telah habis masanya


2013

Friday, December 13, 2013

Kami Telah Merdeka , Bung!

Terkisahkan dalam kata-kata
Pada langit Nagasaki dan Hiroshima
Sebuah uranium telah melebur di udara
Hingga hilang lebur kota

Sebulan kemudian, aku melihat mereka mendatangi
Di Surabaya, bendera telah berkibar,
tetapi bukan bendera kami
Merah, putih dan biru mengambang di udara
Seakan-akan menginjak harga diri bangsa

Rakyat pemberani memanjat merayapi udara menuju bendera
Ia robek warna biru. Ia proklamirkan,
“Indonesia telah merdeka, Bung!”

Amarah telah di puncak, langit mengelam

Thursday, December 12, 2013

Kenangan

Oleh: Herlangga

Rokok yang kuhisap di ujung senja
sungguh mengingatkanku padamu. Abu-abu
berterbangan ditiup angin kemarau. Dan ketika kemarin
kita berada di pucak gunung itu.
Kau melihat samudra yang indah di sudut pagi,

ada pula sisasisa purnama di atasnya.
Sugguh kau mencintai itu. Seperti aku
mencintai setiap partikel cahaya yang meluncur ke hadapanku
serupa dirimu. Kenangan memang indah seperti
tiktok jam dinding yang mengaduk sepi

di sekelilingku. Dan ketika itu, aku melupakanmu.
Karena pedang telah mengkilat
di ujung leherku.


2012

Tuesday, December 10, 2013

Sehalaman Komik Hitam

oleh: Hasan Asphani

Hingga setengah pertunjukan, kita masih
memainkan adegan tanpa perbincangan.

Di balon percakapanmu kau mengatur
sejumlah konsonan. Seperti tak faham,
aku telah lama tak tahu apa mau dikatakan.

Lalu halaman cuma hitam. Cahaya karam.

Kau tahu, tak? Ada yang terkekeh Membaca,
kita yang terjebak adegan. Tanpa perbincangan.

*dari antologi "Telimpuh"

Saturday, December 7, 2013

Analogi Anak-anak

oleh: Herlangga Juniarko

Marah hanyalah beberapa anak kecil yang lepas dari pandangan ibunya di pembaringan
Sedangkan anak-anak itu pasti akan kembali ke pangkuan ibunya ketika malam telah tergenang di langit
Jadi tak perlulah ikut berkeliaran dan melepaskan dirii dari pandangan sang ibu
Karena kesabaran adalah ibu yang rela melepaskan anaknya hilang dari pandangan dan mennunggunya hingga purnama membentang
Dan pertikaian kita kini hanyalah pertemuan senja dan malam yang sedari dulu selalu di perbincangkan oleh anak dan ibunya ketika berjumpa

2012

Friday, December 6, 2013

Jati Diri Sastra dalam Masyarakat

oleh: Herlangga Juniarko


            Sastra merupakan salah satu bentuk seni yang berupa bahasa. Dalam masyarakat, bahasa merupakan bagian penting dari kehidupan. Bahasa menjadi alat komunikasi masyarakat secara keseluruhan, sehingga sastra pun menjadi bagian penting yang membangun perkembangan bahasa.  Dengan begitu, sastra tidak akan terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
            Perkambangan sastra berbanding lurus dengan kehidupan berbahasa manusia. Sastra yang dapat berfungsi sebagai hiburan mampu dengan mudah diterima masyarakat. Hal itu terjadi karena manusia pada dasarnya menyukai keindahan dan sastra merupakan keindahan berbahasa.
            Dalam masyarakat, sastra memiliki beberapa fungi tersendiri. Pertama, sastra yang tercipta pada masyarakat akan memperlihatkan kehidupan masyarakat berfungsi untuk menilai masyarakat tersebut. Kedua, sastra dapat menggerakkan masyarakat untuk melakukan suatu hal menurut keinginan si pembuat sastra. Ketiga, sastra dapat memperlihatkan masa depan dari suatu masyarakat.
            Sastra yang tercipta pada suatu masyarakat merupakan cerminan dari masyarakat tersebut pada saat itu. Sebagai contoh, jika suatu masyarakat merupakan masyarakat yang melankolis, maka sastra yang terbentuk pun akan menjadi melankolis. Begitu juga, jika suatu masyarakat merupakan masyarakat yang bebas, maka sastra yang terbentuk pun akan penuh dengan gebrakan kreatif.

Wednesday, December 4, 2013

Volt

oleh: Herlangga Juniarko

Lelaki itu telah menemukan voltnya
Ketika senja ia selalu terkenang dan menyesal bertemu dengannya
Karena tak ada kata-kata hangat terhampar
Atau barisan puisi yang menghantar

“Esok, aku ingin sekedar menanyakan kabarnya” katanya
Kala senja masih terisi kenangan dan sesalan

Tapi esok,
Ketika tanggal telah luluh dan di hadapannya volt
Bibirnya seakan terkunci sunyi
Dan waktu benar-benar sepi

“Selamat tinggal” volt berlalu
“Semoga kita bertemu lagi esok” jawabnya dalam hati
Meraka (mungkin) akan bertemu lagi esok

“Aku ingin sekedar menanyakan kabarnya esok” katanya (lagi) dalam hati
Selalu ketika senja hanya berisi kenangan dan sesalan

2013

Friday, November 29, 2013

Gerimis Putih

oleh: Taufik Ismail

Malam Oktober yang panjang, dan turun pelahan
Merisik dedahanan telanjang serta deru tertahan
Dada bumilah yang putih dan terlembut
Di pucuk-pucuk ranting keristal sama berpagut

Malam Oktober yang pucat, pergi perlahan
Pagi basah mengambang biru pipi danau
Bumi yang terlentang malas, pesolek berpupur salju
Lidah logam berdentangan jauh lonceng gereja

Dan lengkunglangit mengucurkan gerimis putih
Perbukitan tepekur, di lerengnya deretan pohon pina
Tiupan angin tak lagi tajam tapi lembut menyuara
Seperti Emilie tak akan pergi. Seperti dada tak akan pedih
Lengkung langit yang mengucurkan gerimis putih


977 East Circle Drive, 1956

Tuesday, November 19, 2013

Titik Nadir

oleh: Herlangga Juniarko

Ia berkata bahwa kini ia berada di titik nadir 
Lalu kenapa? tanyaku 
Pada hening ia menjawab bahwa segalanya menjadi asing 
Lalu kenapa? tanyaku lagi 
Ia masih menjawab bahwa hening adalah wilayah yang asing

Bagiku titik nadir adalah lanskapku 
Di sana aku hidup dalam keheningan abadi 
Pada wilayah yang tak terjamah aku berlindung 
Meski hanya menjadi alas kaki atau lebih rendah 
Karena keheningan adalah aku yang telah terbuang dari bumi


2013

Monday, November 18, 2013

Yen ing Tawang Ono Lintang (Jika di Langit Ada Bintang)

Ciptaan: Andjar Any
Dipopulerkan oleh: Waldjinah

yen ing tawang ono lintang, cah ayu 
aku ngenteni tekamu 
marang mego ing angkasa, nimas  
sun takokke pawartamu

janji-janji aku eling, cah ayu
sumedhot rasaning ati  
lintang-lintang ngiwi-iwi, nimas
tresnaku sundul wiyati 

dek semono janjiku disekseni mego kartiko
kairing roso tresno asih 

yen ing tawang ono lintang, cah ayu
rungokno tangis ing ati
pinarung swara ning ratri, nimas
ngenteni mbulan ndadari 

Terjemahan: 

Jika dilangit ada bintang, anak manis
aku menanti kehadiranmu

Wednesday, October 23, 2013

Catatan Kuliah: Hari Pertama



            Hari pertama kuliah. Terasa cukup aneh bagi saya yang telah terbiasa berseragam bertahun-tahun. Tidak ada seragam, hanya berpakaian serapihnya saja. Pergi ke kampus UPI menggunakan kereta subuh sekitar jam 5 pagi.
            Karena hari pertama maka masih semangat, maka hari itu saya memakai parfum untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, maka saya menyisir rambut pula untuk pertama kalinya setalah bertahun-tahun, maka saya mandi karena itu masih perlu bagi saya, dan maka-maka yang lainnya yang saya lakukan. Maklum masih hari pertama harus jaga imej.
            Namun naas! Pagi itu saya lupa satu hal. Pagi itu saya menggunkan kereta ekonomi pertama yang berisi penuh sumpek oleh para pedagang, dari pedagang lap, tahu, minuman dan makanan umum lainnya. Adapula yang membawa barang bawaan, dari anak, sepeda, dan yang paling sial ada yang bawa kambing di ujung gerbong sana. Maka semua “maka” saya tadi pun akhirnya tumpas sudah dihantam badai peluh dalam kereta.
            Sesampainya di Bandung, saya telah bagaikan orang yang tidak pernah mandi selama seminggu penuh (meskipun ini memang sering terjadi jika sedang malas). Tetapi semangat kuliah hari pertama untungnya yang benar-benar untung masih ada. Jadi saya pergi dengan berjalan kaki bukan sampai UPI melainkan hanya sampai depan stasiun karena berjalan kaki sampai UPI itu akan sangat melelahkan dan sangat lama pastinya (pada akhirnya saya tahu jalan kaki dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam). Jadi yang sejadi-jadinya saya pun naik angkot ST HALL-Lembang.

Monday, October 14, 2013

Tangis Rahwana

oleh: Soni Farid Maulana

terpisah dari tangkai cintamu
mengapa jiwaku
seperti damar padam
di tengah malam buta?

lebih subur dari sehampar rumputan
yang tumbuh di tegalan;
Sita, belahan hidupku, rahmat atau kutukkah
benih cinta yang rimbun menghijau di dada?

jika kehandak Dewata
mengapa pertemuan dan perpisahan
sungguh duri di hati? O, Hanoman,
duta agung Sri Rama
apa kuasamu menghukum diriku

seperti ini? Sungguh sedikit pun
tidak aku takuti kematian datang menjelang
selain sesal yang dalam; mengapa aku
harus berpisah dengan mawar cintaku

malam alangkah dingin
hingga ke tulang


1986
*diambil dari antologi puisi "Sehampar Kabut"

Friday, October 11, 2013

Analisis Puisi "Kupu-kupu" Karya Acep Zamzam Noor

Kupu-Kupu
oleh: Acep Zamzam Noor

Selembar daun kering
Jatuh sudah. Dan taman tersenyum
Bunga-bunga mengangguk di sekitarnya

Sebutir embun (mungkin air mata)
Di punggung daun yang jatuh
Menjadi doa. Kupu-kupu terbang entah ke mana

*diambil dari Antologi puisi "Tulisan pada Tembok, 2011"

Analisa Aspek Sintaksis
            Judul puisi “Kupu-kupu” ini terdiri dari satu kata. “Kupu-kupu” yang menjadi judul dari puisi ini merupakan simbol utama dalam terbentuknya puisi ini.

Monday, September 30, 2013

Makna Tarian Sufi

oleh: Herlangga

            Gerakan tarian sufi cukup sederhana. Penari berputar melawan arah jarum jam. Kaki kiri sebagai poros putaran dan kaki kanan yang melakukan putarannya. Sedangkan gerakan tangan hanya mengarahkan telapak tangan kanan ke atas dan tangan kiri menghadap ke bawah.
            Pada dasarnya, tarian sufi memiliki gerakan yang lebih sederhana dibandingkan dengan gerakan tarian pada umumnya. Gerakan tarian sufi hanyalah gerakan memutar di tempat ke arah yang berlawanan dengan arah jarum jam. Dalam berputar, penari tidak memiliki patokan waktu tentang “berapa lama ia harus berputar” atau “seberapa cepat putarannya”, tetapi penari dituntut terus berputar hingga ia kehilangan emosi dan menyerahkan diri sepenuhnya pada yang maha kuasa.
            Gerakan berputar melawan arah jarum jam itu sendiri dalam tarian sufi memiliki arti bahwa pada dasarnya segala hal berputar. Segala yang ada memiliki kondisi dasar berputar, tidak ada beda atau satu makhluk pun yang tidak berputar. Keadaan seperti itu terjadi karena elektron, proton dan neutron yang merupakan inti penyusun semua makhluk dan benda berputar. Semua putaran yang terjadi bergerak melawan arah jarum jam.
            Putaran juga sama terjadi pada kehidupan manusia. Manusia berawal dari tidak ada, kemudian menjadi ada, dan pada akhirnya kembali tiada. Juga semua makhluk dan benda yang ada mengalami perputaran kehidupan yang sama. Tetapi dari perputaran tersebut tidak ada satu pun yang melenceng dari porosnya. Semua yang berputar terus mengikuti aturan yang ada dan bergerak pada satu poros yang telah diciptakan oleh Allah.
            Gerakan tangan pun memiliki makna yang sangat dalam.

Saturday, July 27, 2013

Hujan


oleh: Herlangga

Hujan telah meredam luka
Nyatanya hujan pulalah yang telah memisahkan
Tapi tak ada hujan yang abadi
Bahkan luka pun tertutup kala hujan ini
Seperti
Kata-kata yang terpahat di tebing
Akar-akar, fosil, tulang dan beberapa batu
Telah bersembunyi di balik kata
Mereka di kekalkan hujan deras
Adapula
Puntung rokok, sampah plastik, bangkai pabrik
Dan panah eros serta busurnya
Tertimbun lebih dalam dari hati
Ketika hujan telah meredam luka


2012

Friday, July 26, 2013

Nostalgia Akibat Hari Anak....

oke berhubung hari anak masih deket, jadi saya kembali bernostalgia tentang masa kecil saya yang dahulu masih membahagiakan

sedikit cerita waktu saya masih kecil dulu dan perbandingan dengan zaman sekarang,
kerjaan saya tiap hari minggu adalah nongkrong di depan tipi nonton film anak anak yang masih bejibun hampir di semua stasiun tipi, kalo sekarang kalian mungkin udah tau sendirilah...
anak-anak zaman sekarang nongkrongnya udah ga di depan tipi lagi, tapi udah di depan hape
 

kalo zaman saya anak kecil pegang hape itu udah waw banget, tapi kalo hape-hapean sih banyak yang bunyinya tit tit tit...(anggap aja ini suara lagu barat lagi populer saat itu)

Thursday, July 25, 2013

Perempuan Itu Adalah Ibuku

oleh: Arifin C. Noer

Perempuan yang bernama kesabaran
pabila malam menutup pintu-pintu rumah
masih saja ia duduk menjaga
anak-anak yang sedang gelisah dalam tidurnya

Perempuan itu adalah ibuku

Perempuan yang menangguhkan segalanya
bagi impian-impian mendatang. Telah memaafkan
setiap dosa dan kenakalan
anak-anak sepanjang jaman

Perempuan itu adalah ibuku

Bagi siapa Tuhan menerbitkan
matahari surga. Bagi siapa Tuhan memberikan
singgasanaNya. Dan dengan segala ketulusan
ia membasuh setiap niat busuk anak-anaknya

Dia adalah ibuku


1969
*diambil dari Antologi "Tonggak 3"

Wednesday, July 24, 2013

Mesin Kawin

oleh: Sutardji Calzoum Bachrie

burung membuat sarang di luar bunga menjadi buah di taman dua seksolog membikin mesinkawin dari kotakkotakkotak daging di atas ranjang baut itu telungkup seksolog saling memasukkan per mulai berdenyut dan busi mengerang tujuh enam lima empat tiga dua satu zero wau! motor menderam roda menggelindingkan daging di atas daging di atas pelamin di atas daging seksolog senyum laju bahtera laju tiktaktiktaktiktak cecak dan aku tersipu seksolog senyum mau kau mencoba mesinkawin? tiktaktiktaktiktaktiktaktiktak no no no no no no no no no no no mulut menjemput mulut daging menjemput daging sekrup baut menangkup hati dan kelamin tiktaktiktaktiktaktiktak seksolog senyum laju bahtera laju mau kau mencoba mesinkawin? tiktaktiktaktiktak aku tak mau di kotak tak mau di sekrup aku mau daging di padang aku mau burung terbang aku mau buah yang lapang tiktaktiktaktiktaktiktak seksolog senyum laju bahtera laju mau kau memaki mesin kawin stainless steel tahan goyang ditanggung sedap menggeliat sendiri bebas dari penat? tiktaktiktaktiktaktiktaktiktaktiktak no no no no no no no no no no no zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzzz zzzzzzzzzzz no


1970
*diambil dari Antologi "O, amuk, kapak"

Monday, July 22, 2013

Menunggu

oleh: Herlangga Juniarko

Seribu puisi kupahatkan di beranda rumahmu
Tapi kau tak kunjung keluar menyahuti smsku
Hanya angin malam dan redup lampu saja yang menemuiku kala ini

Hingga pada akhirnya hanya tiangtiang dan sunyi hujan
Menemaniku mengobrol tentang seseorang yang mati
Karena terlalu lama menunggu katanya

Lonceng malam dan deru motor geng sudah tak terdengar
Apakah kau masih di dalam rumah?


2012

Sunday, July 21, 2013

Telepon Tengah Malam

oleh: Joko Pinurbo

Telepon berkali-kali berdering, kubiarkan saja
Sudah sering aku terima telepon dan bertanya
"Siapa ini?", jawabnya cuma "Ini siapa?"

Ada dering telepon, panjang dan keras,
dalam rongga dadaku.
"Ini siapa, tengah malam telepon?
Mengganggu saja."
"Ini Ibu, Nak. Apa kabar?"
"Ibu, Ibu di mana?"
"Di dalam"
"Di dalam telepon?"
"Di dalam sakitmu."

Ah, malam ini tidurku akan nyenyak.
Malam ini sakitku akan nyenyak tidurnya.

2004

*diambil dari antologi puisi "Baju Bulan"

Saturday, July 20, 2013

Di Kulkas: Namamu

oleh: Joko Pinurbo

Di kulkas masih ada
gumpalan-gumpalan batukmu
mengendap pada kaleng-kaleng susu

Di kulkas masih ada
engahan-engahan nafasmu
meresap dalam anggur-anggur beku

Di kulkas masih ada
sisa-sisa sakitmu
membekas pada daging-daging layu

Di kulkas masih ada
bisikan-bisikan rahasiamu
tersimpan dalam botol-botol waktu

1991

*diambil dari antologi puisi "Baju Bulan"

Thursday, July 18, 2013

Puisi Pertama, Rin

oleh: Herlangga Juniarko

Rinjani, mungkin ini adalah puisi pertamaku untukmu
coretan-coretan kasar yang mengotori kertas takdirmu
namun coretan itu adalah darahku, Rin

Rambut hitam panjangmu yang membarai udara tersibak angin
menyemaikan cinta sepanjang jarak kita
tapi cintaku seperti pula rambutmu, terus bersemi tanpa lelah

bahkan keringat dan pakaian yang selalu menyusuri lekuk tubuhmu
tak sedikit pun mampu menyentuh ruang sucimu, ruang hati
yang terus menghangat setiap jantung kita berdegub

kau tahu Rinjani, mereka yang kejam
adalah mereka yang memisahkan sepasang kekasih yang saling mencinta
yaitu: ruang dan jarak (selalu seperti itu)

2013

Wednesday, July 17, 2013

Semantik

oleh: Herlangga Juniarko

I
Apa maksudmu?
Ia lebih bermakna dari makna!

II
Apa maknanya?
Ia tidak punya maksud apapun!

III
Jadi bagaimana, Makna?
(K)ita (a)dalah se(t)iap (a)ku.


2013

Tuesday, July 16, 2013

Setiamu

Adalah pentul korek yang tak diaku,
Pun, aku menganggapmu begitu,
Tuan lugu yang selalu bersua tentang aku,
Terus menjamah kerudungku dengan rindumu,

Aku adalah adalah potongan tulang rusukmu, itu katamu
Dan aku bersua, sungguh lucu!
Siapa kamu?
Berani-beraninya selalu mengeja namaku!
Aku takkan bisa kaurindu dalam diammu, Tuan!

Coba katakan!
Kamu akan menungguku sampai langit tak berseliput awan?
Kamu mau menyisakan sehimpit ruang sampai burung-burung gereja tak lagi berdatangan?
Kamu mau merinduku sampai kemarau tak lagi menyesap sepiku?
Kamu mau menjadi udaraku yang bisa setiap saat kuhirup?
Aku yakin kau takkan mau, Tuan.

Sesak, aku merasa udara menyesakkan dadaku
Ketika kamu, dengan segaris senyuman mengangguk mau
Lagi, kamu mau mengisi ruang dalam jelaga hatiku
Aku membisu, aku malu
Aku tak punya lagi peluru untuk menyerangmu
Karena setiamu telah mencumbuku

Sekarang, kamu bukan pentul korek lagi, Tuan
Doa-doa dalam diammu mematahkan lengan egoku
Sajakmu telah merobohkan tembok keangkuhanku
Aku terbius pada setiap lema yang kautulis
Seakan di setiap lemanya mengendap cintamu
Mengembun, menunggu digapai olehku 
Dan sekarang, pun aku mau menerimamu
Karena setiamu


Bandung, 22 September 2011

Monday, July 15, 2013

Diam

: Dhika Zakaria

oleh: Faisal Febriyanto

Barangkali diam
adalah hal yang menyelamatkan
Mungkin tidak selalu
Karena itu terlalu kaku
Kau mampu
untuk tidak begitu
agar waktu tidak membeku
berlalu meninggalkanmu


FPBS, 2012

Saturday, July 13, 2013

Di Musim Semi

oleh: Sungging Raga

pada lukisan terakhir
gadis itu telah kehilangan
seratus koloni kata cinta
yang seharusnya ia dengar
dari lelaki di sebelahnya

“nyatakah engkau ini?”
ia merasa lelaki itu kini hanya prasasti
di lorong bunga
tempat anak-anak muda bercanda
dalam kencan herbivora

“aku ke toilet dulu ya, lima menit.”
ucap gadis itu dengan sedih

—lima menit yang terasa kekal
di dalam hatinya

maka di depan sebuah keramik china
diam-diam ia catat kesedihannya
serupa angin lembut
beraroma terpentin,

“kami pernah di sini.” bisiknya
pada foto seorang kaisar tua

dan saat lelaki itu mengajaknya
pergi dari museum
gadis itu masih menggenggam erat
dua lembar sobekan tiket
yang tak mungkin lagi
diulangi perjalanannya.

Lampung Post, 7 April 2013

Friday, July 12, 2013

Pintu

Malam menyanyikan sepi, juga cahaya rembulan
Namamu adalah lirik yang selalu dinantikan malam untuk dinyanyikan

Lalu bagaimana kabar pintu yang selama ini kau tutup?
Apa ia sudah terbuka seperti angin yang menghempaskan kerikil
Atau ia masih tertutup serupa cadas yang ditumbuk kayu

Kau tahu, aku masih di depan pintu tersebut
Bernyanyi bersama malam
Terus menyanyikan sepi, juga cahaya rembulan

Disini,
Kadang dingin mencekam
Kadang bidadari melenggang


2013
Herlangga Juniarko


Thursday, July 11, 2013

Ada yang Lebih Tabah Dari Hujan Bulan Juni

: SDD 

oleh: Agus Noor

Ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, ialah ia, yang terus mencintaimu, meski kau tak pernah menyadari, dan selalu berjaga dalam kesedihan dan kebahagiaanmu
Ialah yang menggeletar dalam doa-doamu, tanpa pernah kau menyadari, dan kau pun tentram karena merasa ada yang selalu menjagamu
Tanpa pernah kau menyadari, ia diam-diam menjelma bayanganmu, hingga bahkan pun dalam sunyi kau tak lagi merasa sendiri.
Ia, yang sungguh lebih tabah dari hujan bulan Juni, selalu berbisik lembut di telingamu, meski kau tak pernah menyadari, dan seluruh kenanganmu menjadi hangat dalam ingatan 
Saat kau terisak menahan tangis, ia yang lebih bijak dari bulan Juni, merasuk ke dalam dadamu yang disesaki duka, hingga kau semakin memahami: betapa airmata mencintai orang yang paling dicintainya dengan cara menjatuhkan diri
Ia jugalah yang menyelusup ke paru-parumu, tanpa sekali pun pernah kau menyadari, ketika kau mendadak tersengal oleh entah apa, dan segalanya tiba-tiba saja menjadi terasa lega
Ketika senja, ia yang lebih arif dari bulan Juni, tanpa pernah kau menyadari, meruapkan hangat ke dalam teh yang tengah kau nikmati pelan-pelan, hinga kau merasakan sore begitu damai dan menentramkan
Ia jualah yang terus duduk di sampingmu, tanpa pernah kau menyadari, menemanimu dengan sabar memandangi cahaya senja yang perlahan memudar, dan kau bersyukur pada segala yang sebentar
Dan ketika kau tidur, ia yang lebih arif dari bulan Juni, tak lelah berjaga: dihapusnya debu kecemasan yang berguguran dalam mimpimu
Ada yang jauh lebih tabah dari hujan bulan Juni, lebih bijak, dan lebih arif, tetapi kau tak pernah menyadari, meski selalu ada di kesedihan dan kebahagiaanmu, karena ia tak henti-henti mencintaimu 


2010

Wednesday, July 10, 2013

Sebelum Hujan Bulan Juni

:sdd

oleh: Aan Mansyur

Bulan-bulan yang sarat air itu telah surut
langit kini hanya punya apa, kecuali api?

Maka menangislah kita sepuas kemampuan,
sebuas kemauan, agar hangus segala rawan
menjadi gumpal jelaga di gempal wajah awan.

Kelak ketika hitam wajah awan yang embun
dari duri dahan mata kita itu kembali mencair,
kita hanya butuh tabah jika seorang penyair
menamainya sesuatu semisal hujan bulan juni.


2009

*diambil dari  http://hurufkecil.wordpress.com/2009/11/02/sebelum-hujan-bulan-juni/

Tuesday, July 9, 2013

Yang Terluka Pada Entahnya

oleh: Herlangga Juniarko

Mawar redam meredamkan kemelut jingga jiwa
Pada mata tertanam duriduriduriduri tipis

Tiga belas ekor gagak menerkam kejam sekerat daging
Pada tubuh terlepas rohrohrohroh naas

Putri Andromeda, wahai putri
Jangan berikan seikat mawar padaku
Karena duriduriduriduri tipis
Sungguh merobek menancap tertanam dalam

Wahai bidadari di ufuk utara gunung surga
Serahkanlah gagak yang sedari itu kau piara
Biar dibawanya rohrohrohroh naas
Sungguh neraka begitu panas meski tanpa rindu


2012

Monday, July 8, 2013

Nokturno

oleh: Acep Zamzam Noor

Untukmu kunyanyikan lagu rinduku malam ini
Dengan musik yang tenang kulayari gelombang pasang
Kau tahu, betapa hening bunyi yang diciptakannya
Berdenting, mengetuk-ngetuk lantai dan dinding
Betapa nyaring! Betapa runcing percik-percik airnya

Untukmu kunyanyikan lagu rinduku malam ini
Dengan penuh kekhusukan kudaki nada-nada tinggi
Lalu menukik ke dalam semadi, menyelam ke lubuk sepi
Kau tahu, kekasihku, rindu ialah napas syair-syairku
Ialah gitar yang kugaruki sepanjang waktu

Ialah musik improvisasi, yang iramanya berasal dari lubuk hatiku
Ialah samudera luas yang ikan-ikan serta camar-camarnya liar
Ialah deru angin sakal, yang menghantam layar dan buritan
Ialah gemuruh biru, yang gemanya bersahutan dalam dadaku
Yang menggedor-gedor dinding beku. Aku cinta padamu


*diambil dari Antologi puisi "Tulisan Pada Tembok"

Sunday, July 7, 2013

Menggambar Hujan

oleh: Sabiq Carebesth

Melaju di antara lampu warna senja
Perempuan di tepi jendela warna jingga
Menggambar hujan di atas kota

Deru kereta membawa serta cerita
pilu senantiasa di antara nasib dan cinta

Ia ingin menari ria denganmu
Di malam hujan warna cahaya dan laju kereta
Seperti musik di malam diam
Suaramu menggantikan sunyi
Menjadi kelam dalam bayangan muram

Aku berjalan pada sepanjang jalan
Aku tahu pilu pada yang kehilangan

"jangan kemana-mana..."


jakarta, Mei 2011

*diambil dari antologi puisi "Memoar Kehilangan"

Saturday, July 6, 2013

Mantra: Dunia Sudah Menjadi Seperti Ini

: demokrasi

oleh : Herlangga Juniarko

itam ipat pudih. taykar nakenem utab
......... anerak


Indonesia, 2013

Friday, July 5, 2013

Kau Adalah Horison Tak Kasatmataku

oleh: Herlangga Juniarko

mungkin aku telah terkena Chuunibyou
karena tak ada beda antara nyata dan ilusi

"Banishment This World"

kau melayang serupa bintang dalam tata surya
bercahaya dengan anggun dikejauhan
pada angkasa kau serupa berlian diantara kegelapan dan kehampaan
:seperti hatiku

horison yang tak pernah mampu kulihat
inilah ruang yang tak pernah mampu kusentuh
:seperti hatimu


2013

*Chuunibyou adalah penyakit sosial yang membuat seseorang hidup dalam ilusinya sendiri
**puisi ini terinspirasi dari anime "Chuunibyou  demo koi ga shitai!"

Thursday, July 4, 2013

Angkutan Kota

oleh: Herlangga Juniarko

Dalam angkutan kota
Orang-orang berbicara sekenanya
Adapula yang merenung berpikir

Tentang demokrasi?
Ah, demokrasi hanya mitos purbakala
Sedangkan ego adalah kesalahan yang nyata

Dalam angkutan kota
Kita hanya mendengar dunia mereka
Yang masih terjebak dalam dunia kebohongan
Ladang yang disuguhkankan oleh para kuasa

Sedang kita tetap saja bersama
Selama satu jam menjadi pendengar
Membayar dan kemudian dihempaskan


2012

Wednesday, July 3, 2013

“Kutinggalkan Rembulan padamu, Kanda”



oleh: Herlangga Juniarko
 
“Kanda, aku akan meninggalkan rembulan untukmu”
Siluet senja pun menusuk lubang hatiku
Burung-burung berterbangan pula seakan tak percaya

“Dinda, sungguh aku mencintaimu”
Ombak terasa tenang kini
Ketika rembulan telah kugenggam penuh
Cahaya pun menciut di langit malam ini

Sungguh tak ada yang lebih kelam, Dinda. Selain
Perpisahan yang telah kita duga, seperti nisan
Yang tegak di tanah pekuburan

“Kita pasti akan menyempurnakan sinar rembulan itu, Kanda
Seperti dulu kita menyatukan perbedaan hitam dan putih”
Itulah katamu dahulu, meskipun bayang-bayang
Sempurna benar kelamnya menyobek hatiku seperti siluet senja
Yang menikami awan

“Apakah pisau itu telah kau kirimkan pula, Dinda
Ke dalam jantungku yang tengah retak ini”
“Aku telah mengirimkannya, Kanda. Bersama seribu mawar
Yang telah kau berikan padaku dahulu”
(Hujan badai datang bersama ajal)
Dan rembulan itu kugenggam erat meskipun rusak


2012

Tuesday, July 2, 2013

Kepada Perempuan Berkerudung Senja

oleh: Herlangga Juniarko


Langkahlangkah bukanlah langkah benar
Dulu itu tak tahu siapa yang mencengkeram pagi
Tibatiba matahari sudah di atas kepala
Siang pun menjadi biasa, entah bagaimana
Angin membawa air dari langit
Hingga teduh tempat ini, karena dibawanya pula awan

Rasanya senja tak usah datang
Biar kunikmati sejenak air yang menetes dari kerudungmu
Juga bibir yang kerap menertawakaku kala panas menderai
Tapi memang tak pernah ada yang bertanggungjawab pada
Pagi yang entah dicengkeram oleh siapa (mungkin olehku)

Malam luluh di kakimu, juga aku dan rembulan yang sengaja kuseret padamu
Sepertinya aku terlalu lama mencumbumu
Maka pulanglah sebelum kerudungmu terbang bersama angin malam

Dan kau benar pulang kembali ke utara
Setelah kau mencuci tangan bekas percumbuan kita
Kala siang tadi


2012

Monday, July 1, 2013

MMK

oleh: Putu Wijaya


            SEORANG anak bertanya kepada neneknya:”Nenek,… itu apa?”Perempuan tua itu ternganga. Sebelum dia sempat membuka mulut, pertanyaan itu berkembang.
”Nenek punya … tidak?”Orang tua itu kontan shock. Tetapi cucunya terus juga bertanya.
”Sekarang Nenek punya berapa …?”Karena tak kuat menahan kekurangajaran itu, nenek itu langsung pergi meninggalkan cucunya. Ia mengungsi ke rumah tetangga. Ketika anak dan menantunya pulang, ia langsung melapor sambil menangis.
”Anakmu kurang ajar. Pengaruh film, televisi, pergaulan bebas, dan narkoba sudah membuat dia bejat. Ajari anakmu moral, jangan hanya dikasih duit! Mau jadi apa dia nanti kalau sudah besar? Setan?”Menantu nenek, ibu anak itu langsung mencari anaknya. Tanpa bertanya lagi anak itu langsung diberinya hukuman.
”Kamu sudah kurang ajar kepada nenek, mulai sekarang duit uang makan kamu dikurangi, sampai moral kamu lebih baik. Kamu harus belajar menghormati orang tua. Orang tua itu adalah asal muasal dan cikal bakal kamu, kamu sama sekali tidak boleh membuat orang tua marah. Sekali lagi kamu kurang ajar, ibu kirim kamu ke desa! Tidak usah membela diri!”Anak itu tidak berani menjawab. Tetapi ketika keadaan menjadi lebih tenang, dia menghampiri bapaknya, lalu kembali menanyakan pertanyaan yang belum terjawab itu.
”Pak, — itu apa?”Bapak anak itu terkejut. Cangklong yang sedang diisapnya sampai terlepas. Tetapi ia mencoba tenang, lalu menjawab dengan taktis diplomatis:
”Rambut adalah mahkota semua manusia. …. itu adalah mahkota wanita.

Friday, June 28, 2013

Mestikah Kuiris Telingaku Seperti Van Gogh?

oleh: Seno Gumira Ajidarma



“Lihatlah bagaimana aku mencintaimu kekasihku. sudah begitu lama kita berpisah, tapi aku ingin mengawinimu. Telah kuraih gelar MBA dari harvard. Telah kududuki jabatan manajer perusahaan multinasional. Telah kukumpulkan harta benda berlimpah-limpah. Kawinlah denganku. Kuangkat kamu dari lembah hitam. Marilah jadi istriku. Jadi orang baik-baik, terhormat dan kaya. Ayo pergi dari sini, kita kawin sekarang juga.”
Ia tersenyum, masih seperti dulu. Ada kerutan di ujung matanya, tapi masih menatap dengan jalang. Dan setiap kali aku menatap mata itu, dadaku rasanya bagai tersirap.
”Ayolah kekasihku, cepat, kita pergi dari sini. Lihatlah Baby Benz yang menunggumu. Akan kumanjakan kamu seperti ratu. Pergilah dari tempat busuk ini. Jauhilah lagu dangdut. Jauhilah bir hitam, marilah memasuki dunia yang elit dan canggih. Kuperkenalkan kamu nanti dengan dunia Mercantile Club, dunia para pedagang dan para manajer internasional. Kuajari kamu main polo, kuajari kamu naik kuda, kuajari kamu bicara Prancis, sambil sedikit-sedikit mengutip Simone De Beauvoir. kujadikan kamu seorang wanita diantara wanita. Berparfum Poison keluaran Christian Dior, berbaju rancangan Lacroix, bercelana dalam Wacoal. Cepat kekasihku, pergi bersama aku. Waktu melesat seperti anak panah. Jangan sampai kamu jadi tua disini. Menjadi kecoa yang tidak berguna.”
Ia tersenyum lagi. Matanya jalang sekali. Rambutnya keriting dan panjang.
”Ayo cepat kekasihku. Cepat. Jangan sampai dunia berubah. Tak ada yang kekal didunia ini. Tak ada yang setia. Ayo cepat. Tunggu apa lagi?”

Thursday, June 27, 2013

Hawa Dingin

oleh: Sapardi Djoko Damono


dingin malam memang tak pernah mau
menegurmu, dan membiarkanmu telanjang;
berdiri saja ia di sudut itu
dan membentakku, “Ia hanya bayang-bayang!”

“Bukan, ia tulang rusukku,” sahutku
sambil menyaksikannya mendadak menyebar
ke seluruh kamar — yang tersisa tinggal abu
sesudah kita berdua habis terbakar.


*diambil dari antologi puisi "Ayat-ayat Api"

Wednesday, June 26, 2013

Ayat-ayat Tokyo

oleh: Sapardi Djoko Damono


/1/
angin memahatkan tiga patah kata
di kelopak sakura —
ada yang diam-diam membacanya

/2/
ada kuntum melayang jatuh
air tergelincir dari payung itu;
“kita bergegas,” katanya

/3/
kita pandang daun bermunculan
kita pandang bunga berguguran
kita diam: berpandangan

/4/
kemarin tak berpangkal, besok tak berujung —
tak tahu mesti ke mana
angin menyambar bunga gugur itu

/5/
lengking sakura —
tapi angin tuli
dan langit buta

/6/
menjelma burung gereja
menghirup langit dalam-dalam —
angin musim semi


*diambil dari antologi puisi "Ayat-ayat Api" karya Sapardi Djoko Damono

Sunday, June 23, 2013

Kisah Putih Abu



agan- agan sekalin mungkin udah pernah merasakan masa SMA yang katanya masa terindah ya kan? oh atau ada yang masih di SMA atau masih menunggu waktu supaya naik tingkat ke SMA, tapi percayalah! saat SMA nanti pasti akan menjadi waktu terbaik yang kalian punya.
kenapa?
ya karena yang pertama, kalian pasti masih muda dan masih segar (kalo muda sih pasti)
jadi kalian dapat melakukan kegiatan yang pastinya menyenangkan (menyenangkan itu subjektif bro)
lalu yang lainnya mungkin kalian akan mendapatkan banyak teman dengan keterkaitan yang sangat erat satu sama lain.

kalo gue sih udah keluar dari SMA sejak lama (xixixi T_T berasa tua gue) dan ada satu hal yang pasti selalu mengingatkan gue pada temen-teman SMA gue, yaitu saat hendak perpisahan kita (sekelompok orang dalam kelas yang saya juga termasuk) membuat sebuah lagu! dan inilah

Kisah Putih Abu
artist: Mhaxsyat Corp. (nama kelas gue)

tak lama lagi kita kan menuju masa depan
yang kita impikan
selama ini semua yang pernah kita lakukan
tinggalah kenangan yang tak terlupakan

Saturday, June 22, 2013

Sepenggal Surat Dariku

Untuk Rapiah*

oleh: Herlangga Juniarko

Engkau telah mencintainya, aku tahu itu
Sedang dengan sengaja ayahmu memberi padanya
Namun malang terhampar dihadapanmu
Sebagai nista  dalam gadismu

“Kegadisan hanya datang sekali” katamu
Dan aku melihat perangai lelaki itu,
Begitu buruk padamu
Tapi tak pernah mampu mengusutkan jubah iman
Yang sedari dulu kau genggam

Adapun surat yang kukirim untukmu
Untuk bersegera melakukan penceraian dengannya
Agar aman tentram hidupmu dan hidupnya
Dan aku akan datang padamu dengan cinta
Yang tak perlu kau khawatirkan lagi

Dengan senyum manis kau menjawab,
“Aku tak sengaja mencintainya,
Dan aku akan terus bertahan dengan itu”
Sesekali kulihat dari jauh wajah jernihmu
Dihantam sebagai babu oleh lelaki itu
Lelaki yang tak sengaja kau cintai

Aku hanya mampu mengubur saja mimpiku
Memperistri engkau bagaikan memecah cadas dengan kayu
Tak pernah sampailah maksud hatiku
Bertumpuklah rasa ini setiap memandang lelakimu itu
Sesungguhnya beruntunglah ia

Tapi kulihat dalam hematku
Ia tak pernah berpikir beruntung
Engkau bagaikan nista yang tak sengaja menempel di tubuhnya
Dan mendaging bersamanya

Namun kau masih berwajah jernih
Dan mampu bersenyum padanya
Aku tak pernah mengerti bagaimanakah mungkin
Engkau dapat mencinta lelaki yang menyia-nyiakanmu


2012
*salah satu tokoh dalam novel "Salah Asuhan" karya Abdul Muis