dingin malam memang tak pernah mau
menegurmu, dan membiarkanmu telanjang;
berdiri saja ia di sudut itu
dan membentakku, “Ia hanya bayang-bayang!”
“Bukan, ia tulang rusukku,” sahutku
sambil menyaksikannya mendadak menyebar
ke seluruh kamar — yang tersisa tinggal abu
sesudah kita berdua habis terbakar.
berdiri saja ia di sudut itu
dan membentakku, “Ia hanya bayang-bayang!”
“Bukan, ia tulang rusukku,” sahutku
sambil menyaksikannya mendadak menyebar
ke seluruh kamar — yang tersisa tinggal abu
sesudah kita berdua habis terbakar.
*diambil dari antologi puisi "Ayat-ayat Api"
No comments:
Post a Comment