herlangga juniarko

Powered By Blogger

Sunday, December 20, 2015

Pagi Hari dan Cerita-cerita Tentang Kemarin

oleh: Herlangga
 
“Sejujurnya, aku sungguh tidak menyukai orangtuaku”

            Pagi ini, awan masih mendung. Rinjani masih tertidur di sampingku. Lampu masih menyala. Dan ranjang ini masih hangat. Semua sepertinya akan baik-baik saja meskipun aku tak menginginkannya.
            Aku beranjak dari ranjangku dan mulai membuat segelas kopi untuk menyegarkan pikiran dan jiwa. Sambil duduk di ruang tamu aku masih memikirkan kenangan yang selalu ingin kulupakan, yaitu orangtuaku.
            “Oh kau sudah bangun?” aku melihat Rinjani yang masih terlilit selimut. Wajahnya sungguh cantik setiap paginya dengan rambut panjang terurai agak berantakan. Ia masih terlihat cantik.
            Kemudian ia duduk di sampingku dan juga mulai meminum kopiku. Setelah menghela nafasnya, ia menyandarkan tubuhnya padaku.
            “Hei Rangga” katanya. “Apakah ini semua akan baik-baik saja?”
            “Tentu saja ini akan baik-baik saja. Selama kita saling memiliki, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan” kataku sambil tersenyum.
            “Jadi, apakah kamu benar-benar tak ingin menikahiku?” katanya. Kini mata kami saling bertemu, lalu angin seperti berhembus perlahan dan mengingatkanku pada sebuah kenangan yang tak pernah terlupakan.
***
            “Jadi ini semua salahku?” ayahku sambil memegangi tangan ibuku dengan kuat berteriak.
            Malam itu aku terbagun karena suara teriakan ayah dan ibuku. Meskipun umurku baru sepuluh tahun tapi aku sudah mengerti situasi yang terjadi saat ini. Jadi, aku menenangkan adikku yang terbagun juga.
            Mungkin adikku yang baru berumur lima tahun itu juga mengerti situasi yang terjadi saat ini. Aku pun berusaha agar ia tidak menangis dan mulai membuatnya kembali tidur.

Saturday, August 15, 2015

Pada Sela-sela Stasiun

oleh: Herlangga


            Tak biasanya ia duduk sendiri di bangku stasiun kereta api sambil termenung. Kekasihnya baru saja meninggalkannya kemarin. Sekarang ia hanya bisa termenung  dan membayangkan wajah kekasihnya seperti terbawa arus derasnya kereta api.
            Seperti prosa, hujan dan senja selalu membawa kesedihan pada tokohnya. Tetapi sekarang di stasiun ini, ia tak menemukan sedikit pun bulir air yang jatuh ke atap stasiun. Sedangkan senja masih terlalu lama untuk dinanti. Sekarang pukul 10.00, masih ada 44 menit lagi untuk meninggalkan stasiun tua ini.
            Ia pulang cepat hari ini. Bandung-Cicalengka. Rute yang selalu ia lalui dengan kebahagiaan. Ia bahkan tak percaya bahwa barui kemarin ia pulang bersama kekasihnya dan sekarang ia harus pulang bersama kesedihan. Padahal ia masih mencintai sang kekasih.
***
            Di salah satu sudut stasiun, terlihat seorang pria agak kecil dengan pakaian khasnya yang hitam. Mungkin ia sedikit kelelahan setelah menjalani kehidupannya seharian ini. tetapi kelelahannya selalu lenyap saat ia pulang, karena sekarang ia sedang duduk di samping kekasihnya. Kelelahan selalu terkikis sedikit demi sedikit setiap kali ia memandangi sosok dengan kerudung coklat panjang dan berkacamata di sampingnya.
            Saat ini jam menunjukkan pukul 16.00. Pria itu mulai membuka pembicaraan agar waktu tak terlalu membeku saat itu, meskipun jika bisa ia ingin seperti itu selamanya. Biarlah waktu membeku agar kekasihnya tetap di sampingnya.
            “Mawar, apakah harimu menyenangkan hari ini?” Ia mulai berbicara.

Thursday, August 6, 2015

To a Man Who Made Me His Misstress

- one day we decided to make everything simpler –

let’s go to the gym today
together
you hit the treadmill
I’ll join the Body Language class
then we’ll go home together!
we’ll have dinner at home, together again of course.

let’s go to the electronic store tomorrow, baby!
we’ll have a look around, who knows
we might find something

you want to buy a rice cooker
for your mum, don’t you?

hey baby, you’ve still got some money left, right?
do you wanna go see a movie?
the reviews are good this week
I promise I won’t spend too much time
doing my make up this time
so we won’t be late for the movie
I’m sorry we were late for Troy last week

maybe we should go next week instead
after I get paid
we should go on weekdays, the tickets are cheaper
oh. and didn’t i promise to buy you
a new gym outfit?
by the way, can I kiss you?

oh, baby
you always make me blush
how should we kiss?
and how about your girlfriend?

no, let’s not talk about it.
what if I touch you there,
do you like it?

oh, baby
did you make love all the time with your girlfriend?
did you use condoms?

baby,
it’s just you and me now
can’t we talk about something else?

of course!
you should break up with your girlfriend
and then marry me!


2004


*saya tidak tahu nama pengarangnya, jadi siapapun yang mengetahuinya sesuatu tentang puisi ini silahkan hubungi saya
**saya lupa lagi darimana saya mendapatkan puisi ini, karena saya menemukan puisi ini sudah cukup lama

Friday, May 15, 2015

Muak

Aku
Tak lebih dari seekor anjing pemakan darah
Bermain di tumpukan bangkai
Menari di atas taburan nanah

Kau
Bercerminlah siapa engkau


Mei, 2012
Tri Cahyana Nugraha

Monday, April 20, 2015

Waktu Setelah Biru

oleh: Ika Aprilia

Jam yang menapak pukul 07.57
Mengambangkan lazuardi pada angkasa
Juga kumulus beserta air yang dapat ia jatuhkan kapan saja

Mengapa?
tanya lazuardi
Langit mengambang, kumulus terpatung
Sekali lagi
Mengapa harus kau gapai aku?
Tanya lazuardi pada ketinggian yang melebihi kepakan sayap membenamkan ia yang terlambat

Kembalilah!
Matahari menyulut bumi
Kembalilah sebelum kau terhempas layaknya kemarin!
Matahari menggolakkan bumi
Demi bumi yang kau jaga, bahkan sayap tak mampu menggapaiku apalagi kau!
Matahari memanaskan bumi, lazuardi tinggal setitik

Selamat pagi


2014

Sunday, April 19, 2015

Dari bianglala Padamu

Bianglala yang tegak di atas kepalaku
ragu-ragu menyelipkan kertas kosong pada cahaya
lalu dititipkannya pada angin
agar sampai padamu
sehingga matamu dapat menuliskan
dengan pasti bahwa:
kau tak mencintaiku.


2012
Herlangga Juniarko
*diambil dari antologi puisi "Hujan. Terima Kasih"


Saturday, April 18, 2015

Nyanyian Kota Peradaban

- jakarta
oleh: Ahmadun Yosi Herfanda

di kota peradaban orang-orang mencari tuhan
di bar-bar dan bursa-bursa perempuan, bank-bank
dan perkantoran. politikus pun mengaum: di mana
tuhan di mana? birokrat menjawab sambil menguap:
di sini tuhan di sini. ketika orang-orang berdatangan
yang teronggok cuma berhala kekuasaan

meninggalkan tuhan dalam dirinya, orang-orang
makin sibuk mencari tuhan, memanggil-manggil:
tuhan, di mana kau tuhan? di sini tuhan di sini
jawab suara di hotel-hotel dan kelab malam. ketika
orang-orang berdatangan, yang terhampar cuma
kelamin-kelamin rindu bersebadan

di kota peradaban orang-orang mencari tuhan
hilir-mudik di jalan-jalan, berebut keluar masuk
diskotik dan pasar-pasar swalayan
orang-orang lupa, tuhan dalam hati sendiri
tak pernah pergi


1992

Wednesday, April 1, 2015

Komposisi Desember

oleh: Herlangga

Di stasiun Rancaekek, pisau sunyi menancap kejam dalam sekali
tusukan. Kata-kata mengunci diri dalam hati.
Selepas itu kenangan tertinggal dalam gerbong menjelma kau.
dan aku terpaku menyesali diri ketika jejak-jejakmu tak sempat
kupunguti dan tersapu dalam sepi.

Sudah tiga bulan sejak penghujan datang dan membawamu pergi.
Kini Desember datang dan membawa segala tentangmu
Di dalamnya:   pisau sepi yang telah tercabut dari jantungku, panah
                        patah eros, kunci yang sempat mengunci kata, jejak-jejak
                        yang sempat tersapu, juga bayanganmu dalam cermin waktu

Dan hujan akhir tahun mengukir wajahmu seperti ribuan kembang api yang
jatuh berwarna dan berwarni, kemudian gelap seketika.


Desember 2012


Thursday, March 19, 2015

Episode Gerimis

oleh: Herlangga

Gerimis masih mengepung stasiun tua ini.
Dan cleaning service masih juga membersihkan sisa-sisa
akting para bintang dari istana malam, tepat di sebelah kanan

cleaning service itu berkaca pada lantai yang baru saja ia bersihkan
“kau masih kotor!” teriaknya pada lantai
“kau lebih kotor!” teriak lantai lebih tinggi
Dan perdebatan itu tak kunjung selesai hingga laba-laba menenun
jaringnya di tangan cleaning service itu, juga kotoran laba-laba yang jatuh ke lantai.
Gerimis pun usai.


2012

Monday, March 16, 2015

Doa

oleh: Herlangga

Tuhan, demi cahaya matahari pada ufuk timur
mungkin aku adalah serpihan Kau dari kekelaman

maka bagiku, Kau adalah kutukan yang nyata
dan Kau masih menerima doa dari sudut gelap
meski doa bagiku hanyalah pelampiasan

Tuhan, terkadang aku bingung
ciptaan-Mu yang manakah yang paling menyakitkan
api neraka atau cinta?


2013

Tuesday, February 24, 2015

Daun-daun yang Berguguran Saat Senja

oleh: Herlangga


Senja ini aku teringat padamu, Rinjani. Awan yang berarak-arak menyapu kemilau matahari kemudian membuat suasana menjadi sayup. Warna langit berubah seketika menjadi melankolis. Itu semua membuatku teringat padamu.
            Di luar gerimis membuat senja semakin muram. Besi-besi yang beradu dan bergesekan dengan rel yang sempat panas membuat tubuhku terguncang sedikit. Inilah kereta yang mengantarkan jiwa-jiwa penuh rindu. Deru mesin terus bergelora membahana hingga memecah malam yang hendak terbit dari sela-sela siluet senja. Tetapi sekarang masih senja, Rinjani. Dan aku terus teringat padamu.
            Pada kaca jendela kereta, bukan pemandangan yang terhampar bebas di luar dan sehamparan pohon-pohon rindang yang membuatku terpesona, tetapi bayangan dirimu yang tak juga pergi dari kedalaman otakku dan tercerminkan di kaca jendela yang membuatku merasa bahagia. Apakah kau masih mengingatnya? Ciuman pertama kita yang terjadi ketika senja di bawah sebuah pohon rindang yang tidak aku tahu namanya, namun daun-daunnya terus berguguran tiada henti serupa gerimis.
***
“Hei, apakah kau tahu mengapa daun dari pohon ini selalu berguguran saat senja?” tanyamu saat itu.

Sunday, February 15, 2015

Kepada Siapa

oleh: Herlangga

Senja dan malam pada langit yang sama
Kau dan aku masih duduk di beranda

Kau bertanya,
“Apa yang lebih tinggi dari Bima Sakti?”
Aku ingin sekali menjawab
Tapi aku tahu, kau telah mengetahui jawabannya
Karena pada akhirnya kita memercayai bahwa semesta ini sejajar.

“Kita memercayai itu setelah berdebat tentang batas atas dan bawah langit”

Namun begitu, tetap saja.
“Aku ingin menikahimu, Rin.” kataku
“Haha, itu mudah saja” katamu
“Tergantung kepada siapa kau berdoa” kau menjawab seperti itu.


Desember, 2014