Sore. Pukul 16.15. Hujan. Deras
sekali. Di sebuah ruangan, di lantai sepuluh gedung pencakar langit di Jakarta.
Arya menelpon istrinya, Marni. Ia pulang terlambat. Hujan deras sekali. Bahaya
mengendarai mobil dalam cuaca seperti ini. ia menunggu hujan reda. Sambil ia
menelpon, Lina, sekretarisnya yang seksi, melingkarkan lengan di badan Arya. Arya
menutup telepon dengan satu sungging senyum puas di sudut bibir. Arya masih
muda. Dua puluh delapan tahun. Belum punya anak. seorang direktur. Marni,
istrinya yang dinikahi dua tahun sebelumnya, adalah perempuan lugu. Sepupu Arya
dari dari ayahnya yang membawa darah bugis di pembuluh-pembuluhnya.
Lina, sang sekretaris, terus
memanjakan Arya dengan ciuman di sana dan di sini. Inilah yang tidak didapat Arya
dari Marni. Suhu ruangan menghangat. Uap menutupi jendela. Di luar masih hujan.
Deras sekali. Akhirnya, sofa berubah jadi tempat tidur.
“Semoga besok masih turun hujan. Aku
mencintaimu” Arya mengecup dahi Lina.
***
Sore. Pukul 16.15. Hujan. Deras
sekali. Di sebuah rumah mewah. Setelah menutup telepon, Marni kembali ke ruang
tamu. Tamu istimewa dari Makassar, Baso. Kekasih waktu ia masih kuliah di
Universitas Hasanudin. Baso berada di Jakarta dalam rangka mengikuti seminar pendidikan.