oleh: Herlangga
Pada ruang yang sepi
kata-kata kita lesap menjadi ribuan kilometer
Di tangan, dua buah kartu bergambar dan bernama
Dante dan Beatrice
Masih cintakah?
Mereka tak kawin
Ya
Memepatkan angkasa menjadi seluas kartu
kemudian menjadi abadi
aku berkata:
"Divine Comedy hanya omong kosong.
Mana mungkin seorang lelaki rela pergi ke neraka
demi seorang wanita yang tak dikawin"
Pada ujung semesta, kau berkata
"Seperti kita?"
2016
Saturday, April 16, 2016
Wednesday, April 6, 2016
Perbedaan Implikatur Antara Penutur dan Mitra Tutur dalam Kerelevansian Tuturan
oleh Herlangga
Setiap
manusia pada dasarnya adalah makhuk yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu
membutuhkan bantuan dari yang lain. Dengan demikian manusia pasti akan berusaha
bersosialisasi dengan yang lain dengan cara berkomunikasi melalui sandi-sandi
yang mereka buat sendiri yang biasa disebut bahasa.
Bahasa
yang diciptakan manusia pun terkadang tidak mampu menampung apa yang ingin
disampaikan oleh penuturnya. Keinginan yang tidak tersampaikan itu pun berusaha
disampaikan dengan cara menyiratkannya dalam bahasa yang digunakan. Siratan-siratan
dalam sebuah tuturan tersebut disebut implikatur.
Dalam
berkomunikasi, implikatur ini dapat menyampaikan pesan dari si penutur dengan
memunculkan dan membentuk konteks sehingga percakapan dapat lebih berjalan
dengan baik. Implikatur juga meski disebut sebagai penyimpangan maksim dalam
teori Grice ternyata dapat muncul dalam setiap tuturan bagaimana pun bentuknya
bahkan jika penutur tidak memberikan implikatur dalam tuturannya.
Namun
seperti yang kita tahu, mitra tutura adalah orang yang menerima pesan dari
penutur sehingga seringkali terjadi perbedaan penerimaan implikatur oleh si
mitra tutur dan pemberian implikatur dari si penutur. Kita biasa menyebut hal
ini sebagai sebuah kesalahpahaman dalam percakapan.
Tulisan
ini akan membicarakan kesalahpamahan tersebut dilihat dari sisi kerelevansian
tuturan yang yang terjadi dan bagaimana suatu tuturan dapat kembali menjadi
relavan meskipun terjadi perbedaan implikatur antara yang member dan yang
menerima. Dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip dari teori relevansi maka
akan terlihat bahwa suatu tuturan memiliki kerelevansiannya masing-masing
sehingga setiap ujaran tersebut bisa menjadi sebuah konteks.
Dalam
tulisan ini pula dibahas bagaimana strategi mitra tutur dalam membentuk ulang
konteks yang diinginkan penutur setelah mengalami perbedaan penangkapan
implikatur dalam tuturannya masing-masing sehingga percakapan menjadi relevan
dengan kesamaan konteks.
Landasan Teori
Tuesday, April 5, 2016
Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa
Akhir-akhir ini saya sedang menyukai sebuah lagu dari Melancholic Bitch (ya Bitch :v) bisa disingkat Melbi berjudul "Sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa" sungguh nama yang panjang untuk sebuah lagu. Lagu ini sempat dinyanyikan oleh Frau bersama vokalis Melbi, yaitu Ugo.
oke langsung saja seperti ini lagunya
Am Dm
Direntang waktu yang berjejal dan memburai kau berikan,
F E
sepasang tanganmu terbuka dan membiru, enggan
Am Dm
Di gigir yang curam dan dunia tertinggal dan membeku
F E
sungguh, peta melesap dan udara yang terbakar jauh.
Reff:
oke langsung saja seperti ini lagunya
Am Dm
Direntang waktu yang berjejal dan memburai kau berikan,
F E
sepasang tanganmu terbuka dan membiru, enggan
Am Dm
Di gigir yang curam dan dunia tertinggal dan membeku
F E
sungguh, peta melesap dan udara yang terbakar jauh.
Reff:
Monday, April 4, 2016
Cerita Picisan dari Jalan Malioboro
oleh: Herlangga
Hari ini aku mempersiapkan diri untuk pernikahan. Ia yang sangat kucintai sudah bersiap dengan pakaian pengantin yang berwarna putih bersih. Tentu saja aku yakin bahwa hatinya pun bersih seperti wajahnya yang selalu bersinar laksana purnama malam kelam atau lentera yang menerangi tidurku. Mengingat wajahnya seperti mengingat kala pertama kali aku berjumpa derngannya.
Hari ini aku mempersiapkan diri untuk pernikahan. Ia yang sangat kucintai sudah bersiap dengan pakaian pengantin yang berwarna putih bersih. Tentu saja aku yakin bahwa hatinya pun bersih seperti wajahnya yang selalu bersinar laksana purnama malam kelam atau lentera yang menerangi tidurku. Mengingat wajahnya seperti mengingat kala pertama kali aku berjumpa derngannya.
***
Seorang laki-laki berjalan dan
akhirnya menjatuhkan buku seorang perempuan di jalanan penuh sesak Malioboro.
Seperti dalam cerita-cerita singkat di layar kaca, mereka akan jatuh cinta.
Maka laki-laki itu pun membantu membereskan buku sang perempuan. Mereka akan
saling tersenyum dan beberapa hari kemudian mereka akan menjadi sepasang
kekasih picisan.
Aku dari sudut jalan hanya
memandangi mereka sambil berpikir bahwa mereka akan menjadi pasangan yang
sangat serasi seperti dalam cerita-cerita dalam layar kaca. Meskipun dalam
layar kaca tersebut cerita selalu berakhir setelah mereka menjadi sepasang kekasih
dan entah apa yang terjadi selanjutnya, apakah mereka akan berpisah atau
melanjutkan hubungannya. Semua menjadi gelap setelah itu.
Aku sedikit termenung dan berpikir
sekejap kemudian. Aku membuat sebuah puisi singkat saat itu. Saat perempuan
tadi melewatiku. Aku menggenggam tangannya dan sedetik kemudian kuberikan
puisiku tadi.
Reaksinya adalah tentu saja ia
melepaskan tangannya dari genggamanku secepat mungkin lalu mengempaskan puisiku
begitu saja kemudian berjalan dengan sangat cepat menjauhiku. Saat itu aku
masih terpaku di sana, sedangkan mataku tak bisa lepas dari dirinya. Sungguh,
ia sangat cantik. Mungkin tercantik yang pernah kutemui.
Setalah itu, masih dapat kudengar
suaranya sayup-sayup sampai ke telingaku.
“Dasar orang gila yang konyol!” katanya
Suaranya tak pernah dapat kulupakan
sejak saat itu dan terus mengalun.
Subscribe to:
Posts (Atom)