Sajak merupakan struktur. Struktur
di sini merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara
unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan. Ada tiga dasar
rangkaian keasatuan, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan
diri sendiri.
Pertama, struktur itu merupakan
keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagiannya yang membentuknya tidak dapat
berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasa
transformasi dalam arti struktur itu tidak statis. Ketiga, struktur itu
mengatur dirinya sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan
bantuna dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya.
Analisis struktur sajak adalah
analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur sajak dan
penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan
unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Sajak
itu merupakan susunan keseluruhan yang utuh, yang bagian-bagian atau
unsur-unsurnya saling erat berkaitan dan saling menentukan maknanya.
Penganalisisan struktural lebih
melihat makna dari setiap unsur lalu menghubungkannya dengan unsur-unsur
pembentuknya yang lain sehingga dapat ditemukan makna inti dari sebuah karya
sastra.
Di bawah ini akan disajikan sebuah puisi yang dianalisis berdasarkan
pendekatan struktural.
Ayat-Ayat Kyoto
segala yang mendidih dalam kepala
tidak nyata, kecuali sakura
dan kau — tentu saja
gerimis musim semi —
tengkorakku retak;
kau pun menetes-netes ke otak
kita sakura —
gugur sebelum musim semi
tak terlacak pula
segala yang mendidih dalam kepala
tidak nyata, kecuali sakura
dan kau — tentu saja
gerimis musim semi —
tengkorakku retak;
kau pun menetes-netes ke otak
kita sakura —
gugur sebelum musim semi
tak terlacak pula
(Sapardi Djoko Damono, Ayat-ayat
Api)
Tipografi
Tipografi puisi ini terdiri dari
tiga bait seperti puisi pada umumnya. Pada masing-masing bait tersebut terdiri
dari tiga larik. Penggunaan tanda penghubung di setiap baitnya, seperti hendak
menegaskan lebih dalam lagi akan sesuatu yang akan di sampaikan.
Selain itu, tipografinya pun dapat
mengisyaratkan kesepian yang menyedihkan dari bentuknya yang tidak terlalu
panjang dan lebar, serta penggunaan kata-kata yang sedikit. Semua kesepian
akhirnya berujung di bait terakhir, terlihat cukup jelas dari jumlah kata yang terus
menurun hingga bait terakhir menunjukan kesedihannya.
Diksi
Pemilihan diksi pada puisi ini
semakin mengisyaratkan kesedihan, terlihat dari diksi “gerimis” pada larik
pertama bait kedua dan diksi “gugur” pada larik kedua bait ketiga. Dari
diksi-diksi tersebut sepertinya penyair ingin menunjukkan kesedihannya karena
kehilangan orang yang dicintainya yang terlihat pada diksi “dan kau — tentu
saja” pada larik ketiga bait pertama. Penyair menyatakan bahwa di masih
memikirkan orang tersebut hingga “tengkorakku retak” kemudian seperti “kau pun menetes-netes
ke otak”. Karena kepergian orang yang dicintainya itu tidak diduga seolah-olah
“tak terlacak” sehingga diibaratkan sakura yang “gugur sebelum musim semi”.
Perpaduan diksi-diksi tersebut telah
menjadi gambaran utama sekaligus suasana yang dibawa penyair dalam puisi ini.
Diksi yang paling memberi gamabaran latar adalah judul, karena langsung merujuk
ke sebuah tempat di Jepang yang merupakan tempat tumbuhnya sakura. Sedangkan
sakura adalah diksi yang membawa suasana dalam puisi ini sehingga puisi ini
terasa lebih hidup.
Pengimajian
Pengimajian yang dilakukan dalam
puisi ini adalah penglihatan keadaan yang menghasilkan perasaan dengan latar
musim semi di Kyoto, sebuah tempat di Jepang. Pengimajian tersebut dilakukan
oleh penyair sejak dari judul sehingga pembaca akan langsung mendaratkan
imakinasinya di tempat yang diinginkan penyair.
Keadaan sedang musim semi di tempat
tersebut sehingga sakura berguguran. Dengan keadaan seperti itu, maka suasana
akan menjadi melankolis sehingga kesedihan adalah tema yang tepat dalam keadaan
seperti itu.
Imajinasi kesedihan akan semakin
diarahkan pada kesedihan ketika terbayang “gerimis musim semi”. Di keadaan yang
sangat menyenangkan, gerimis datang sehingga kesedihanlah yang terasa saat itu.
Kata Konkret
Kata konkret yang digunakan unutk
mengimajinasikan semua hal tadi berpusat pada satu hal, yaitu bunga sakura.
Pertama tokoh kau disebandingkan dengan bunga sakura dan tak akan mungkin
dilupakan oleh si penyair “tidak nyata,
kecuali sakura/
dan kau — tentu saja”. Kemudian, di akhir cerita penyair mengibaratkan dirinya dan tokoh kau sebagai sakura yang gugur sebelum waktunya.
dan kau — tentu saja”. Kemudian, di akhir cerita penyair mengibaratkan dirinya dan tokoh kau sebagai sakura yang gugur sebelum waktunya.
Perasaan kehilangan penyair
dikonkretkan dengan kata-kata “segala yang mendidih dalam kepala/ tidak nyata”
sebagai ungkapan bahwa si penyair belum menerima keadaannya saat itu, yaitu
kehilangan orang yang dicintainya.
Verifikasi
Rima dalam puisi ini kebanyakan
vokal ‘a’ yang terasa menyedihkan ketika berkombinasi dengan ‘i’. Rima dalam
bait pertama yaitu, a-a-a. Dalam bait kedua yaitu, i-a-a. Dalam bait ketiga,
yaitu a-i-a.
Bahasa
Figuratif
Dalam puisi ini ada perlambangan
keadaan dan perlambangan suasana, yaitu tengkorakku retak dan gerimis musim
semi. Keduanya menghasilkan
suasana yang menyedihkan dan kerinduan setelah ditinggal pergi seseorang.
Tema
Tema dalam puisi ini adalah
kesedihan setelah ditinggal seseorang yang dicintaiinya dengan latar kyoto saat
gerimis musim semi dan bunga-bunga sakura yang berguguran. Si penyair terus
memikirkan seseorang yang meninggalkannya itu, karena tanpa diduga akhirnya
meninggalkannya saat seharusnya mereka bahagia dalam keadaannya saat itu.
Rasa
Pembaca diajak memahami keadaan si
penyair sehingga ikut merasakan apa yang dirasakan penyair, yaitu kesedihan.
Pembaca pun diajak menikmati keadaan kyoto pada saat itu, antara nuansa
romantis dan dramatis.
Nada
Penyair bersikap sedang mencurahkan
apa yang sedang ia rasakan sehingga pembaca dapat mencurahkan pula perasaannya
pada puisi ini. setelah itu pembaca dapat masuk ke dalam alur cerita yang
terjadi pada puisi ini.
Suasana
Suasana dalam puisi ini adalah
kesedihan yang mendalam. Suasana dalam puisi ini telah dibangun oleh penyair
sejak dari judul, yaitu Kyoto. Selain itu, puisi ini membangun suasananya
dengan memperlihatkan keadaan yang terjadi saat itu yaitu, gerimis musim semi.
Selain itu suasana kehilangan yang terlihat dalam “kita sakura —/ gugur sebelum musim semi/ tak
terlacak pula”. Perasaan si penyair pun sangat terlihat dalam “segala yang
mendidih dalam kepala/ tidak nyata, kecuali sakura/ dan kau — tentu saja” yang
menggambarkan pula suasana kesedihan setelah kehilangan.
Amanat
Amanat dalam puisi ini adalah
memasrahkan segala yang terjadi karena dengan begitu kita tidak perlu terbebani
dalam pikiran dan jiwa. Seperti pada “kita sakura —/ gugur sebelum musim semi”
yang menyatakan pula bahwa penyair sudah memasrahkan kepergian seseorang yang
dicintainya. Terlihat pula dalam bait-bait yang ada dimana dua bait pertama si
penyair terlihat terus memikirkan seseorang tersebut, tetapi pada bait ketiga
ia terlihat telah memasrahkan segala hal yang terjadi meskipun itu sangat
menyakitkan dan tidak terduga sekalipun.
No comments:
Post a Comment