Hari
pertama kuliah. Terasa cukup aneh bagi saya yang telah terbiasa berseragam
bertahun-tahun. Tidak ada seragam, hanya berpakaian serapihnya saja. Pergi ke
kampus UPI menggunakan kereta subuh sekitar jam 5 pagi.
Karena
hari pertama maka masih semangat, maka hari itu saya memakai parfum untuk
pertama kalinya setelah bertahun-tahun, maka saya menyisir rambut pula untuk
pertama kalinya setalah bertahun-tahun, maka saya mandi karena itu masih perlu
bagi saya, dan maka-maka yang lainnya yang saya lakukan. Maklum masih hari
pertama harus jaga imej.
Namun
naas! Pagi itu saya lupa satu hal. Pagi itu saya menggunkan kereta ekonomi
pertama yang berisi penuh sumpek oleh para pedagang, dari pedagang lap, tahu,
minuman dan makanan umum lainnya. Adapula yang membawa barang bawaan, dari
anak, sepeda, dan yang paling sial ada yang bawa kambing di ujung gerbong sana.
Maka semua “maka” saya tadi pun akhirnya tumpas sudah dihantam badai peluh
dalam kereta.
Sesampainya
di Bandung, saya telah bagaikan orang yang tidak pernah mandi selama seminggu
penuh (meskipun ini memang sering terjadi jika sedang malas). Tetapi semangat
kuliah hari pertama untungnya yang benar-benar untung masih ada. Jadi saya
pergi dengan berjalan kaki bukan sampai UPI melainkan hanya sampai depan
stasiun karena berjalan kaki sampai UPI itu akan sangat melelahkan dan sangat
lama pastinya (pada akhirnya saya tahu jalan kaki dapat ditempuh dalam waktu
1,5 jam). Jadi yang sejadi-jadinya saya pun naik angkot ST HALL-Lembang.
Perjalanan
ini membutuhkan waktu paling cepat 30 menit. Waktu ini cukup bagi saya untuk
menghilangkan aroma Kereta Ekonomi tadi. Dengan terpaan angin yang berhembus
cukup kencang tapi tidak terlalu kencang karena akan membuat perjalanan tidak
nyaman, saya dapat menyegarkan kembali badan yang tadi sempat terkontaminasi.
Sampai
di UPI, saya turun tidak lupa membayar dengan uang pecahan 5 ribu rupiah, lalu
dengan mata berbinar-binar si aa’ tukang angkot menerima uang tersebut, lalu
dengan wajah tidak kalah berbinar saya tersenyum berharap diberi kembalian,
lalu dengan wajah yang masih tidak mau kalah berbinar (si aa’ ini masih belum
kalah rupanya) memberikan uang kembalian sebesar 2 ribu rupiah, lalu karena
saya tidak ingin melakukan kontes berbinar saat ini saya pun mengambil uang
tadi dan mulai berlalu meninggalkan si aa’ tukang angkot yang sendirian di
angkotnya dengan wajah masih tetap berbinar meskipun sendirian tanpa galau.
Kemudian
saya pun datang ke gedung FPBS yang bagusnya bukan yang jeleknya, karena yang
jelek sepertinya hanya untuk nongkrong saja. Saya yang masih pemula saat itu
tidak tahu harus kemana, maka saya pun mengirim pesan pendek yang disebut sms
kepada orang-orang yang secara dengan sialnya harus berteman dengan saya. Tapi
sayang, mereka semua beda kelas. Jadi
saya hanya mencari wilayah yang sepertinya ramai oleh orang-orang dan untungnya
kantor jurusan bahasa Indonesia ada di lantai satu, maka saya pun melihat
jadwal yang tertempel di kaca. Saat itu saya melihat jadwal semester satu, sepertinya
ada jadwal jam tujuh hari ini, yaitu pembelajaran menyimak di ruang yang saya
tidak mengerti bagaimana cara perhitungannya.
Satelah
itu, saya berlari menaiki tangga ke lantai 4 dan mencari kesana kemari
sampai-sampai bertanya pada orang yang ada di sana. Karena sudah terlalu pusing
maka saya pun masuk ke kalas yang tulisan di atas pintunya sa dengan yang ada
di jadwal. Saya masuk perlahan tapi tetap ketahuan oleh dosen, maka saya pun
meminta maaf untuk keterlambatannya. Say pun mengambil duduk di belakang. Dosen
mulai meneruskan memperkenalkan dirinya lagi. Tetapi tiba-tiba saya ditegur
oleh teman disamping saya dan saya mengenalnya.
“Her,
bukannya kamu the kelas B?” katanya terkejut.
“Iya”
kata saya dengan tidak mau kalah terkejut.
“Ini
kan kelas A” katanya dengan wajah masih terkejut.
“OH”
ini saya benar-benar terkejut.
Di
saat seperti ini tiba-tiba ada yang membalas sms saya, katanya dia sekelas
dengan saya. Dan katanya kelas hendak dimulai. Saya jadi benar-benar terkejut.
Otak saya mulai berpikir. Ini ide-ide untuk “kabur” dari kelas:
1. Merayap
perlahan keluar kelas sambil tengkurap (ini tidak masuk akal)
2.
Izin
ke toilet dan tidak pernah kembali lagi (ini paling mungkin)
3.
Timpuk
dosennya dengan benda keras sampai pingsan (ini agak kejam)
4.
Pura-pura
mati (ini bukannya bakal masuk ke kelas lain malah masuk ke rumah sakit
beneran)
5.
Berdiri
dan berbicara bahwa saya salah kelas (ini terlihat keren dan bertanggungjawab)
Jadi
pada akhirnya saya pilih nomor 5, ketika dosen telah beres mengabsen dan hendak
keluar karena sudah habis masanya. Seketika kelas pun menjadi riuh dengan tawa
karena sikap heroik saya atau mungkin karena hal lain yang saya tidak tahu.
Setelah itu saya pun segera lari dan masuk ke kelas yang tepat.
Sungguh
mengharukan, akhirnya saya sampai ke kelas yang tepat. Saya duduk di deretan
kedua dekat pintu. Saya pun mengajak berkenalan dengan orang di sisi kanan saya
dengan kemeja hitam ia memberitahu namanya Tri (laki-laki), sedangkan di sisi
kiri saya yaitu, dika, atau biasa dipanggil dik! (if you know what I mean…)
Setelah
itu setelah memperkenalkan diri, dosen tersebut membagi kelompok untuk kegiatan
kuliahnya. Maka salah satu mahasiswi pun maju ke depan untuk menuliskan nama di
papan putih berlapis kaca. Dia mengenkan baju merah, celana jeans, dengan
rambut dikucir gaya ekor kuda, dan kemudian saya kaget karena di menuliskan
nama-nama dengan tangan kiri! Waw! Ini adalah pertamakalinya saya melihat orang
menulis dengan tangan kiri secara langsung. Luar biasa atau diluarkebiasaaan.
Setelah
itu, kuliah pun usai. Cukup sebentar saya pun langsung pulang. Tapi di hari
pertama itu saya berjalan pulang bersama dengan teman baru saya, Tri. Bukan,
bukan berjalan bersama sampai stasiun, karena rumah Tri adalah di panorama
tempat yang hanya selisih puluhan meter dari UPI. Jadi kami hanya berjalan
bersama sampai panorama. Di perjalanan itu kami pun hanya mengobrol tentang
asal sekolah, tempat tinggal, dan hal-hal lainnya yang biasa digunakan untuk
PDKT. Dari perbincangan itu, saya dapat menduga bahwa ia adalah orang yang
keren. Itu lah kesimpulannya.
Maka
sampailah dia menemani saya samapai depan pintu angkot yang akan saya tumpangi.
Sebelum pulang tidal lupa kami berdadah-dadahan ria terlebih dahulu. Hari itu,
hari pertama yang cukup mnyenangkan. Dan seperti itulah.
Sambil tiduran di Bandung, 2013
Herlangga Juniarko
lagi curhat, apa gimana ini?
ReplyDelete#ikut nyimak aja deh
hanya sharing penglaman aja, mas....
ReplyDeletesemoga bermanfaat yah...
aing lain homo setaan. her tingali blog urang alus haha
ReplyDeletekalem weh tri, urag apal da engke ge maneh mah bakal terpikat ka urang hahay
Delete