oleh: Herlangga
Ah cintaku, pagi ini tiba-tiba kau kabut
Aku ingat kau pernah berkata
“Ini semua hanyalah ilusi waktu”
Aku masih tidak percaya
Bagaimana mungkin kau bisa menjadi kabut
Bukankah kemarin kau masih menjadi fana
Lalu kau berkata dalam romansa
“Ilusi waktu akan terus mengikismu sedikit demi sedikit, sayangku”
Aku masih tidak percaya
Bagaimana mungkin kau menjadi setipis kabut
Kabut itu masih setipis kerudung yang sering kau pakai
Aku tahu karena langit masih teduh sepertimu
Lalu aku menyaksikan kau perlahan menjadi cahaya
Aku ingat dahulu kau sering berkata
Bahwa kau adalah cahaya
Bahkan saat aku mengenalmu
“Namaku Lazuardi” katamu
Tak kusangka kau adalah cahaya
Dan kini kau menjadi kabut
Ah, demi dewa angin
Aku bahkan tak bisa berkicau saat burung-burung menyebutkan namamu
Itu adalah burung gereja yang sering kali kau namai
Entah untuk apa
Kemudian cahaya matahari itu seperti menembusi jemarimu
Detik seakan menelanmu
Sunyi-sunyi yang janggal
Kata demi kata tak mampu menjadi jembatan panjang
Alang-alang yang tebawa angin
“Jarum jam itu adalah pisau yang berkarat.
Berhati-hatilah” katamu tiba-tiba
Wajahmu memudar
Kolam ikan di taman itu seperti kesepian
Aku pun mungkin
“Tenanglah. Kita masih akan sering bertemu”
Aku percaya padamu
Kabut kemudian seperti kau
“Ketika pagi masih lazuardi”
“Aku harap”
Semoga dewa angin mempertemukan
Pukul 09.00, 8 Agustus 2016
No comments:
Post a Comment