herlangga juniarko

Powered By Blogger

Monday, September 26, 2016

Di Bawah Jalan Layang Pasupati

Menyantap cuanki di bawah jalan layang
Kemudian wajahmu menggenang di kuah mie
Di sampingnya pedagang pisang coklat
Aku tak pernah membelinya
Karena bagiku kamu lebih manis daripada seluruh gula di dunia
Kecuali gula buatan tentu saja

Ah, es kelapa di seberang jalan menyegarkan
Mungkin es kelapanya lebih nikmat dari buatanmu
Karena di dalamnya tak ada potongan rindu atau serutan cemburu
Tapi entah darimana, aku seperti menyeruput sendu
Mungkin kenangan masih tertinggal di lidah

Mobilmobil di atas kepala. Di jalan layang
Aku harap ada yang mau membawakan isakmu padaku


2016
Herlangga Juniarko

Saturday, September 24, 2016

Dermaga

oleh: Nurul Lutfia

dermaga itu menyetiai pertemuan demi pertemuan
awal kenang yang merekam tiap jejak perjalanan
pangkal dari pertemuan adalah perpisahan
selalu begitu. kau pemotret ulung
tiap pertemuan-perpisahan

suatu waktu, kau, aku akan sama-sama pergi
meninggalkan kota yang merangkum pertemuan kita 
rindu adalah dermaga harap yang kaulabuhkan tanpa isyarat
hanya larik doa yang menggantung di pantai cerita.


Bandung, 5 April 2014 


*catatan: saya masih ingat ketika membaca puisi ini di Pendopo Indramayu dulu. Sangat menyenangkan :)

Thursday, September 22, 2016

Altair

oleh: Karle Wilson Baker

Three of them walk together
Joyous and fair and high,
Through the still, heavenly weather
Up in the summer sky ...

Under their feet are the fountains
The night-bird's heart outpours
Flooding the mimic mountains
Of the shadowy sycamores.

Over the sky forever
She leadeth her comrades sweet;
No dream of our mortal fever
Troubleth her straying feet.

She lifteth the years from my shoulders,
She looseth the weight from my wings;
Long hidden from all beholders
An old, sealed fountain sings....

Three of them walk together--
She is the fairest of three;
And sweet as the heavenly weather
She maketh the heart of me!


1919
*diambil dari Blue Smoke karya Karle Wilson Baker

Sunday, September 18, 2016

Kupanggil Namamu

Oleh: WS Rendra

Sambil menyeberangi sepi
kupanggil namamu, wanitaku
Apakah kau tak mendengarku?

Malam yang berkeluh kesah
memeluk jiwaku yang payah
yang resah
kerna memberontak terhadap rumah
memberontak terhadap adat yang latah
dan akhirnya tergoda cakrawala.

Sia-sia kucari pancaran sinar matamu.
Ingin kuingat lagi bau tubuhmu
yang kini sudah kulupa.
Sia-sia
Tak ada yang bisa kujangkau
Sempurnalah kesepianku.

Angin pemberontakan
menyerang langit dan bumi.

Monday, September 5, 2016

Friday, September 2, 2016

Seorang Perempuan yang Menjadi Kabut: Metafora Kau, Aku, dan Waktu

oleh: Herlangga

Ah cintaku, pagi ini tiba-tiba kau kabut
Aku ingat kau pernah berkata
“Ini semua hanyalah ilusi waktu”
Aku masih tidak percaya
Bagaimana mungkin kau bisa menjadi kabut

Bukankah kemarin kau masih menjadi fana
Lalu kau berkata dalam romansa
“Ilusi waktu akan terus mengikismu sedikit demi sedikit, sayangku”
Aku masih tidak percaya
Bagaimana mungkin kau menjadi setipis kabut

Kabut itu masih setipis kerudung yang sering kau pakai
Aku tahu karena langit masih teduh sepertimu
Lalu aku menyaksikan kau perlahan menjadi cahaya

Friday, August 5, 2016

Langit Masih Menjadi Rahasia, Katanya

oleh: Herlangga

: Riski Riyadi

lelaki yang bergitar itu masih melantunkan sendu
matanya sobekan matahari senja
senar gitar adalah kenangan yang ia petiki sedikit demi sedikit
nadanada yang nanar
ada yang ingin keluar dalam ruangan yang remang

ah, kenangan adalah remangremang lampu,
sisa abu rokok di dalam asbak,
juga kopi hitam antara pekat malam

sekali waktu ia bercerita
mengenai cinta (mungkin)
yang ia lupa kapan

aku tahu. Ia juga menyembunyikan langit
di bawah bantal atau ranjangnya
setelah ruangan yang sesak emosi itu gelap
(ah ada air di dalamnya, entah darimana)


31 Juli 2016

Saturday, July 30, 2016

NEET

"Sampah"
ah pada akhirnya, ia mendengar
Jarum jam menusuk dada dan kepala

"Sampah. 
Seharusnya buang saja ke tong sampah", katanya
Sambil mengasah tangan pada leher dan nadi
Ia sudah kehabisan ruang dan tali

Bahkan untuk pulang pun tak ada tali
Pikirnya.


2016
Herlangga Juniarko


Sunday, July 3, 2016

Perih

oleh: Herlangga

Sepanjang jalan, macet membawa perih
“Tidak,” katamu.
Perih adalah jarak tak kasat mata antara kita

Kemudian bianglala berputar di atas kepala

Sudah seminggu tangan ini berdarah
Tersayat kata saat mengupas puisi
Dan menghasilkan perih

Kau tahu, darahku tak pernah melihatmu
Dalam dekade. Ia masih merindui perih


2016

Wednesday, May 4, 2016

Sekedar Kunang-kunang

oleh: Herlangga

Celaka!
Aku masih mengingat hari ketika pertamakali orangtuamu tersenyum karenamu
Hari yang kau (sempat aku) keramatkan

Tak Mungkin!
Bayanganmu masih lekat pada imaji
Tak bisakah kau sekedar menjadi kunangkunang dalam belenggu waktu?

Karena sungguh!
Aku tak ingin kunangkunang kembali menjadi kupu
Jadi, tak bisakah kau sekedar menjadi kunangkunang dalam ruang kenangan?


27 April 2016

Saturday, April 16, 2016

Sajak Kartu Bergambar

oleh: Herlangga

Pada ruang yang sepi
kata-kata kita lesap menjadi ribuan kilometer

Di tangan, dua buah kartu bergambar dan bernama
Dante dan Beatrice
Masih cintakah?
Mereka tak kawin
Ya

Memepatkan angkasa menjadi seluas kartu
kemudian menjadi abadi

aku berkata:
"Divine Comedy hanya omong kosong.
Mana mungkin seorang lelaki rela pergi ke neraka
demi seorang wanita yang tak dikawin"

Pada ujung semesta, kau berkata
"Seperti kita?"


2016


Wednesday, April 6, 2016

Perbedaan Implikatur Antara Penutur dan Mitra Tutur dalam Kerelevansian Tuturan

oleh Herlangga

             Setiap manusia pada dasarnya adalah makhuk yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu membutuhkan bantuan dari yang lain. Dengan demikian manusia pasti akan berusaha bersosialisasi dengan yang lain dengan cara berkomunikasi melalui sandi-sandi yang mereka buat sendiri yang biasa disebut bahasa.
            Bahasa yang diciptakan manusia pun terkadang tidak mampu menampung apa yang ingin disampaikan oleh penuturnya. Keinginan yang tidak tersampaikan itu pun berusaha disampaikan dengan cara menyiratkannya dalam bahasa yang digunakan. Siratan-siratan dalam sebuah tuturan tersebut disebut implikatur.
            Dalam berkomunikasi, implikatur ini dapat menyampaikan pesan dari si penutur dengan memunculkan dan membentuk konteks sehingga percakapan dapat lebih berjalan dengan baik. Implikatur juga meski disebut sebagai penyimpangan maksim dalam teori Grice ternyata dapat muncul dalam setiap tuturan bagaimana pun bentuknya bahkan jika penutur tidak memberikan implikatur dalam tuturannya.
            Namun seperti yang kita tahu, mitra tutura adalah orang yang menerima pesan dari penutur sehingga seringkali terjadi perbedaan penerimaan implikatur oleh si mitra tutur dan pemberian implikatur dari si penutur. Kita biasa menyebut hal ini sebagai sebuah kesalahpahaman dalam percakapan.
            Tulisan ini akan membicarakan kesalahpamahan tersebut dilihat dari sisi kerelevansian tuturan yang yang terjadi dan bagaimana suatu tuturan dapat kembali menjadi relavan meskipun terjadi perbedaan implikatur antara yang member dan yang menerima. Dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip dari teori relevansi maka akan terlihat bahwa suatu tuturan memiliki kerelevansiannya masing-masing sehingga setiap ujaran tersebut bisa menjadi sebuah konteks.
            Dalam tulisan ini pula dibahas bagaimana strategi mitra tutur dalam membentuk ulang konteks yang diinginkan penutur setelah mengalami perbedaan penangkapan implikatur dalam tuturannya masing-masing sehingga percakapan menjadi relevan dengan kesamaan konteks.

Landasan Teori 

Tuesday, April 5, 2016

Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa

Akhir-akhir ini saya sedang menyukai sebuah lagu dari Melancholic Bitch (ya Bitch :v) bisa disingkat Melbi berjudul "Sepasang kekasih yang pertama bercinta di luar angkasa" sungguh nama yang panjang untuk sebuah lagu. Lagu ini sempat dinyanyikan oleh Frau bersama vokalis Melbi, yaitu Ugo.

oke langsung saja seperti ini lagunya

Am Dm
Direntang waktu yang berjejal dan memburai kau berikan,
F E
sepasang tanganmu terbuka dan membiru, enggan
Am Dm
Di gigir yang curam dan dunia tertinggal dan membeku
F E
sungguh, peta melesap dan udara yang terbakar jauh.

Reff:

Monday, April 4, 2016

Cerita Picisan dari Jalan Malioboro

oleh: Herlangga

            Hari ini aku mempersiapkan diri untuk pernikahan. Ia yang sangat kucintai sudah bersiap dengan pakaian pengantin yang berwarna putih bersih. Tentu saja aku yakin bahwa hatinya pun bersih seperti wajahnya yang selalu bersinar laksana purnama malam kelam atau lentera yang menerangi tidurku. Mengingat wajahnya seperti mengingat kala pertama kali aku berjumpa derngannya.
***
            Seorang laki-laki berjalan dan akhirnya menjatuhkan buku seorang perempuan di jalanan penuh sesak Malioboro. Seperti dalam cerita-cerita singkat di layar kaca, mereka akan jatuh cinta. Maka laki-laki itu pun membantu membereskan buku sang perempuan. Mereka akan saling tersenyum dan beberapa hari kemudian mereka akan menjadi sepasang kekasih picisan.
            Aku dari sudut jalan hanya memandangi mereka sambil berpikir bahwa mereka akan menjadi pasangan yang sangat serasi seperti dalam cerita-cerita dalam layar kaca. Meskipun dalam layar kaca tersebut cerita selalu berakhir setelah mereka menjadi sepasang kekasih dan entah apa yang terjadi selanjutnya, apakah mereka akan berpisah atau melanjutkan hubungannya. Semua menjadi gelap setelah itu.
            Aku sedikit termenung dan berpikir sekejap kemudian. Aku membuat sebuah puisi singkat saat itu. Saat perempuan tadi melewatiku. Aku menggenggam tangannya dan sedetik kemudian kuberikan puisiku tadi.
            Reaksinya adalah tentu saja ia melepaskan tangannya dari genggamanku secepat mungkin lalu mengempaskan puisiku begitu saja kemudian berjalan dengan sangat cepat menjauhiku. Saat itu aku masih terpaku di sana, sedangkan mataku tak bisa lepas dari dirinya. Sungguh, ia sangat cantik. Mungkin tercantik yang pernah kutemui.
            Setalah itu, masih dapat kudengar suaranya sayup-sayup sampai ke telingaku.
            “Dasar orang gila yang konyol!” katanya
            Suaranya tak pernah dapat kulupakan sejak saat itu dan terus mengalun.

Thursday, March 31, 2016

Sajak Sayap Sayap

"Apakah sperma itu manis?"
Tanya seorang lelaki pada seorang
pelacur yang kini sedang mem-blow job-nya

Perempuan itu terdiam seketika
Matanya pisau

Ya

Jawabnya
Semanis uang yang telah kau ambil
dari pajakpajak rakyat untuk membayarku melakukan ini

Kini pria itu sedikit tercengang,
tapi orgasme telah di penghujung malam
Hingga tak sempat mengelak maka disemburkannya
sperma ke wajah seorang pelacur belia
Seperti menyemburkan kotoran pada wajahwajah
yang tak sempat tercatat sejarah

Yaitu wajahwajah anak haram yang dibuang ibunya
di tepi sungai dan berharap kematian menjadi takdir
Yaitu wajahwajah pengemis yang menghitam
dibakar sinar matahari sampai jadi sepi
Yaitu wajahwajah rakyat yang kecurian uang
namun tak menyadari

Maka pelacur itu menutup kembali payudara dan vaginanya
dengan seragam SMA yang tadi sempat digadaikan
pada seorang pejabat tingkat atas

Kemudian esok harinya, ia mampu membayar SPP yang sudah diberi sayap
oleh kepala sekolah agar terbang tinggi


2012
Herlangga Juniarko

Wednesday, March 16, 2016

Aquila: Angkasa yang Memburai

oleh: Herlangga

: L

“Masih dalam ingatan. Punggungmu”
Lelaki pecundang yang setia mendzikirkan namamu
Dalam diamnya. Dalam hatinya. Dalam sajaknya

“Aku cinta padamu. Hai kau”
Kata-kata tak bisa bersuara
Bahkan teredam oleh segala hal yang fana

Kau yang semeter depanku. Itu dulu
Sekarang mungkin telah jutaan tahun cahaya
Kau Aquila. Masih berkelap dan berkelip

“Apa kau masih ingat padaku?”
Aku masih ingat kau, Aquila
Setidaknya biru yang mewarnai tudung di langitmu
Seperti kunang-kunang dalam mimpi

Tapi aku cinta padamu. Masih


Maret, 2016

Friday, March 11, 2016

Big Bang

oleh: Herlangga

Dalam ruangan, seseorang mengingatkanku padamu
Ia berbicara mengenai ledakan Big Bang yang
terjadi pada suatu waktu yang tak tentu

Saat itu kau bertanya, “Big Bang adalah satu ledakan, bukan?”
“Ya” jawabku, “ia berasal dari satu inti yang Tuhan cipta”

Kemudian kau dan aku berpikir:
Apakah ledakan itu cukup kuat untuk membunuh semua Tuhan?
Agar tak tersisa
Perbedaan


2015

Thursday, March 10, 2016

Regional Bandung 2016


            Minggu pagi, 6 Maret 2016 kemarin terlihat beberapa orang berkumpul di depan sebuah toko hobi bernama Planet Comic. Sembari memegang album berisi kartu, mereka mengutak-atik beberapa sekumpulan kartu yang akan mereka gunakan untuk turnamen Yugioh  Regional Bandung 2016. Terdapat 37 peserta yang hendak memperebutkan hadiah berupa 12 booster Dragon Legend 2 dan 1 booster Gold Series 5, beserta poin untuk mendapatkan wildcard atau tiket 64 besar NATS (National Tournament ) 2016 ini.
            Para Duelist (sebutan player Yugioh) sendiri ada yang sudah datang sedari jam 9 pagi meskipun acara baru dimulai jam 10, tetapi ada pula yang datang agak terlambat. Namun semua dapat terkondisikan dengan baik. Peserta yang datang cukup beragam meskipun turnamen ini adalah regional bandung tetapi acara sendiri terbuka untuk umum sehingga terdapat duelist dari luar Bandung seperti Palembang, Cirebon, Sumedang, dan Karawang  ikut berdatangan.

Saturday, March 5, 2016

Kunang-kunang Dalam Bir

oleh: Agus Noor

Di kafe itu, ia meneguk kenangan. Ini gelas bir ketiga, desahnya, seakan itu kenangan terakhir yang bakal direguknya. Hidup, barangkali, memang seperti segelas bir dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir. Tapi, benarkah ini memang gelas terakhir, jika ia sebenarnya tahu masih bisa ada gelas keempat dan kelima. Itulah yang menggelisahkannya, karena ia tahu segalanya tak pernah lagi sama. Segalanya tak lagi sama, seperti ketika ia menciumnya pertama kali dulu.

Dulu, ketika dia masih mengenakan seragam putih abu-abu. Saat senyumnya masih seranum mangga muda. Dengan rambut tergerai hingga di atas buah dada. Saat itu ia yakin: ia tak mungkin bisa bahagia tanpa dia. ”Aku akan selalu mencintaimu, kekasihku….” Kata-kata itu kini terasa lebih sendu dari lagu yang dilantunkan penyanyi itu. I just called to say I love you….

Tapi mengapa bukan sendu lagu itu yang ia katakan dulu? Ketika segala kemungkinan masih berpintu? Mestinya saat itu ia tak membiarkan dia pergi. Tak membiarkan dia bergegas meninggalkan kafe ini dengan kejengkelan yang akhirnya tak pernah membuatnya kembali.

Waktu bisa mengubah dunia, tetapi waktu tak bisa mengubah perasaannya. Kenangannya. Itulah yang membuatnya selalu kembali ke kafe ini. Kafe yang seungguhnya telah banyak berubah. Meja dan kursinya tak lagi sama. Tetapi, segalanya masih terasa sama dalam kenangannya. Ya, selalu ke kafe ini ia kembali. Untuk gelas bir ketiga yang bisa menjadi keempat dan kelima. Seperti malam-malam kemarin, barangkali gelas bir ini pun hanya akan menjadi gelas bir yang sia-sia jika yang ditunggu tidak juga tiba.

”Besok kita ketemu, di kafe kita dulu….”

Friday, March 4, 2016

Lima Detik

oleh: Herlangga

             Ternyata jam tanganku sudah menunjukkan pukul 14.00 dan kuliah hari ini pun telah berakhir dengan damai. Sekarang yang ada hanyalah aku dan pacarku, kami hendak berjalan bersama ke tempat-tempat yang belum pernah kami kunjungi bersama sebelumnya hari ini.
            Dan sekarang akan kalian dapati aku yang berjalan bersama pacarku di jalanan kampus. Sepanjang perjalanan ini sepertinya aku tak dapat berhenti memandangi pacarku yang cantik itu. Rambut panjangnya yang terurai seperti memberi aura tersendiri baginya. Oh, dia berkata bahwa dia telah meluruskan seluruh rambutnya kemarin demi hari ini.
            “Weekend ini sepertinya akan sangat berbeda. Jadi, aku akan merubah seditik penampilanku” katanya padaku kemarin sebelum kami berpisah di persimpangan jalan.
            Sejatinya, aku tak terlalu suka perubahan karena itu mungkin akan merubah takdirmu. Ya mungkin, tetapi kita tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya bukan? Seperti saat ini, tiba-tiba aku terpeleset karena menginjak sesuatu yang sangat licin.
            Aku tak tahu apa yang aku pikirkan saat itu, tetapi aku secara tiba-tiba melihat pasangan lain di depanku. Mereka saling melepaskan tangan. Oh aku ingat.

*Detik 1
            “Kita putus.” Kata perempuan itu 5 detik yang lalu
            Pria yang ada di hadapannya hanya terdiam seperti paku yang baru membeku.
            “Tapi” kata pria itu dan itu adalah kata terakhirnya sebelum aku menyadari mereka saling melepaskan genggamannya.

Thursday, March 3, 2016

Mi Querido

oleh: Pringadi Abdi


- "Jika cinta tak dapat dimiliki, mungkin memang seharusnya kita membuangnya jauh-jauh. Membuangnya ke tempat yang terdalam" -
 
Malabar. Aku padamu bagai embun di pucuk daun teh yang lenyap dimakan cahaya. Berapa menit waktu telah melenyapkan aku dari kedua matamu ketika duduk di kafe itu, kau memesan Coupe la Braga, aku tak memesan apa pun kecuali segala rasa cemburumu yang diam-diam kupadatkan di dalam pikiran. Padahal kau (begitu pun aku) telah sama-sama jatuh cinta pada Braga yang menguapkan segala kekakuan kota. Kekakuanmu. Kekakuanku. Kekakuan segala tetek bengek rumus matematika dan fisika di kelas-kelas jam tujuh pagi. De Gauss gila. Descartes yang sia-sia. Cinta. Ah, aku padamu bagai dahan pohon cemara, ditepuk angin, dan benarlah Chairil itu, hidup hanya menunda kekalahan.

“Katakanlah...”

“Apa?”

“Yang seharusnya ingin kau katakan.”

Padahal aku tidak ingin mengatakan apapun. Aku tidak ingin membiarkan segala huruf berloncatan dan meledekku dari kejauhan, kemudian udara dingin menggigilkanku lewat sela sweater yang kukenakan (meski berlapis), menatap matamu dan api menyala-nyala di dalamnya seolah Patuha siap menyemburkan lahar yang mati, tetapi yang kurindukan tetaplah hangatnya pelukanmu.

“Jangan sentuh aku lagi...aku tidak mau tanganmu yang memiliki bekas perempuan lain.” Tambahmu marah. Tetapi wajahmu tenang-tenang saja sambil menyuap lembutnya es krim yang pertama kali kukenalkan kepadamu, ketika hujan rintik-rintik dan kita terbiar di atas kedua belah kaki, tak berpayung, dan berlari-lari kecil seolah dikejar kecemasan. “Aku takut gerimis...” begitu kau bilang kepadaku kala itu. Aku pun hanya bisa menangkupkan jaketku ke atas kepalamu dan kau tersenyum manis dengan lesung pipitmu itu.

“Aku masih mencintaimu, Lin....”

“Dan kau mencintainya juga?”

Monday, January 25, 2016

Hujan Berkembang

1. Aku. Adalah yang terikat dengan non-kepemilikan (tak memiliki, tak juga dimiliki)
2. Kamu. Dengan ketajaman perasaan melepaskan ikatan-ikatan itu
3. La ilaha ilallah berkumandang ketika tergelincirnya senja. Aku berujar bahwa nasi goreng itu enak dan khas. Satu waktu akan kubawa untukmu
4. Layaknya buku baru, aku tuliskan apa saja yang ku mau. Kebetulan, sintaksis waktu itu. Tiga halaman yang kau bantu.
5. Harum tanah, pesawat terbang, tisu, saus dan pizza yang tercatat. Iya, mereka semua berserikat dan bersaksi saat pertama kali tanganku hampir menyentuh pipimu.
6. Ada rasa tak enak dariku waktu itu, mungkin cemas. Tapi kamu pasti tahu. Bila aku dan kamu suka bakso, kita akan memakannya bersama.
...
7. Dia yang cemas adalah yang memacu cepat motornya untuk memastikan tidak ada masalah dengan keset yang mendadak hilang dan jendela yang terbuka.
8. Dia adalah yang mengerti hangatnya perasaan perempuan yang memberinya selimut ketika dia tertidur di lantai saat hujan tahun itu.
9. Dia adalah yang memandangi raut wajah perempuan yang

Wednesday, January 20, 2016

Pernyataan: Kata-kata

oleh: Herlangga 

Kata-kata masih bersemadi 
Dalam dada
Kau pun menyemai 

Hujan menjadi kau 
Merintik 
Kembang api 

Sempatkah kau berpikir 
ada kunci yang menghilang sebelum pernyataan?
Ketakutan.


2016

Tuesday, January 19, 2016

Somnambulisme

oleh: Herlangga

Aku tahu kau sering menulisi dinding belakang rumahku
Kau tulis rembulan, kembang, dan air mata

Pun kutahu
Kau berjalan dalam mimpi

(langit sunyi, bulan sunyi, bintang sunyi)
Tanpa sadar membunuh seorang lelaki dengan rindu


2016

Monday, January 18, 2016

Satu

oleh: Sutardji Calzoum Bachri

kuterjemahkan tubuhku ke dalam tubuhmu
ke dalam rambutmu kuterjemahkan rambutku
jika tanganmu tak bisa bilang tanganku
kuterjemahkan tanganku ke dalam tanganmu
jika lidahmu tak bisa mengucap lidahku
kuterjemahkan lidahku ke dalam lidahmu
aku terjemahkan jemariku ke dalam jemarimu
jika jari jemarimu tak bisa memetikku
ke dalam darahmu kuterjemahkan darahku
kalau darahmu tak bisa mengucap darahku
jika ususmu belum bisa mencerna ususku
kuterjemahkan ususku ke dalam ususmu
kalau kelaminmu belum bilang kelaminku
aku terjemahkan kelaminku ke dalam kelaminmu

daging kita satu arwah kita satu
walau masing jauh
yang tertusuk padamu berdarah padaku

1979
*dari buku "O, Amuk, Kapak"