herlangga juniarko

Powered By Blogger

Saturday, October 21, 2017

Di kereta, Hujan Menjadi Kau

Oleh: Herlangga

Kereta Senja. Wajahmu di kaca jendela
Hujan selalu melambatkan waktu meski senja runtuh di hadapan kita
Kita memang tak pernah bisa memercayai jadwal datang dan pergi kereta
Sementara rel kembali basah karena kenangan

Langit merintik. 
Hujan terkadang menjebak kita dalam kenangan
"Mungkin hujan itu cemburu pada kita"
katamu seperti peramal ulung setelah petir memecah sunyi

Namun langkahmu tibatiba gemuruh di jantungku
Mungkin kau pun tak ingin lagi dicemburui langit
Sehingga pergi adalah cara terbaik meruntuhkan hujan
Sedang aku lebih ingin hujan itu meruntuhkan bulan ketimbang senja
Jika saja aku tahu, di jarimu akan menggelang bulan yang mencekikku


2016

Saturday, October 14, 2017

Gaun Pengantin

Oleh: Herlangga

Musim hujan. Kau dan gaun pengantinmu
Pada akhirnya memadamkan api di rangka tubuhku
Kemudian menyalib jantungku

Pada hari penghisaban yang telah ditentukan
Kau pun bertanya:
"Seberapa besar api di tubuhmu?"
Akhirnya kau menjadi rintik hujan pada tanahtanah basah
Kenangan kemudian menjadi hal paling purba antara kita

Aku menjawab:
"Apa masih ada ruang di jari manismu?"
Saat itu, kulihat akar yang melingkar di jarimu
Juga menggelang di leherku


2017


Monday, September 4, 2017

Komposisi Desember (2)

Natal ini menetes darah katakata setelah disalib puisi
Karena kesepian menjadi lebih runcing dari kenanganmu

Kenanganmu. Pesan yang masih tersimpan dalam kotakkotak ingatan
‌Juga senyummu yang kunang-kunang
‌menjadi belati pada ujung nadi dan segala imaji terdiri dari: 
senyummu yang asing,
senja yang memudar,
rusukku yang patah,
dan segala kebodohanku

‌Oh, aku lupa telah meninggalkan harapan
pada dirimu. Aku ingin mengambilnya kembali
Jadi, bisakah kita bertemu?


Bandung, 27 Desember 2016
Herlangga Juniarko
*diambil dari antologi puisi "Hujan. Terima Kasih"

Friday, August 11, 2017

Hiroshima

Oleh: Herlangga

Melihat kembali pesanpesan yang kau tinggalkan
Otakku mengelupaskan rindunya
Kemudian gugur seperti sakura dalam cerita kartun di layar kaca

Kau sering bercerita
bahwa bom atom di Hiroshima yang menyebabkan kemerdekaan kita
Dan aku hanya berkata kebetulan saja
Seperti juga kebetulan yang membuatku mencintaimu

Beberapa saat sebelum jarimanismu menjadi lebih manis,
Maukah kau menceritakan kembali bom hiroshima?
Siapa tahu aku bisa ikut merdeka


Agustus, 2017

Thursday, January 5, 2017

Dilatasi Waktu

Soal waktu yang berkaitan dengan perasaan
Kemudian katakata memepat menjadi distorsi hujan yang menua karna penantian
Dan mati tanpa ada persaksian

Aku sempat ingat kau berkata:
"Kematian adalah kenangan"
seraya mengibaskan rambut hitammu
Diiringi jatuh kelopak senja di tepi hujan

Ah, dukaduka yang papa. Masihkah kau di sana?
Merindu muram yang sama

Aku senantiasa mencari lekuk kesedihan dari tiap kecupmu
Wajahmu senja. Aku masih ingat juga
Meski mulai memudar diterpa senyum-senyum rekah dari bibir tipis itu

Oh, aku jatuh juga
Pada kesepian waktu tentang kita
Adakah rindu itu masih menghantui malammu?
Setelah kutikam mati anak-anak rindu itu
Lalu cahaya lampu kota pun sempat jatuh untuk mengenangmu
Nara, bagaimana kabarmu?


Panorama, 12 Desember 2016
Abdillah Al-Hafizh, Herlangga Juniarko, & Tri Cahyana Nugraha