herlangga juniarko

Powered By Blogger

Friday, October 11, 2013

Analisis Puisi "Kupu-kupu" Karya Acep Zamzam Noor

Kupu-Kupu
oleh: Acep Zamzam Noor

Selembar daun kering
Jatuh sudah. Dan taman tersenyum
Bunga-bunga mengangguk di sekitarnya

Sebutir embun (mungkin air mata)
Di punggung daun yang jatuh
Menjadi doa. Kupu-kupu terbang entah ke mana

*diambil dari Antologi puisi "Tulisan pada Tembok, 2011"

Analisa Aspek Sintaksis
            Judul puisi “Kupu-kupu” ini terdiri dari satu kata. “Kupu-kupu” yang menjadi judul dari puisi ini merupakan simbol utama dalam terbentuknya puisi ini.

            Puisi ini terdiri dari dua bait, masing-masing bait terdiri dari tiga larik. Bait pertama dalam puisi ini terdiri dari tiga kalimat yaitu, “Selembar daun kering/ Jatuh sudah.“, ”Dan taman tersenyum” , “Bunga-bunga mengangguk di sekitarnya”. Bait kedua dalam puisi ini terdiri dari dua kalimat yaitu, “Sebutir embun (mungkin airmata)/ Di punggung daun yang jatuh/ Menjadi doa.” dan “Kupu-kupu terbang entah kemana
            Bait pertama yang terdiri dari tiga kalimat ditandai dengan adanya tiga predikat pada masing-masing kalimat yaitu, ‘jatuh’ , ‘tersenyum’ , dan ‘mengangguk’.
            Kalimat pertama terdiri dari satu frasa, lima kata. Satu frasa tersebut adalah “Selembar daun kering” yang merangkap juga sebagai subjek. Dalam bait pertama ini, kalimat ini pun dapat menjadi keterangan waktu terjadinya kejadian pertama dan kejadian inti dari seluruh puisi.
            Kalimat kedua pada puisi ini yaitu “Dan taman tersenyum” menjadi kejadian kedua dalam puisi. Dalam kalimat tesebut terdapat tiga kata yang salah satunya adalah konjungsi dari kalimat sebelumnya meskipun hubungan yang ditimbulkan tidak terlalu terasa karena kata ‘Dan’ adalah konjungsi yang tidak menghubungkan antara satu hal dengan hal yang lainnya.  Kalimat tersebut digambarkan terjadi bersamaan dengan kejadian pertama.
            Kalimat ketiga dalam puisi ini adalah “Bunga-bunga mengangguk di sekitarnya” menjadi kejadian ketiga dalam puisi ini. Dalam kalimat tersebut terdapat empat kata. Kalimat tersebut masih menggambarkan keadaan saat itu. Hanya pada kalimta ini lebih di terasa sebagai keterangan dari kejadian yang terjadi pada kalimat satu dan dua.
            Ketiga kalimat yang berada di bait pertama memiliki hubungan yang sangat erat sekali. Ketiganya membentuk suatu keterangan suasana yang terjadi pada puisi ini. Ketiga kalimat ini mencoba menjadi prolog dari puisi agar puisi ini dapat hidup. Meskipun penghidupan puisi terjadi di kalimat kedua dan ketiga karena adanya majas personifikasi pada objeknya masing-masing, tetapi dengan memunculkan suatu keadaan yang terjadi pada kalimat pertama menghasilkan kesan elegan pada puisi ini.
            Dalam kalimat pertama bait pertama terjadi pemenggalan kalimat yaitu “Selembar daun kering” dan “Jatuh sudah” dilakukan mungkin untuk menjaga agar kalimat pertama dan kalimat kedua tidak terlalu memiliki jarak yang jauh sehingga tetap dapat bersatu. Sebaliknya, kalimat kedua dengan kedua terasa memiliki jarak yang begitu jauh mungkin dilakukan agar terlihat terjadi respon dari atas terjadinya kejadaian pertama dan kedua yang seolah-olah bersamaan.
            Selanjutnya, pada bait kedua terdapat dua kalimat. Kalimat-kalimat itu ditandai dengan adanya dua predikat, yaitu ‘Menjadi’ dan ‘terbang’.
            Kalimat pertama dalam bait tersebut terdiri dari 12 kata. Frasa “Sebutir embun” menjadi subjek, frasa “Di punggung daun yang jatuh” menjadi keterangan, dan kata “doa” menjadi  objek dari kalimat. Dalam kalimat ini terdapat suatu frasa yang menjadi keterangan dari frasa “sebutir embun” yaitu, frasa “mungkin airmata”. Frasa tersebut diberi tanda kurung pada puisi sehingga memberi tanda bahwa sebutir embun itu merupakan airmata. Di sana terjadi pembukaan tanda oleh puisi itu sendiri sehingga menjadi dapat diketahui makna dari puisi ini.
            Kalimat pertama ini menjadi kegiatan yang dilakukan setelah penggambaran suasana di bait pertama. Kalimat ini terbagi menjadi tiga larik yang pemisahannya terjadi menurut fungsi sintaksisnya sehingga terjadi pemfokusan pada suatu fungsi sintaksis.
            Kalimat kedua terdiri dari empat kata. Kata “Kupu-kupu” menjadi subjek, kata “terbang” menjadi predikat, dan frasa “entah kemana” menjadi keterangan. Pada kalimat ini sang tokoh utama diceritakan akhirnya terbang ke tempat yang tak diketahui atau merantau.

Analisis aspek Semantik
            Simbol
-          Selembar daun kering : menunjukan kematangan si kupu-kupu.
-          Jatuh sudah : menunjukan waktu yang sudah tepat.
-          Taman tersenyum : menunjukan tempat berlindungnya si kupu-kupu telah merestui kematangannya.
-      Bunga-bunga mengangguk di sekitarnya : menunjukan bahwa lingkungan sekitarnya telah menyetujui kepergian si kupu-kupu.
-          Sebutir embun (mungkin airmata) : menunjukan airmata yang menetes karena merestui kepergian si kupu-kupu.
-          Di punggung daun yang jatuh : menunjukan bahwa airmata itu adalah airmata kebahagiaan.
-          Menjadi doa : menunjukan dari airmata kebahagiaan itu akan menjadi sebuah doa bagi si kupu-kupu.
-          Kupu-kupu terbang entah kemana : menunjukan kupu-kupu itu akhirnya pergi untuk meraih cita-cita dan masa depannya.
     
            Setelah menemukan kata-kata kunci, maka kita akan dengan mudah menyusun hipotesa cerita dalam puisi ini. Puisi ini bercerita tentang seorang anak yang diibaratkan sebagai kupu-kupu mungkin penyair berpendapat bahwa fase pertumbuhan manusia seperti seekor kupu-kupu. Kupu-kupu bermula dari ulat (masa kanak-kanak) yang masih suka mencoba segala hal, lalu beranjak menjadi kepompong (masa remaja) yang mulai menemukan jati diri dan membentuk dirinya untuk menjadi dewasa, dan akhirnya menjadi kupu-kupu (masa dewasa) yang sudah menemukan kematangannya sendiri.
            Sedangkan tempat bernaung si kupu-kupu dalam puisi ini dapat diibaratkan sebagai taman yang telah menjadi tempat tinggal kupu-kupu selama berubah menjadi lebih dewasa.
            Bunga-bunga mungkin dalam puisi ini diibaratkan sebagai keluarganya termasuk ibunya yang telah merawatnya dengan emberikan daun-daun dari bunga tersebut sehingga kupu-kupu dapat menjadi kupu-kupu yang sempurna.
            Dalam perpisahan yang ditandai dengan selembar daun kering yang jatuh. Akhirnya bunga-bunga itu memberikan doa dengan airmata yang tertahan seperti tertahan di punggung pohon. Airmata bahagia itu pun menjadi doa kepergian si kupu-kupu untuk mengarungi dunia.

No comments:

Post a Comment