herlangga juniarko

Powered By Blogger

Friday, June 21, 2013

Analisis Struktural Puisi “Ayat-ayat Kyoto” Karya Sapardi Djoko Damono

oleh: Herlangga Juniarko

            Sajak merupakan struktur. Struktur di sini merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik, saling menentukan. Ada tiga dasar rangkaian keasatuan, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri.
            Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagiannya yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasa transformasi dalam arti struktur itu tidak statis. Ketiga, struktur itu mengatur dirinya sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuna dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya.
            Analisis struktur sajak adalah analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam struktur sajak dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Sajak itu merupakan susunan keseluruhan yang utuh, yang bagian-bagian atau unsur-unsurnya saling erat berkaitan dan saling menentukan maknanya.
            Penganalisisan struktural lebih melihat makna dari setiap unsur lalu menghubungkannya dengan unsur-unsur pembentuknya yang lain sehingga dapat ditemukan makna inti dari sebuah karya sastra.
            Di bawah ini akan disajikan sebuah puisi yang dianalisis berdasarkan pendekatan struktural.
 
Ayat-Ayat Kyoto

segala yang mendidih dalam kepala
tidak nyata, kecuali sakura
dan kau — tentu saja

gerimis musim semi —
tengkorakku retak;
kau pun menetes-netes ke otak

kita sakura —
gugur sebelum musim semi
tak terlacak pula

(Sapardi Djoko Damono, Ayat-ayat Api)




Tipografi
            Tipografi puisi ini terdiri dari tiga bait seperti puisi pada umumnya. Pada masing-masing bait tersebut terdiri dari tiga larik. Penggunaan tanda penghubung di setiap baitnya, seperti hendak menegaskan lebih dalam lagi akan sesuatu yang akan di sampaikan.
            Selain itu, tipografinya pun dapat mengisyaratkan kesepian yang menyedihkan dari bentuknya yang tidak terlalu panjang dan lebar, serta penggunaan kata-kata yang sedikit. Semua kesepian akhirnya berujung di bait terakhir, terlihat cukup jelas dari jumlah kata yang terus menurun hingga bait terakhir menunjukan kesedihannya.

 
Diksi
            Pemilihan diksi pada puisi ini semakin mengisyaratkan kesedihan, terlihat dari diksi “gerimis” pada larik pertama bait kedua dan diksi “gugur” pada larik kedua bait ketiga. Dari diksi-diksi tersebut sepertinya penyair ingin menunjukkan kesedihannya karena kehilangan orang yang dicintainya yang terlihat pada diksi “dan kau — tentu saja” pada larik ketiga bait pertama. Penyair menyatakan bahwa di masih memikirkan orang tersebut hingga “tengkorakku retak” kemudian seperti “kau pun menetes-netes ke otak”. Karena kepergian orang yang dicintainya itu tidak diduga seolah-olah “tak terlacak” sehingga diibaratkan sakura yang “gugur sebelum musim semi”.
            Perpaduan diksi-diksi tersebut telah menjadi gambaran utama sekaligus suasana yang dibawa penyair dalam puisi ini. Diksi yang paling memberi gamabaran latar adalah judul, karena langsung merujuk ke sebuah tempat di Jepang yang merupakan tempat tumbuhnya sakura. Sedangkan sakura adalah diksi yang membawa suasana dalam puisi ini sehingga puisi ini terasa lebih hidup.

Pengimajian
            Pengimajian yang dilakukan dalam puisi ini adalah penglihatan keadaan yang menghasilkan perasaan dengan latar musim semi di Kyoto, sebuah tempat di Jepang. Pengimajian tersebut dilakukan oleh penyair sejak dari judul sehingga pembaca akan langsung mendaratkan imakinasinya di tempat yang diinginkan penyair.
            Keadaan sedang musim semi di tempat tersebut sehingga sakura berguguran. Dengan keadaan seperti itu, maka suasana akan menjadi melankolis sehingga kesedihan adalah tema yang tepat dalam keadaan seperti itu.
            Imajinasi kesedihan akan semakin diarahkan pada kesedihan ketika terbayang “gerimis musim semi”. Di keadaan yang sangat menyenangkan, gerimis datang sehingga kesedihanlah yang terasa saat itu.


Kata Konkret
            Kata konkret yang digunakan unutk mengimajinasikan semua hal tadi berpusat pada satu hal, yaitu bunga sakura. Pertama tokoh kau disebandingkan dengan bunga sakura dan tak akan mungkin dilupakan oleh si penyair  “tidak nyata, kecuali sakura/
dan kau — tentu saja”. Kemudian, di akhir cerita penyair mengibaratkan dirinya dan tokoh kau sebagai sakura yang gugur sebelum waktunya.
            Perasaan kehilangan penyair dikonkretkan dengan kata-kata “segala yang mendidih dalam kepala/ tidak nyata” sebagai ungkapan bahwa si penyair belum menerima keadaannya saat itu, yaitu kehilangan orang yang dicintainya.

Verifikasi
            Rima dalam puisi ini kebanyakan vokal ‘a’ yang terasa menyedihkan ketika berkombinasi dengan ‘i’. Rima dalam bait pertama yaitu, a-a-a. Dalam bait kedua yaitu, i-a-a. Dalam bait ketiga, yaitu a-i-a.

Bahasa Figuratif
            Dalam puisi ini ada perlambangan keadaan dan perlambangan suasana, yaitu tengkorakku retak dan gerimis musim semi.  Keduanya menghasilkan suasana yang menyedihkan dan kerinduan setelah ditinggal pergi seseorang.

Tema
            Tema dalam puisi ini adalah kesedihan setelah ditinggal seseorang yang dicintaiinya dengan latar kyoto saat gerimis musim semi dan bunga-bunga sakura yang berguguran. Si penyair terus memikirkan seseorang yang meninggalkannya itu, karena tanpa diduga akhirnya meninggalkannya saat seharusnya mereka bahagia dalam keadaannya saat itu.
           


Rasa
            Pembaca diajak memahami keadaan si penyair sehingga ikut merasakan apa yang dirasakan penyair, yaitu kesedihan. Pembaca pun diajak menikmati keadaan kyoto pada saat itu, antara nuansa romantis dan dramatis.

Nada
            Penyair bersikap sedang mencurahkan apa yang sedang ia rasakan sehingga pembaca dapat mencurahkan pula perasaannya pada puisi ini. setelah itu pembaca dapat masuk ke dalam alur cerita yang terjadi pada puisi ini.

Suasana
            Suasana dalam puisi ini adalah kesedihan yang mendalam. Suasana dalam puisi ini telah dibangun oleh penyair sejak dari judul, yaitu Kyoto. Selain itu, puisi ini membangun suasananya dengan memperlihatkan keadaan yang terjadi saat itu yaitu, gerimis musim semi. Selain itu suasana kehilangan yang terlihat dalam  “kita sakura —/ gugur sebelum musim semi/ tak terlacak pula”. Perasaan si penyair pun sangat terlihat dalam “segala yang mendidih dalam kepala/ tidak nyata, kecuali sakura/ dan kau — tentu saja” yang menggambarkan pula suasana kesedihan setelah kehilangan.

Amanat
            Amanat dalam puisi ini adalah memasrahkan segala yang terjadi karena dengan begitu kita tidak perlu terbebani dalam pikiran dan jiwa. Seperti pada “kita sakura —/ gugur sebelum musim semi” yang menyatakan pula bahwa penyair sudah memasrahkan kepergian seseorang yang dicintainya. Terlihat pula dalam bait-bait yang ada dimana dua bait pertama si penyair terlihat terus memikirkan seseorang tersebut, tetapi pada bait ketiga ia terlihat telah memasrahkan segala hal yang terjadi meskipun itu sangat menyakitkan dan tidak terduga sekalipun.

No comments:

Post a Comment