herlangga juniarko

Powered By Blogger

Friday, November 30, 2012

Mata Penyair

oleh: Subagio Sastrowardoyo

Ketika terbuka jendela, terdengar hiruk-pikuk kota. "Apa saja yang sudah kuberikan kepadamu," kata penyair, "kecuali nyawaku ini yang teraniaya."
Rakyat yang miskin merangsak kemuka. "Kami ingin matamu!" teriak mereka. "Kami ingin matamu, yang bisa merobah butir pasir yang tercecer dari karung menjadi emas di jalan. Beri matamu, matamu!"
Ada yang masih mau membela penyair itu. "Ingat, tanpa mata penyair menjadi buta!"
Tetapi rakyat yang putusasa tidak peduli. Mereka renggut mata penyair dari lubang matanya, dan lewat kedua bola matanya mereka melihat dunia. Tetapi pasir yang tercecer tidak menjadi emas. Mereka menjadi kecewa dan merebus dan melahap kedua bola mata itu. Dan tidak terjadi apa-apa.
Penyair yang buta itu duduk di jendela dan tertawa menghadap ke kota. Tanpa mata dilihatnya semua begitu indahnya. Begitu indahnya!


*dari Antologi "Dan Kematian Makin Akrab"

No comments:

Post a Comment