Thursday, September 18, 2014

Persensoran Indonesia Terlalu “Lebay”


oleh: Herlangga Juniarko

            Pernah menonton televisi dengan adegan perkelahian? Tentu saja setiap orang yang mempunyai televisi sudah pernah melihat adegan seperti itu minimal sekali dan pasti menyadari bahwa terasa ada sesuatu hal yang hilang dalam adegan perkelahian tersebut. Ya, adegan pukulan pada pertelevisian Indonesia pada akhirnya disensor secara mentah-mentah!
            Sensor dalam pertelevisian sebenarnya adalah sebuah penghilangan suatu adegan, suara atau hanya mengaburkan gambar dalam sebuah film. Fungsinya sendiri tidak lain adalah untuk memberikan kenyamanan setiap penonton dengan tayangan yang aman dan sesuai. Dengan begitu sensor pun bisa menyesuaikan dengan jam tayangan dan target penonton. Misalnya di jam tengah malam tentu tidak akan terlalu banyak disensor karena jam tayang yang khusus dan target penonton yang rata-rata dewasa. Berbeda dengan tanyang pada “prime time” atau jam yang sedang ramai, maka penyensoran dilakukan lebih hati-hati kerena jam tayang yang umum dan target penonton yang mencakup semua umur.

            Namun tentu saja penyensoran tidak boleh asal potong sehingga mengganggu jalannya cerita atau mengganggu bagian yang menjadi daya tarik cerita. Misalnya pemotongan adegan tidak bisa dilakukan pada film aksi karena akan mengganggu bagian daya tarik cerita. Di sinilah mulai muncul permasalahan dari Lembaga Sensor Indonesia.
            Lembaga Sensor Indonesia saat ini seperti terlalu sensitif dengan berbagai macam adegan perkelahian. Contohnya adalah sebuah film kartun untuk anak-anak yang mengangkat daya tarik aksi malah dipotong bagian perkelahiannya. Ini dapat menyebabkan kekacauan logika dalam sebuah cerita. Meskipun cerita tidak terganggu dan masih dapat berjalan terus, tetapi penonton akan merasakan bahwa ada sesuatu yang hilang dan merasa hampa pada akhirnya.
            Pemotongan seperti inilah yang membuat penyensoran saat ini bisa dianggap buruk. Pemotongan adegan seperti dibuat asal dan tidak rapih sehingga penonton masih dapat merasakan apa yang dipotong dalam suatu adegan. Kenyamanan dalam menonton pun bisa terganggu. Sensor yang seharusnya membuat kenyamanan dalam menonton pun akhirnya hanya sebagai formalitas bahwa Lembaga Sensor masih ada dan tetap eksis.
            Sensor-sensor dengan pemotongan tanyangan pada dasarnya haruslah tepat. Tentu saja seseorang tidak ingin menonton sebuah film aksi tanpa adegan perkelahian yang wajar. Inilah maksudnya dari penyensoran yang tepat. Sensor dilakukan sesuai kadarnya tidak terlalu berlebihan dan tidak terlalu kurang, tapi sesuai porsinya.
            Lembaga Sensor seharusnya lebih memperhatikan lagi ketepatan sensor dan kehalusan dalam menyensor. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka kualitas dari sebuah tayangan pun akan tetap terjamin sehingga tidak menjadikan sebuah tayangan menjadi asal jadi. Kenyamanan penonton pun akan terjamin dengan kualitas yang baik dan aman.

No comments:

Post a Comment