oleh: Herlangga Juniarko
Hikikomori
adalah sebuah kata dari bahasa jepang yang memiliki arti menarik diri. Dalam
kehidupan sosial, hikkomiri diartikan sebagai seseorang yang telah menarik diri
dari kehidupan sosial. Seorang hikikomori biasanya menetap di dalam kamarnya
dan tidak keluar dalam waktu yang lama.
Di
jepang yang merupakan awal munculnya istilah ini, seseorang dikatakan seorang
hikikomori jika tidak mengikuti pergaulan selama 6 bulan. Biasanya seorang
hikikomori menutup dirinya di dalam kamar dan hanya keluar sekali selama
sebulan atau yang paling parah seorang hikikomori hanya keluar dari rumahnya sekali
dalam setahun hanya untuk membeli barang-barang kebutuhannya saja.
Dalam
banyak survei yang telah banyak dilakukan, sebagian besar hikikomori adalah
laki-laki. Ini sangat wajar, karena penyebab utama dari hikikomori adalah
biasanya tekanan yang terlalu besar dari lingkungan sekitarnya yang
mengakibatkan seorang hikikomori tidak mampu menahannya. Tekanan-tekanan ini
biasanya adalah tekanan psikis yang disebabkan keinginan yang berlebihan dari
lingkungan.
Penyebab
lain munculnya hikikomori adalah kecanduan akan sesuatu hal. Biasanya ini
terjadi pada remaja yang memiliki hobi yang terlalu berlebihan. Contoh yang
umum di jepang adalah kecanduan pada manga, anime, dan game.
Lalu,
apa hubungannya hikikomori dengan Indonesia? Di Indonesia sendiri, saat ini
masyarakatnya sudah memiliki kecendurungan yang sama dengan hikikomori di
Jepang. Perbedaan yang paling besar adalah jika di Jepang banyak yang mengakhirinya
dengan mengurung dirinya di kamar, sedangkan di Indonesia banyak yang
mengakhirinya dengan bunuh diri.
Mungkin
pernah dengar berita tentang seorang siswa SMA yang mati bunuh diri akibat
tidak lulus UN? Pernah juga mendengar bahwa ada yang membunuh seseorang karena
sebuah game online? Atau pernah mendengar seseorang yang mati bunuh diri karena
tekanan-tekanan hidup lainnya? Ini semua termasuk dalam hikikomori gaya
Indonesia, yaitu menarik diri dari kehidupan dengan mati.
Tekanan
psikis memang tidak bisa diatasi. Tekanan-tekanan akan selalu muncul bedanya
ada yang berat ada juga yang lemah. Seharusnya sudut pandang terhadap
tekanan-tekanan seperti itu mulai diatasi sejak bangku sekolah dasar. Mengubah
sudut pandang terhadap suatu hal memanglah sangat sulit.
Ada
salah satu cara untuk mengatasinya, yaitu melakukan bimbingan orangtua.
Terkadang orangtua pun perlu dibimbing bagaimana cara untuk memberikan sebuah
tekanan kepada anak agar tekanan-tekanan yang muncul tidak menjadi sebuah
kejutan bagi si anak.
Cara
lain adalah dengan memberikan materi tematik pada setiap yang mengacu pada
psikis bukan hanya pengetahuan saja. Dengan cara kedua ini maka diharapkan anak
mampu menerima setiap tekanan dengan sewajarnya.
No comments:
Post a Comment