oleh: Herlangga Juniarko
Hari ini adalah hari yang sungguh
seharusnya sangat membuatnya bahagia. Untuk sebagian orang, hari ulang tahun
adalah hari yang cukup spesial dengan berbgai kebahagiaan memutari setiap waktu
pada tanggal tersebut. Begitu pula yang terjadi pada Evie, dia memaknai hari
ulang tahunnya kali ini dengan berbagai renungan yang begitu dalam, renungan
yang selalu ia sadari bahwa ia adalah hanya makhluk Allah SWT dan ia takkan
mampu untuk menyalahi hal itu.
Sakitnya semakin parah saja di hari
ulang tahunnya ini, ia mengalami kanker pankreas stadium empat yang akan
membuat kesempatan hidupnya kini semakin menipis. Kini ia hanya akan mencoba
menjadi sang mentari yang menyinari dunia di hari senja. Kini ia hanya
berpasrah pada takdir yang Allah berikan padanya dan berusaha untuk menjadi
lebih indah ketika ajalnya mulai mendekat.
Di malam ulang tahunnya yang
seharusnya akan selalu berakhir bahagia. Ia hanya duduk terpaku di teras
rumahnya. Teras yang selalu meneduhkan hatinya dengan pohon-pohon kersen dan
mangga yang ada di halaman rumahnya. Ia hanya duduk termenung sambil sesekali
membenarkan kerudung sucinya.
Di malam yang dingin itu, kini ia
merasa dekat sekali dengan Sang Penciptanya. Ia ingin sekali bertemu dengan
sang penciptanya itu, meskipun ia merasa diri tak akan pernah pantas untuk
bertemu dengan-Nya.
“Ya Allah, apakah Kau akan
memanggilku sekarang?” tiba-tiba ia mengeluarkan sebuah kalimat yang entah
darimana asalnya.
Tiba-tiba saja ia kini merasa bahwa
malaikat maut sedang berada di dekatnya, seketika itupun ia merasa takut akan
kematian yang akan melandanya. Sebuah rasa yang coba untuk ia lenyapkan sedari
dulu kini datang kembali mendekatinya.
“Kenapa aku merasa takut untuk
mati?, bukankah selama ini aku telah memusnahkannya?” ia berkata dengan rasa
takut yang mulai menghinggapinya.
Ia merasa bahwa umurnya sudah tidak
lama lagi, mungkin umurnya tinggal beberapa hari lagi atau beberapa jam lagi
atau bahkan beberapa menit lagi. Ia tak tahu kapan ia akan mati. Tapi seperti
manusia pada umumnya, Ia takut akan kematian ketika kematian itu mendekatinya
secara nyata lewat penyakit yang tengah dideritanya itu.
“Aku tidak takut akan kematian, tapi
apakah Allah akan memasukanku ke dalam surganya?” ia berkata sembil membenarkan
posisi duduknya di teras rumahnya itu.
Setelah perkataan itu muncul,
tersadarlah ia bahwa selama ini ia beribadah untuk mendapatkan surga-Nya, untuk
kepentingannya sendiri. Bukankah seharusnya ia harus beribadah untuk Allah,
untuk mensyukuri setiap hal yang ia dapatkan dari Allah yang maha memberi.
“Aku hanya akan beribadah hanya
kepada-Mu, ya Allah. Aku hanya akan beribadah hanya karena-Mu. Aku berjanji”
dia berkata dengan sepenuh hati meskipun itu adalah hal berat baginya.
Malam mulai mendingin kini dan jam
tangannya sudah menunjukan pukul 22.05. Dan dia masih termenung sendirian di
teras rumahnya sambil meratapi penyakitnya yang secara tak terduga sudah
menggerogoti umurnya yang baru berusia 25 tahun itu. Sungguh masih muda sekali.
Dan dia harus berhadapan dengan masa depan yang tak ia ketahui dengan pasti.
Bahkan untuk menyusun rencana ke depan pun ia tak sanggup karena terbentur
tembok yang sugguh tebal, yaitu penyakitnya.
Setelah ia di vonis oleh para dokter
bahwa umurnya sudah tak lama lagi, ia mulai menyendiri untuk merenungkan
kehidupannya yang sempat indah itu. Tentang rencananya menikah dengan cara yang
diridhai oleh Allah, tentang hal yang akan dilakukan kepda anak-anaknya kelak,
dan tentang pria yang beruntung dapat mempersuntingnya.
Namun semua itu tiba-tiba saja
menjadi seperti ilusi yang tak akan pernah menjadi kenyataan baginya. Ia tak
mau berpasrah pada takdir. Namun apa daya, takdir sudah memaksanya untuk
berpasrah pada takdir yang telah dibuat oleh Allah yang maha pembuat segala karena
Dia adalah Sang Kholik. Evie hanya mampu menyerahkan segala beban yang
dideranya kini kepada Allah semata.
“Hei, sepertinya malaikat Izrail
akan segera mendatangimu” sebuah suara muncul secara tiba-tiba di telinga
kirinya menembus kerudung sucinya.
Evie merasakan ada aura kegelapan
yang kini berada di dekatnya. Seperti sebuah tekanan yang sungguh menekan
kepadanya sekarang.
Sosok hitam yang begitu kelam
tiba-tiba saja muncul di hadapannya begitu saja tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu. Sehingga membuatnya kaget setengah mati.
“Aku dapat memberikanmu hidup
panjang, kehidupan yang membahagiakan di dunia ini, hidup yang sangat ideal
bagimu” kata sosok hitam itu pada Evie.
“Siapa kau? Apa maksudmu tentang
kebahagiaan?” tanya Evie dengan sedikit tergetar hatinya karena ucapan sosok
itu.
“Aku adalah pembawa kebahagiaan di
dunia ini dan aku datang untuk membawa kebahagiaan kepadamu” kata sosok itu
dengan nada yang begitu pasti dan begitu menghipnotis siapapun yang
mendengarnya.
Evie terdiam seketika mendengar
kata-kata itu. Dia memang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Dia ingin
melepaskan beban yang ada di dalam tubuhnya yang seperti memenjarakannya.
“Apa maksudmu dengan kebahagiaan?”
tanya Evie pada sosok itu.
“Aku akan memberikan kebahagian
kepadamu secara pasti, tanpa meminta imbalan sedikitpun kepadamu, karena aku
adalah malaikat pembawa kebahagiaan” kata-kata sosok itu semakin membuat Evie
tergoda dalam rayuannya.
“Bagaimana kau akan melakukannya?”
“Hanya ada satu cara agar aku dapat
membuatmu bahagia”
“Apa itu?” tanya Evie dengan penasaran.
“Biarkan aku bersemayam ke dalam
jiwamu, dengan begitu kau akan merasakan kebahagian yang tiada tara di dunia
ini” jawab sosok itu dengan jawaban yang begitu pasti.
Kini Evie mulai termakan rayuan dari
sosok itu. Namun ia masih mengingat dzat yang telah lama bersemayam di hatinya,
dzat yang begitu kekal walau apapun yang terjadi. Dialah Allah yang selalu ia
jadikan tumpuan dalam melakukan suatu hal.
“Tidak! Di hatiku masih bersemayam
dzat yang tak akan pernah pudar meski setitik” tolak Evie dengan tegas.
“Aku tahu itu, tapi kau masih dapat
menyandingkanku dengan dzat itu di hatimu. Jika kau melakukannya tentu akan
sangat sempurna sekali hidupmu ini” jawab sosok itu dengan begitu pasti dan
meyakinkan.
Evie kembali berpikir secara
otomatis. Dia memikirkan bahwa ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh sosok
itu. Toh, hidupnya akan lebih lama jika ia mengikuti apa yang dikatakan oleh
sosok itu sehingga ia dapat melakukan hal-hal yang telah direncanakannya dalam
hidupnya. Tapi entah mengapa, hatinya seperti mulai mengeras untuk menerima
tawaran yang sangat menggiurkan dari sosok itu.
“Entahlah, aku tak yakin untuk
melakukannya. Aku menginginkannya, tapi di sisi lain aku terbentur oleh suatu
tembok yang sangat bercahaya dalam hatiku”
“Jika kau menginginkannya maka
lakukanlah, kau dapat hidup lebih lama lagi jika kau melakukannya, selain itu
kau pun dapat memperbaikinya di kemudian hari dan saat itulah kau akan kembali
bercahaya” rayu sosok hitam itu.
Angin malam mulai berhembus dengan
pasti ke arah Evie. Membelai kerudungnya yang begitu suci dan tak pernah
ternodai oleh suatu apapun juga di dunia ini. Dia tak pernah ternoda oleh dunia
yang semakin semrawut ini. Tak pernah sekalipun juga. Ia telah memilih untuk
menuju jalan Allah yang lurus dengan melewati jalan yang lurus tanpa ada
belokan sedikitpun.
“Aku tak akan terbujuk oleh rayuanmu,
kau hanyalah penipu yang berusaha memecah keimananku dengan dunia yang sempit
ini” kata Evie dengan tegas kepada sosok hitam itu.
“Kau pasti merasakan kesepian
sehingga kau dapat mengatakan itu, kau tak punya teman sedikitpun yang mampu
memberikanmu corak kehidupan yang sebernarnya” kata sosok hitam itu kepada
Evie.
Kata-kata itu membuat Evie tersadar
bahwa hidupnya terlalu lurus dan terlalu bercahaya tanpa ada kegelapan yang
mampu menyentuhnya. Namun memang itulah jalan yang telah ia ambil sebagai jalan
hidupnya. Meskipun begitu, terkadang ada dalam hatinya untuk mencari kegelapan
itu walaupun hanya sedikit. Namun keinginan itu ia pendam sedalam-dalamnya
karena ketakutannya sendiri. Ketakutan akan terjerumusnya dirinya kedalam
jurang yang sangat gelap hingga cahaya tak mampu lagi menyinarinya.
“Kau memang benar, aku memang
terlalu bercahaya dalam hidup ini, sehingga aku akan berusaha menerangi
orang-orang yang ada di sekitarku, sehingga mereka menjadi cahaya yang akan
menerangi sekitarnya juga” kata Evie dengan pasti dan jelas.
“Kau bodoh, kau memang bodoh. Kau
tidak akan pernah bahagia dengan cara hidup seperti itu. Kau hanya akan
menyiksa dirimu sendiri. Dengan begitu kau tidak akan pernah bahagia untuk
selamanya” sosok itu berkata dengan nada yang cukup tinggi.
“Jika aku tak akan bahagia
selamanya, itu tak apa bagiku. Aku rela tak bahagia asalkan orang-orang yang
ada di sekitarku bahagia karena Allah lewat perantaranya, yaitu aku.” Evie menarik
napas sebentar untuk meresapi dinginnya malam ini.
“Jika Allah menginginkanku tak akan
pernah bahagia, maka aku akan menerimanya karena aku hanyalah miliknya. Karena
Dia lebih tahu dariku. Karena pasti Dia mempunyai sesuatu hal yang baik bagiku”
lanjut Evie dengan begitu tenangnya.
Malam itu, malam begitu pekat oleh
cahaya bulan yang hanya setengah. Angin-angin yang berhembus sedikit demi
sedikit membawa sebagian umurnya yang sudah tak lama lagi seperti batu yang
terus dikikis oleh angin itu.
Kerudungnya yang panjang hingga
pinggangnya terus tergerai terbawa angin, sedangkan ia hanya memandang bulan
yang setengah itu dengan tatapan bahagia. Ia kini sudah menerima segala
keadaannya dengan lapang dada. Ia tahu bahwa Allah akan memberikan yang terbaik
kepadanya.
“Kau akan menyesal menolak diriku
ini.” Sosok hitam berkata dengan kekesalan yang amat sangat.
Lalu sosok hitam itu menghilang
seperti asap yang menghilang sedikit demi sedikit terbawa angin malam yang
dingin. Sosok itu pergi dengan rasa kesal begitu mendalam karena penolakan
mentah-mentah dari seorang akhwat yang suci.
Malam itu, malam yang begitu
berharga bagi seorang Evie. Meskipun ia sadar bahwa hari itu jatah umurnya
sudah berkurang setahun dan mungkin umurnya hanya tinggal beberapa hari lagi,
atau beberapa jam, atau bahkan tinggal beberapa menit lagi hingga malaikat Izrail
datang.
Mungkin kini malaikat Izrail tengah
dalam perjalanan untuk mendatangi dirinya yang entah berapa lama malaikat Izrail
akan sampai pada dirinya dan mencabut nyawanya yang hanya milik Allah ini.
Kini ia hanya akan menyerahkan
segala hidupnya untuk Allah semata dan mencintai hal-hal di dunia ini hanya
karena Allah.
No comments:
Post a Comment