Sunday, June 10, 2012

Hari Minggu Saya Seperti Biasa



          Hari ini saya hanya mampu bangun pada jam delapan pagi, padahal biasanya bangun waktu adzan duhur atau mungkin sudah adzan ashar. Tapi apa gunanya bangun pagi-pagi, apalagi hari minggu. Biasanya setelah bangun jam lima pasti saya akan tergeletak pasrah seperti pindang di atas kasur yang bau-baunya sudah tak karuan lagi (yang pasti bukan bau hasil pengeluaran dari kelamin lho).
          Setelah saya membuka mata dan memastikan bahwa diri saya sedang dalam keadaan sadar.
Saya melihat sekeliling kasur untuk memastikan tidak ada bom atom yang sudah diluncurkan oleh para cicak di atas sana atau hanya untuk memastikan bahwa tidak ada tikus yang sedang sial terjerembab jatuh dari langit-langit kamarku dan akhirnya harus berpasrah untuk menerima nasib yang buruk, yaitu bertemu dengan saya ini dan akhirnya harus mati mengenaskan karena serangan jantung mendadak. Sungguh kasian sekali itu tikus. Dan mungkin setelah kejadian itu. Setiap ibu tikus akan selalu memberi tahu bahwa makhluk yang bernama Herlangga ini lebih berbahaya daripada racun tikus atau lemnya tikus yang dimakan mentah-mentah.
          Baiklah, setelah memastikan keadaan sekitar saya aman terkendali. Akhirnya saya berusaha keluar dari kasurku yang baunya sudah tak harmonis lagi. Dengan jurus lompatan rumus phitagoras yaitu jurus jungkir balik untuk menyelamatkan diriku dari bau bauan yang akan segera membodohiku ini, aku melompat dari kasur.
          Dan akhirnya selalu seperti biasa. Selalu seperti hari minggu yang lain. Saya terjatuh dari kasur dengan posisi tidak senonoh dan seperti minta dicabuli. Saya terkapar dengan pasrahnya terlentang dilantai kamar seperti seseorang yang memang baru saja tercabuli dengan laknatnya.
          Saya selalu tahu hal itu akan terjadi. Maka, saya pun tahu hal pertama yang harus dilakukan dalam keadaan genting tersebut. Hal pertama yang harus saya lakukan adalah memeriksa keadaan sekitar saya, siapa tahu ada tulang saya yang terlepas secara tidak atau dengan sengaja terlepas atau dilepaskan (emang bisa gitu dilepaskan?). oke, yang pasti tulang saya sudah dicap dengan biadabnya oleh temen(duakali) saya seperti mainan anak-anak, yaitu lego (kalo ga tau lego searching aja di toko mainan sambil nyamar jadi anak-anak).
          Setelah saya memunguti tulang-tulang yang berserakan tadi, dan juga menyatukan tulang yang kiri di kiri dan kanan di kanan, dan yang pasti tidak mungkin tertukar karena sudah ada tulisannya. Saya berdiri dan berjalan keluar kamar dengan hati-hati dan hati yang begitu resah karena siapa tahu serpihan tulangnya masih ada yang berserakan di lantai kamar dan akhirnya kemungkinan besar atau kecilnya tergantung pada serpihannya pasti akan mengenai kakiku ini.
          Akhirnya saya dapat keluar kamar dengan selamat sentausa. Dan seperti biasa, tujuan pertama saya saat libur seperti ini tidak lain dan tidak bukan adalah jeng.jeng.jeng.
          TELEPISI(sorry, huruf ‘fi’ nya sedang rusak)
          Akhirnya saya berjalan menuju telepisi dengan gaya jalan yang selalu saya banggakan sejak lama, yaitu gaya berjalan hasil perpaduan dari Mr. Bean dan Charlie Chaplin (kasian sekali mereka, gayanya sudah dicabuli Herlangga). Yang paling membanggakan dari gaya berjalan ini adalah stylish(walaupun dipaksakan) dan selalu membuat orang lain terangsang serangsang-rangsangnya untuk menolehkan kepala mereka ke arah saya untuk memperhatikan gaya berjalan saya yang hanya ada satu di dunia ini, dengan harapan bahwa saya akan berjalan melewati mereka agar mereka dapat lebih spesifik lagi mempelajari gaya berjalan abad ini(oke, untuk yang satu ini, hanya ada di pikiran Herlangga saja).
          Saya ingin menegaskan kembali bahwa untuk meraih remote telepisi yang ada di samping telepisi saya ini, saya hanya akan berjalan kaki saja. Alasan mengapa saya memilih jalan kaki adalah saya rasa tidak akan keren jika saya harus naik sapedah dan melakukan aksi akrobatik di dalam rumah (emang bisa gitu aksi akrobatiknya?). oke, saya memang tidak bisa aksi akrobatik karena saya masih sayang nyawa.
          Sedangkan alasan lain mengapa saya jalan kaki adalah saya rasa tidak mungkin dan keren juga macho (BUKAN MAHO), saya harus naik motor untuk kedepan telepisi saya sendiri, karena yang saya takutkan adalah nantinya saya di sangka tukang ojeg bego oleh para tetangga (emang bisa naik motornya gitu?). oke, saya akui saya tidak bisa naik motor, karena saya takut nanti di sangka geng motor, cukup? (itu hanya alasannya saja). Dari semua itu, saya paling tidak mengerti, kenapa yang pake tanda kurung selalu membunuhku?
          Baiklah, cerita kembali kita lanjutkan. Setelah saya dapat meraih remote telepisi saya, kini saya mencoba mendzalimi remote telepisi saya dengan tekanan yang cukup kuat agar chanelnya dapat berubah dengan baik. Walaupun akhirnya chanel yang saya temukan di telepisi adalah hitam dan putih yang saya analisa sebagai sebuah salam berjamaah yang sedang dilakukan oleh...... entah itu apa namanya yang pasti mereka bukanlah kumpulan tukang cuankie yang biasa lewat dengan sengaja atau tersasar di depan rumah saya.
          Dan akhir dari ceritanya seperti biasa, saya duduk di depan telepisi dan saya menonton telepisi itu dengan keadaan sambil ngupil(itu kadang-kadang), sambil duduk(itu sudah pasti), sambil makanin kecoa yang lewat gitu(kasian sekali kecoa itu) dan hal-hal lainnya yang sudah biasa dilakukan oleh orang-orang.
          Dan satu hal yang pasti dari minggu ini adalah saya tidak akan berbincang sendirian, karena saya masih merasa belum punya bakat untuk menjadi orang gila yang suka berbincang sendirian.

No comments:

Post a Comment