Yah
mau bagaimana lagi, kita memang hanyalah teman sekelas yang saling mengakrabka
diri tidak lebih dan tidak kurang. Itu menurutmu mungkin dan juga menurut
teman-teman sekelas kita. Tapi jika itu sudah cukup untuk membuat diriku lebih
dekat denganmu, itu sudah cukup. Setidaknya, dengan begitu aku bisa mengobrol
dengan mu secara biasa, bercanda secara biasa, dan belajar bersama seperti
biasa. Itu sudah cukup.
Padahal
sudah tiga tahun kita sekelas, dari kelas sepuluh sampai sekarang kelas dua
belas dan hendak menghadapi Ujian Nasional. Tapi obrolan kita hanya sekitar
pelajaran, tidak lebih. Selalu tidak pernah bisa lebih intim. Yah setidaknya
itu pun masih bisa membuatku senang.
“Ga,
kerjain tugas ini yah” katamu sepulang sekolah dengan ceria. Itu adala tugas
kelompok bahasa Indonesia kita. Anggotanya hanya ada empat orang. Dari tiga
anggota lainnya yang merupakan teman dekatmu, kenapa pula kau harus memilihku
untuk mengerjakan tugas yang membosankan ini. Menganalisa puisi, sungguh tidak
menyenangkan.
Tapi
kau tahu, aku selalu tidak bisa menolak permintaanmu. Ya aku tahu kau memang
selalu sibuk dengan organisasimu, mungkin teman sekelas kita pun tahu. Jika
sudah begini, mau tidak mau aku pun harus mengerjakan tugas kelompok kita
sendirian lagi.
Hampir
di setiap pelajaran kita selalu sekelompok, apa kau tahu itu? Ah mungkin saja
kau tak menyadarinya. Itu terjadi karena aku selalu memikirkan bagaimana
caranya agar aku bisa sekelompok denganmu.
Ada
beberapa cara yang sering aku lakukan agar aku bisa sekelompok denganmu. Yaitu,
jika undian dilakukan dengan cara berhitung menurut tempat duduk dimana yang
sama hitungannya satu kelompok, maka aku akan berpindah tempat duduk agar aku
bisa seangka denganmu. Tentu saja dalam hal ini, aku akan berpindah tempat
duduk secara diam-diam tanpa ketahuan, agar terlihat alami. Karena aku tak
ingin satu kelas tahu bahwa aku menyukaimu. Kau tahu, aku sangat pemalu dalam
masalah percintaan.
Ada
pula cara lain, yaitu jika memilih sendiri kelompok dengan menulis nama di
papan tulis, maka aku akan menjadi orang paling kuat yang akan memperebutkan
tempat agar aku sekolompok denganmu. Dalam hal ini aku akan menunggumu menulis
namamu sendiri, kemudian dengan cepat aku akan merebut spidol dari orang yang
paling dekat denganku dan menulis dengan cepat namaku dibawah namamu. Ini
adalah pengelompokan yang paling mudah agar aku bisa sekelompok denganmu.
Cara
pembagian kelompok agar aku bisa bersamamu yang paling menyusahkan mungkin
adalah pembagian dengang menggunakan undian kertas. Dengan cara ini, maka aku
harus mangajukan dir sebagai orang yang mengocok kertasnya. Jika seluruh
gulungan kertas nama sudah berada dalam genggamanku, aku akan mengingat dua
kertas yang berisi namamu dan namaku. Sehingga aku bisa dengan sengaja
mengelurakan namamu dan namaku secara berurutan.
Namun,
dari semua cara itu hanya satu cara yang tidak bisa aku akali agar aku bisa
sekelompok denganmu. Yaitu jika pembagian kelompok yang dipilih oleh guru.
Dalam hal ini, yang bisa aku lakukan hanyalah berdoa dengan segenap hati.
Jika
kau mengetahui hal ini, mungkin kau akan tercengang atau tertawa. Ya apapun itu
asal kau tidak marah dan berhenti bicara padaku saja. Kau tahu, aku melakukan
semua itu hanya untuk satu hal, yaitu meningkatkan rasio aku berbicara
denganmu.
“Hey,
udah ngerjain PR belum, pengen liat dong…” itu aku yang berbicara padamu di
pagi hari kira-kira 15 menit sebelum guru pertama masuk kelas. Meskipun itu
hanya terjadi paling sering tiga kali dalam seminggu, itu adalah caraku agar
bisa mengobrol denganmu di pagi hari.
“Kebiasaan..”
kau pun memberikan buku catatanmu dan sebuah kata yang biasa aku dengar. Satu
kata tapi berarti karena kata itu untukku.
Setelah
itu 15 menit kemudian guru biasanya akan masuk dan aku menyerahkan buku
catatanmu seraya berkata “Makasih..”
“iya”
itu adalah kata-katamu yang biasanya setelah kau mengambil bukumu dan kemudian
memalingkan badanmu hingga menghadap guru.
Mungkin
kau tidak akan menyadari satu hal lain yang sering aku lakukan. Yaitu,
bagaimanapun caranya aku selalu duduk di belakangmu meskipun terkadang
terhalang satu atau dua meja tak apalah asalkan aku masih bisa melihatmu dengan
nyaman. Tapi jika kau sedang berada di bangku paling belakang maka aku akan
duduk di sampingmu, meskipun juga seringkali terhalang satu atau dua orang.
Kau
tahu, karena hal itulah aku seringkali merusak putaran rotasi bangku kelas.
Saat kita berada di kelas sepuluh rotasi bangku adalah bergerak secara berkala
seminggu sekali bangku pertama pindah ke paling belakang, sedang paling depan
di isi oleh pengisi bangku kedua.
Saat
kelas sebelas setelah aku mati-matian untuk bisa masuk ke jurusan IPA kelas
unggulan untuk mengikutimu. Bangku kelas bergeser seminggu sekali dengan
gerakan spiral, yaitu dari kiri ke kanan setelah di ujung kanan maka pindah
satu ke belakang lalu bergerak lagi ke kiri lalu mundur lagi ke belakang
seperti itu terus. Saat kita kelas
duabelas pun putaran masih sama karena anggota kelas masih sama.
Tapi
seperti yang kau tidak sadari, aku selalu berada di belakangmu. Menikmati
memandang dirimu bagiku sangat menyenangkan.
Mungkin
jika sekarang kau tahu hal ini, kau akan heran dan bertanya “mengapa kau bisa
menyukai?”
Ya
aku tak bisa menjawab pertanyaan itu, karena aku pun heran mengapa aku bisa
menyukaimu. Padahal kau bukanlah orang yang popular dikelas dan layak diidolai,
meskipun kau pintar. Tapi jika aku harus terpaksa menjawab mungkin karena kau
cantik, itu saja. Dengan wajahmu yang putih, meskipun tidak seputih lantai keramik,
tapi hanya putih normal layaknya manusia, rambutmu yang panjang sepinggul yang
kadang-kadang kau ikat dengan gaya ekor kuda, dan kacamata yang kadang-kadang
kau pun memakai lensa. Kau adalah orang biasa yang cantik, bagiku.
Pada
akhirnya tidak terasa aku sudah menyukaimu selama tiga tahun, yang lebih
tepatnya memendam perasaan suka. Aku sudah menyebutkannya tadi, aku sangat
pemalu dalam hal percintaan, maka aku pun tak berani mengatakannya padamu.
Setelah
pengumuman hasil Ujian Nasional yang menyatakan kelas kita lulus seluruhnya,
anggota kelas kita berkumpul. Saat itu, menurutku adalah saat yang tepat untuk
menyatakan perasaanku padamu, yaitu ketika kau akan pulang.
Dalam
imajinasiku, sebelum kau pulang dari tempat berkumpul aku akan mengantarkanmu
keluar. Kemudian aku menggenggam tanganmu dan dengan gugup…
“Aku
cinta kamu” itu adalah kataku.
“Iya”
itu jawabanmu sama seperti kau menerima kembali bukumu.
Namun
pada kenyataannya, kau pulang sendiri tanpa ada yang mengantarkanmu keluar. Aku
hanya melihatmu keluar begitu saja. Aku mengutuk diriku. Aku memang sangat
payah.
Dan
saat itu adalah terakhir kalinya aku melihatmu. Kau pulang ke kampung
halamanmu. Ke kota yang berbeda denganku. Bagiku, jika kita bertemu lagi aku
ingin kita berjodoh, itu saja.
Bandung, 2014
kok kayak pengalaman pribadi yah hihihihi...
ReplyDeletebisa jadi gan wkwkwk
Delete