oleh: Nurul Lutfia
di meja makan ini, tersaji sekerat roti
dan segelas coklat panas
kau tak pernah memintaku menuangkan coklat
juga tak pernah membiarkanku memoles roti
dengan selai kesukaanmu
kau malah menyeduh kopi pekat
mengaduknya dengan airmuka
yang tak pernah bisa kutebak
"bisakah kau menyukai kopi,
sedangkan yang biasa kauminum adalah coklat hangat?"
kau katakan itu dengan tergesa.
aku menyudahi diri mencecap harum coklat
lantas menebak-nebak rasa yang kautaruh
dalam secangkir biang kopi.
kau benar, aku tak pernah menyeduh kopi sendirian
tapi keterbiasaan akan memaksaku
melenyapkan rasa getir yang ia hadirkan
waktu akan melenyapkan pahit ingatan kita
juga segala hal yang tak bisa kutakar.
Bandung, 17 Februari 2011
Thursday, February 27, 2014
Wednesday, February 26, 2014
Utada Hikaru - First Love
Singer-songwriter: Utada Hikaru
Released: 28 April 1999
Intro: G Em G C Bm Em D
G Bm
Sai go no kisu wa
Em D
Tabako no flavor ga shita
C D G E G
Nigakute setsu nai kaori
Em Bm
Ashita no imakoro ni wa
C D
Anata wa doko ni irun darou
Em Bm C D
Dare wo omotterun daro
Chorus:
G D
You are always gonna be my love
Released: 28 April 1999
Intro: G Em G C Bm Em D
G Bm
Sai go no kisu wa
Em D
Tabako no flavor ga shita
C D G E G
Nigakute setsu nai kaori
Em Bm
Ashita no imakoro ni wa
C D
Anata wa doko ni irun darou
Em Bm C D
Dare wo omotterun daro
Chorus:
G D
You are always gonna be my love
Saturday, February 22, 2014
Buat Malika Hamoudi
oleh: Acep Zamzam Noor
Kulihat jemarimu yang lentik, dan kusaksikan di langit
Arakan awan mengirimkan senja yang lain
Ke arah kita. Ada warna merah, warna biru yang pupus
Bongkahan-bongkahan kelabu yang melayang jauh
Dari jendela, kulihat sungai Siene yang membelah kota
Dengan jembatan-jembatannya yang penuh ukiran
Seperti rambut ikalmu. Lalu dari puncak apartemen tinggi
Kita berloncatan, meliuk-liuk dan berteriak di udara:
Senja pecah menjadi ribuan isyarat sunyi
Yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai hasrat
Atau niat tersembunyi untuk bunuh diri
Masih kuingat tarian perutmu, dan kubayangkan sosokmu
Yang ramping, rautmu yang runcing, dengan alis Aljazairmu
Yang menikam seorang penyair. Di gerbong kereta api
Di sepanjang terowongan yang menembus tubuh tua kota ini
Ada yang menggelepar karena kehilangan kata-kata
Ketika sunyi menyediakan sebuah beranda merah muda
Yang bernama kebisuan. Lalu apakah arti percakapan kita
Kulihat jemarimu yang lentik, dan kusaksikan di langit
Arakan awan mengirimkan senja yang lain
Ke arah kita. Ada warna merah, warna biru yang pupus
Bongkahan-bongkahan kelabu yang melayang jauh
Dari jendela, kulihat sungai Siene yang membelah kota
Dengan jembatan-jembatannya yang penuh ukiran
Seperti rambut ikalmu. Lalu dari puncak apartemen tinggi
Kita berloncatan, meliuk-liuk dan berteriak di udara:
Senja pecah menjadi ribuan isyarat sunyi
Yang mungkin bisa diterjemahkan sebagai hasrat
Atau niat tersembunyi untuk bunuh diri
Masih kuingat tarian perutmu, dan kubayangkan sosokmu
Yang ramping, rautmu yang runcing, dengan alis Aljazairmu
Yang menikam seorang penyair. Di gerbong kereta api
Di sepanjang terowongan yang menembus tubuh tua kota ini
Ada yang menggelepar karena kehilangan kata-kata
Ketika sunyi menyediakan sebuah beranda merah muda
Yang bernama kebisuan. Lalu apakah arti percakapan kita