Wednesday, October 23, 2013

Catatan Kuliah: Hari Pertama



            Hari pertama kuliah. Terasa cukup aneh bagi saya yang telah terbiasa berseragam bertahun-tahun. Tidak ada seragam, hanya berpakaian serapihnya saja. Pergi ke kampus UPI menggunakan kereta subuh sekitar jam 5 pagi.
            Karena hari pertama maka masih semangat, maka hari itu saya memakai parfum untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, maka saya menyisir rambut pula untuk pertama kalinya setalah bertahun-tahun, maka saya mandi karena itu masih perlu bagi saya, dan maka-maka yang lainnya yang saya lakukan. Maklum masih hari pertama harus jaga imej.
            Namun naas! Pagi itu saya lupa satu hal. Pagi itu saya menggunkan kereta ekonomi pertama yang berisi penuh sumpek oleh para pedagang, dari pedagang lap, tahu, minuman dan makanan umum lainnya. Adapula yang membawa barang bawaan, dari anak, sepeda, dan yang paling sial ada yang bawa kambing di ujung gerbong sana. Maka semua “maka” saya tadi pun akhirnya tumpas sudah dihantam badai peluh dalam kereta.
            Sesampainya di Bandung, saya telah bagaikan orang yang tidak pernah mandi selama seminggu penuh (meskipun ini memang sering terjadi jika sedang malas). Tetapi semangat kuliah hari pertama untungnya yang benar-benar untung masih ada. Jadi saya pergi dengan berjalan kaki bukan sampai UPI melainkan hanya sampai depan stasiun karena berjalan kaki sampai UPI itu akan sangat melelahkan dan sangat lama pastinya (pada akhirnya saya tahu jalan kaki dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam). Jadi yang sejadi-jadinya saya pun naik angkot ST HALL-Lembang.

Monday, October 14, 2013

Tangis Rahwana

oleh: Soni Farid Maulana

terpisah dari tangkai cintamu
mengapa jiwaku
seperti damar padam
di tengah malam buta?

lebih subur dari sehampar rumputan
yang tumbuh di tegalan;
Sita, belahan hidupku, rahmat atau kutukkah
benih cinta yang rimbun menghijau di dada?

jika kehandak Dewata
mengapa pertemuan dan perpisahan
sungguh duri di hati? O, Hanoman,
duta agung Sri Rama
apa kuasamu menghukum diriku

seperti ini? Sungguh sedikit pun
tidak aku takuti kematian datang menjelang
selain sesal yang dalam; mengapa aku
harus berpisah dengan mawar cintaku

malam alangkah dingin
hingga ke tulang


1986
*diambil dari antologi puisi "Sehampar Kabut"

Friday, October 11, 2013

Analisis Puisi "Kupu-kupu" Karya Acep Zamzam Noor

Kupu-Kupu
oleh: Acep Zamzam Noor

Selembar daun kering
Jatuh sudah. Dan taman tersenyum
Bunga-bunga mengangguk di sekitarnya

Sebutir embun (mungkin air mata)
Di punggung daun yang jatuh
Menjadi doa. Kupu-kupu terbang entah ke mana

*diambil dari Antologi puisi "Tulisan pada Tembok, 2011"

Analisa Aspek Sintaksis
            Judul puisi “Kupu-kupu” ini terdiri dari satu kata. “Kupu-kupu” yang menjadi judul dari puisi ini merupakan simbol utama dalam terbentuknya puisi ini.