herlangga juniarko

Powered By Blogger

Monday, April 20, 2015

Waktu Setelah Biru

oleh: Ika Aprilia

Jam yang menapak pukul 07.57
Mengambangkan lazuardi pada angkasa
Juga kumulus beserta air yang dapat ia jatuhkan kapan saja

Mengapa?
tanya lazuardi
Langit mengambang, kumulus terpatung
Sekali lagi
Mengapa harus kau gapai aku?
Tanya lazuardi pada ketinggian yang melebihi kepakan sayap membenamkan ia yang terlambat

Kembalilah!
Matahari menyulut bumi
Kembalilah sebelum kau terhempas layaknya kemarin!
Matahari menggolakkan bumi
Demi bumi yang kau jaga, bahkan sayap tak mampu menggapaiku apalagi kau!
Matahari memanaskan bumi, lazuardi tinggal setitik

Selamat pagi


2014

Sunday, April 19, 2015

Dari bianglala Padamu

Bianglala yang tegak di atas kepalaku
ragu-ragu menyelipkan kertas kosong pada cahaya
lalu dititipkannya pada angin
agar sampai padamu
sehingga matamu dapat menuliskan
dengan pasti bahwa:
kau tak mencintaiku.


2012
Herlangga Juniarko
*diambil dari antologi puisi "Hujan. Terima Kasih"


Saturday, April 18, 2015

Nyanyian Kota Peradaban

- jakarta
oleh: Ahmadun Yosi Herfanda

di kota peradaban orang-orang mencari tuhan
di bar-bar dan bursa-bursa perempuan, bank-bank
dan perkantoran. politikus pun mengaum: di mana
tuhan di mana? birokrat menjawab sambil menguap:
di sini tuhan di sini. ketika orang-orang berdatangan
yang teronggok cuma berhala kekuasaan

meninggalkan tuhan dalam dirinya, orang-orang
makin sibuk mencari tuhan, memanggil-manggil:
tuhan, di mana kau tuhan? di sini tuhan di sini
jawab suara di hotel-hotel dan kelab malam. ketika
orang-orang berdatangan, yang terhampar cuma
kelamin-kelamin rindu bersebadan

di kota peradaban orang-orang mencari tuhan
hilir-mudik di jalan-jalan, berebut keluar masuk
diskotik dan pasar-pasar swalayan
orang-orang lupa, tuhan dalam hati sendiri
tak pernah pergi


1992

Wednesday, April 1, 2015

Komposisi Desember

oleh: Herlangga

Di stasiun Rancaekek, pisau sunyi menancap kejam dalam sekali
tusukan. Kata-kata mengunci diri dalam hati.
Selepas itu kenangan tertinggal dalam gerbong menjelma kau.
dan aku terpaku menyesali diri ketika jejak-jejakmu tak sempat
kupunguti dan tersapu dalam sepi.

Sudah tiga bulan sejak penghujan datang dan membawamu pergi.
Kini Desember datang dan membawa segala tentangmu
Di dalamnya:   pisau sepi yang telah tercabut dari jantungku, panah
                        patah eros, kunci yang sempat mengunci kata, jejak-jejak
                        yang sempat tersapu, juga bayanganmu dalam cermin waktu

Dan hujan akhir tahun mengukir wajahmu seperti ribuan kembang api yang
jatuh berwarna dan berwarni, kemudian gelap seketika.


Desember 2012