herlangga juniarko

Powered By Blogger

Tuesday, February 24, 2015

Daun-daun yang Berguguran Saat Senja

oleh: Herlangga


Senja ini aku teringat padamu, Rinjani. Awan yang berarak-arak menyapu kemilau matahari kemudian membuat suasana menjadi sayup. Warna langit berubah seketika menjadi melankolis. Itu semua membuatku teringat padamu.
            Di luar gerimis membuat senja semakin muram. Besi-besi yang beradu dan bergesekan dengan rel yang sempat panas membuat tubuhku terguncang sedikit. Inilah kereta yang mengantarkan jiwa-jiwa penuh rindu. Deru mesin terus bergelora membahana hingga memecah malam yang hendak terbit dari sela-sela siluet senja. Tetapi sekarang masih senja, Rinjani. Dan aku terus teringat padamu.
            Pada kaca jendela kereta, bukan pemandangan yang terhampar bebas di luar dan sehamparan pohon-pohon rindang yang membuatku terpesona, tetapi bayangan dirimu yang tak juga pergi dari kedalaman otakku dan tercerminkan di kaca jendela yang membuatku merasa bahagia. Apakah kau masih mengingatnya? Ciuman pertama kita yang terjadi ketika senja di bawah sebuah pohon rindang yang tidak aku tahu namanya, namun daun-daunnya terus berguguran tiada henti serupa gerimis.
***
“Hei, apakah kau tahu mengapa daun dari pohon ini selalu berguguran saat senja?” tanyamu saat itu.

Sunday, February 15, 2015

Kepada Siapa

oleh: Herlangga

Senja dan malam pada langit yang sama
Kau dan aku masih duduk di beranda

Kau bertanya,
“Apa yang lebih tinggi dari Bima Sakti?”
Aku ingin sekali menjawab
Tapi aku tahu, kau telah mengetahui jawabannya
Karena pada akhirnya kita memercayai bahwa semesta ini sejajar.

“Kita memercayai itu setelah berdebat tentang batas atas dan bawah langit”

Namun begitu, tetap saja.
“Aku ingin menikahimu, Rin.” kataku
“Haha, itu mudah saja” katamu
“Tergantung kepada siapa kau berdoa” kau menjawab seperti itu.


Desember, 2014