herlangga juniarko

Powered By Blogger

Saturday, June 14, 2014

Hujan Pada Purnama Juni

Untuk Herlangga

oleh: NSR

Waktu yang teruntai dalam kenangan
Seperti hujan, ia menetes dalam rintik membawa kau

Bukankah kau pernah menceritakannya?
Bahwa setiap bulir membawa cerita atmosfer
Aku sungguh mengingatnya seakan itu kita
Berdansa dalam buliran hujan

Seperti saat hujan tahun-tahun yang lalu
Pada pertengahan tahun, pada pertengahan bulan
Ketika tokoh utama adalah kau
“Semoga abadi” kataku
Kau begitu sendu menyilangkan senyum
Tapi itulah kau, layaknya hujan di langit jawa

Aku wanita tanpa nama
Menanti kau bulan purnama
“Semoga abadi” lagi.


12 Juni 2014

Sunday, June 8, 2014

Sajak Tentang Pisau

oleh: Herlangga

Pisau ini, kasihku, dapat memotong bawang dan membunuh orang

Tapi pisau ini, tak cukup kuat untuk menggertak Tuhan
Agar mengubah tulisan nasib yang cacat
Sehingga aku dapat memotong bawang dalam dirimu
Dan membunuh orang yang kau cinta

Tapi tenanglah,
Karena pisau ini dapat membunuh dirinya sendiri setelah sekian abad


2012

Friday, June 6, 2014

Untuk Miwa

oleh: Sanda Nuryandi


            Apa kau masih ingat ketika pertama kali mata kita saling bertemu? Ketika pagi hari yang berselimut kabut tipis, yang seolah-olah membungkusmu dalam kelambu tipis. Aku menulis ini untukmu, perempuan yang sudah membuatku tahu bahwa keindahan yang ada di dunia ini tidak akan sempurna kalau kau tidak ada. Sekarang kau mungkin sedang menonton dorama di salah satu channel televisi yang ada disana dibawah kotatsu yang menghangatkan tubuhmu. Disana sedang musin dingin kan? Jangan lupa jaga badanmu. Atau mungkin sekarang kau sedang berjalan pulang dari tempatmu kerja sambilan. Atau jangan-jangan disana pada waktu malam hari kau berubah jadi pembela kebenaran yang mengawasi keamanan kota dan sekitarnya, aku tidak tahu. Oh, ngomong-ngomong, disini sedang musim hujan. Salah satu yang terparah dalam 10 tahun terakhir, bahkan di beberapa tempat banyak pohon yang tumbang karena anginnya terlalu kencang. Tapi kau jangan khawatir, rumahku baik-baik saja. Walaupun sempat air dari luar masuk kedalam rumah tanpa permisi. Hey, aku rindu.
           Oh iya, hampir lupa. Tadi aku bertanya, apa kau masih ingat pertama kali ketika mata kita saling bertemu? Iya, pagi itu. Waktu kau duduk di bangku di taman itu. Bangku taman tempatmu biasa menunggu matahari menyapa punggungmu yang dingin. Kurasa aku sudah pernah memberitahumu hal ini, tapi aku ingin menceritakannya lagi. Dan kuharap kau tidak ingat, supaya usahaku untuk menceritakannya jadi tidak sia-sia.